"Kaiden?"
Savira Azalea biasa dipanggil Zea, umurnya 21 tahun lebih berapa bulan. memilih merantau ke kota demi meninggalkan keluarga toxic nya, Zea justru bertemu kembali dengan mantan pacarnya Kaiden, sialnya Kaiden adalah anak dari majikan tempat Zea bekerja.
"Zea, kamu mau kan balikan lagi sama aku?"
"enggak Kai, aku gak bisa kita udah berbeda"
"enggak Ze, enggak!. kamu tetep Zea-nya Kaiden. gadis yang aku cintai sedari dulu. kamu dan hadirnya berarti dalam hirup aku Ze"
"kisah kita memang indah, tapi tidak untuk diulang"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nsalzmi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3
Revandra Dallin Maverick, ia biasa dipanggil dengan nama Vandra. Umurnya tahun ini tepat 24 tahun. Vandra terlahir dari keluarga kaya, memiliki harta yang berlimpah, tapi ia tidak seberuntung Kaiden, adik lelakinya. Vandra pernah mengalami kecelakaan yang mengharuskan ia menjalani perawatan intensif selama setahun lamanya di negeri Paman Sam, Amerika Serikat.
Elias Maverick papanya, adalah orang terkaya di kota ini. Di umurnya sekarang ini Vandra menjabat sebagai Manager di perusahaan milik papanya.
Vandra hidup dengan bebas, tidak memiliki pacar itu bukan masalah, ia sering kali mendapat julukan dari alumni kampusnya sebagai cowok yang menyimpang, menyakitkan memang, tapi mana Vandra peduli. Berulang kali Estiana, mamanya. Menjodohkan Vandra dengan anak teman sosialita nya, yang setara dengan derajatnya pun jika Vandra tak mau dia akan keras menolak. Sikapnya yang dingin dan cuek membuat siapapun enggan mendekat. Tapi jika Vandra suka, ia akan mencair dan menenggelamkan seseorang didasar hatinya.
Vandra akan bilang, "Anakmu ini ganteng Ma, masalah jodoh, aku bisa cari sendiri."
Pukul 04.30 am
Suara kebisingan dini hari membuat seseorang yang sedang bergelung dibawah selimut menjadi terjaga. Ia bangun dan melihat jam digital nya, alarm nya belum berbunyi.
Iya membuang nafas secara kasar. Iya beranjak dan masuk ke kamar mandi untuk cuci muka. Setelahnya ia keluar dengan wajah basah. Ia mengganti piyama tidurnya dengan baju biasa, pagi ini ia ingin membuat teh panas sebagai teman untuk mengerjakan beberapa berkas kantor.
Ceklek
Brakk
Diseberang sana pintu kamar adiknya, Keyvara tertutup dengan sedikit kasar, ia menggeleng kan kepala, "Kasar banget jadi cewek, siapa yang bakalan suka sama dia" gerutunya sambil berjalan hendak menuruni tangga.
Matanya menyipit melihat Zea yang sudah bangun dan sedang berlari ke arah ruang tamu sambil membawa handuk. Vandra mempercepat langkah, dan mengikuti arah Zea. Ia menginjak lantai yang masih terasa lembab, ia bersembunyi di skat pembatas sana. Meja yang menjadi duduknya pot bunga artificial milik mamanya, menjadikan tempat persembunyian nya.
Ceklek
Matanya menatap awas pergerakan Zea, "Mau ngapain dia." tanyanya tanpa suara, ia menyembulkan sedikit kepalanya, agar lebih mudah melihat. Karena merasa curiga ia mengambil hp, membuka menu kamera dan merekam.
Matanya melotot kaget saat Kaiden adiknya memeluk erat Zea. Bisa Vandra lihat bahwa Zea memejamkan mata, ia seperti menikmati pelukan itu. Vandra tersenyum tipis, "Bener berarti dugaan ku." batin Vandra.
Hingga beberapa detik, Zea melepas dan mendorong tubuh Kaiden, namun Kaiden menarik pergelangan tangannya dan.
Cup
Kecupan di kening itu terdengar begitu jelas ditelinga Vandra. Pikiran Vandra penuh dengan banyak praduga, ia berfikir bahwa Zea sengaja masuk kedalam keluarga nya, agar bisa mendekati Kaiden.
Tapi secara langsung semua ucapan Kaiden mengarah pada kata 'adik'. Saat Kaiden pergi dari sana ia baru menyadari bahwa Kaiden sepenuhnya mabuk berat, jalannya juga tak menentu. Hingga ia mendengar pintu kamar mandi yang tertutup.
Vandra memfokuskan kembali pandangannya pada Zea, gadis itu diam mematung dan setelahnya ia terlihat marah hingga meninju angin sejara kasar.
Lucu, satu kata yang secara spontan keluar dari bibir Vandra secara lirih, bibirnya mengulas senyum seringainya.
Setelah memastikan Zea pergi meninggalkan ruang tamu, ia berdiri dan dengan santai ia berjalan, membuat Zea menatap dengan wajah syok.
"Mas Vandra?" seru Zea
Zea datang membawa ember dan kain pel untuk mengepel ulang lantai yang kotor karena jejak Kaiden, tapi ia dikagetkan dengan munculnya Vandra di skat pembatas sana.
"Eh Zea?" Vandra pura-pura terkejut
"Mas dari mana?" Zea menoleh ke kanan kiri, dia gugup.
"Dari ruang tamu Ze, kemarin kayaknya flashdisk saya jatuh ke kolong sofa, saya cariin tapi gak ada" bohong-nya
Vandra mendramatisir dengan wajah bingung, dan garuk-garuk kepala.
"Emh... tadi saya nyapu bagian kolong gak ada nemuin flashdisk Mas." terang Zea
Vandra menyipitkan matanya, "Seriusan gak ada Ze?"
Zea takut kalau saja ia salah menjawab, urusannya akan panjang, mana dia baru mulai kerja. Zea takut jika saja Vandra tahu bahwa tadi ada Kaiden yang memeluk dan menciumnya, bisa-bisa ia dianggap pembantu penggoda, oh tidak!
"Tadi memang gak ada Mas, tapi nanti kalau saya ada nemuin saya kasih ke Mas Vandra." jawab Zea sambil menunduk.
Vandra maju mendekat tanpa Zea sadari, ia mengangkat dagu Zea, dan mendekatkan wajahnya, membuat Zea memundurkan kepalanya, dan spontan memejamkan mata.
Vandra, lelaki itu tersenyum tipis, ia mengelus wajah Zea dengan gerakan yang erotis,"Tolong nanti kalau ketemu, anterin ke kamar saya ya." pintanya dengan suara serak dan menggoda
Seluruh tubuh Zea terasa ngilu, apa tadi itu? Minta tolong dengan nada seperti itu?
Zea membuka matanya perlahan, ia berkedip pelan, netranya menatap takut pada wajah Vandra yang berulang kali menelan salivanya, Zea memberanikan diri menggenggam tangan besar Vandra untuk ia turunkan dari wajahnya. Ia mundur dan menunduk, "Maaf mas Vandra saya permisi dulu." Zea berlari membuka pintu sliding kaca.
Vandra menggeleng sambil terkekeh melihat wajah takut Zea. Gadis itu terlihat begitu polos dan cantik!
Vandra berjalan dengan santai ke arah dapur, seperti niatnya diawal. Dia merebus air untuk membuat teh panas. Sementara seorang lelaki datang dengan handuk yang hanya melilit bagian pinggang.
"Gue mau juga dong, gue kedinginan." pinta Kaiden dengan suara menggigil
Vandra memutar tubuh menatap Kaiden dari atas sampai bawah, "Lain kali nginep aja sekalian, dari pada pulang kehujanan." ucap Vandra perhatian namun dengan nada dinginnya.
Kaiden berdecak, "Ckk,, gue cowok normal, gak baik kalau sampek staycation." ucapnya dengan sedikit kekehan, setelahnya Kaiden berlari mengudaki anak tangga saat ada sendok yang Vandra lempar kearahnya
"Ashuu" umpat Vandra tertahan
Srettt
Pintu sliding kaca terbuka dari luar, Zea masuk dengan tatapan dinginnya. Zea harus segera melanjutkan ulangan pel nya tadi. Ia berjalan lurus tanpa menoleh pada Vandra yang sedari tadi memperhatikan.
***
"Zea" panggil Esti
Esti dan sang suami sudah bersiap, mereka selalu berpergian berdua, apalagi jika weekend, mereka akan bermain golf bersama teman, terkadang sedikit banyaknya juga membicarakan tentang perusahaan.
Vandra menuruni undakan tangga dengan perlahan, "Van, Zea mana?" tanya Esti
Vandra tersenyum tipis jika mengingat tentang Zea.
Esti menyipitkan matanya menatap sang putra, "Heh! Ditanya malah senyum-senyum!"
Vandra tertawa,"Si Zea lagi digodain pak Vincent tuh didepan."
"Pak Vincent" Elias membeo
"Duda bau tanah itu godain Zea?" Esti naik pitam, ia menyisihkan lengan baju pajangnya ke atas, ia melangkah cepat untuk keluar.
Di halaman luas paving block depan sini, Zea sedang menyapu daun pohon karsen yang berjatuhan akibat hujan semalam. Zea hanya diam menanggapi cerita dari orang yang berdiri diluar pagar besi, yakni seorang pria tua berumur 50 tahun lebih. Benar seperti yang dikatakan oleh Vandra. Vincent, lelaki tua itu sedang mengajak Zea bercerita.
Berulang kali tangan Vincent ingin menggapai, tapi tak bisa karena terhalang oleh pagar besi, Zea merasa sedikit risih karena sedari tadi Vincent sedang garuk-garuk alat vitalnya.
Penampilan nya ya biasa saya kayak bapak-bapak kompleks, cuman si Vincent ini sedikit aneh, ia hanya menggunakan sarung kotak-kotak berwarna merah menyala, dipadukan dengan kemeja berwarna hijau Sage yang kancingnya tidak terpasang pada tempatnya.
Melihat Esti yang sedang emosi, Vandra mengejar dengan langkah cepat, "Mah sabar Ma."
Zea ditarik paksa oleh Esti, hingga tubuhnya jatuh membentur paving block, "Aargh" dingin Zea memegang lututnya
"Zea kamu gapapa?" Vandra menolong ia memegang tangan Zea yang sedikit terluka, lututnya juga tergores dan berdarah
"Dasar sinting, pergi kamu." usir Esti emosi
Vincent adalah lelaki tua yang akan selalu mengganggu wanita daerah kompleks, sudah berulang kali ia berulah, ia akan mengejar. Vincent juga kerap kali berprilaku tak senonoh, seperti menunjukan alat vitalnya.
"Ayo sini sayang." Vincent membuka sarungnya dan menunjukan alat vitalnya pada Esti.
Vandra langsung mendekap Zea dalam pelukannya, ia melarang Zea untuk melihat.
Esti mengambil sapu lidi milik Zea, dan memukul ujung gagang sapunya.
Tak
Tak
Tak
Gagang sapu Esti pukul ke arah pagar besi itu, "ih titidmu burik."
Tak
Hampir kena dan membuat Vincent meringis, ia langsung memegang burung perkutut nya, "Burung saya jadi miring gara-gara kamu." Ia menuding wajah Esti.
Vincent berlari dan berteriak kuat, "Burung saya miring."
"Burung saya miringg..."
"Tolongg... Burung saya miring digigit Esti."
Vincent berlari dan terus berteriak sepanjang kompleks, sebelum. "Arkhhh."
"Burung ku, Arkhhhh.... Anjing sialan" suara Vincent menggema diiringi lolongan anjing yang mengejar.
"Mampuss!" tetangga Esti menghampiri
"Teriak di wilayah pojokan yang punya banyak anjing, ya kapok!" ia tertawa bersamaan dengan Esti
"Lain kali jangan gigit punya pak Vincent ya Buk Esti, punya pak Eli-"
"Ashuu!" Esti memukul gagang sapu tadi ke pagar besi, membuat tetangganya pergi dengan tawa renyahnya.
"Hadiii..."
"Hadi Cahyono Kumolonimbus" teriak Esti memanggil satpam
"Iya Bu" Hadi datang berlari
"Buang dan bakar sapu ini." Esti melempar jijik
Esti memegang tangan Zea, "Ze maaf ya, saya gak bermaksud kasar begini, dia itu lelaki gila, kamu bisa liat sendiri tadi kalau dia nunjukin titid nya."
"Iya Bu gapapa."
Bilangnya gapapa padahal kenapa-napa, dasar cewek, huu.
"Udah ayo masuk, kita obatin lukanya." ajak Esti
Vandra menuntun, "Bisa cepet gak jalannya?"
"Sakit mas, mana bisa cepet!" omel Zea
"Mah kata Zea, mpfhh-" bibir Vandra dibekap Zea.
Vandra melotot ia segera menggendong Zea ala karung beras.
"Mas Vandraaa..."
"Turuninnn..."
"Mas Vandra..."
Dilantai atas sini Kaiden menatap seluruh interaksi yang Zea lakukan, sebelum adanya keributan, dan berakhir melihat Vandra memeluk dan mendekap Zea.
Matanya memanas, "cewek yang tadi pagi bukain pintu gue, bukan Vara?"
"Dia kembali"
"Zea-nya Kaiden kembali"
Detik kemudian air matanya menetes.