Perjalanan hidup keluarga Pak Diharjo yang sehari harinya sebagai penyadap karet.
Keluarga pak diharjo adalah keluarga sederhana bahkan terkesan sangat sederhana, namun begitu cukup bahagia sebab anak anaknya rukun dan saling sayang.
Pak diharjo memiliki enam orang anak, satu laki laki lima perempuan.
Bu kinasih adalah istri Pak diharjo memiliki watak yang sabar dan penyayang walau pun sedikit cerewet.
Sabar terhadap suami, penyayang terhadap suami dan anak anaknya namun cerewet hanya kepada anak anaknya saja.
Adira adalah anak sulung Pak Diharjo dan Bu Kinasih memiliki watak yang keras pemberani tegas galak namun penyayang juga.
Dimas anak kedua Pak harjo dan Bu asih juga wataknya juga keras kepala pemberani namun sedikit kalem tidak ugal ugalan seperti anak anak remaja seusianya.
Dimas adik yang cukup perhatian pada kakaknya, suka dukanya sejak kecil slalu ia lalui berdua dengan sang kakak.
Namun kebahagiaan keluarga itu berubah sejak dimas memutuskan untuk menikah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Syahn@87, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jawaban Dari Do'a Bu Asih
Setelah selesai sholat magrib acara pemakaman pun dilaksanakan.
Selesai acara pemakaman dan doa dirumah pak harjo semua tetangga sudah pada pulang, hanya tinggal nek yuli dan penghuni rumah pak harjo yang tinggal.
Pak harjo tidur tepat ditengah pintu ruang tengah rumahnya, sedangkan bu asih ditemani adira di kamar bu asih sangat berduka, ia terus menangis kehilangan anak kembarnya.
Tepat tengah malam tiba tiba saja pak harjo tertawa tawa sendiri sambil matanya masih terpejam rapat.
Joo bangun he bangun jo harjooo!!!, panggil nek yuli sambil menggoyang goyangkan tubuhnya.
Astagfirullah., ujar pak harjo terkejut.
Kamu mimpi apa?, tanya nek yuli.
Itu bi saya mimpi digelitiki si kembar, kedua anak itu seperti ngajak saya bercanda., jawab pak harjo yang ternyata sedang memimpikan kedua bayinya yang baru saja ia makamkan tadi.
Hmmm ya sudah sana pindah jangan tidur ditengah pintu begini., ucap nek yuli.
Pak harjo pun tak membantah ia langsung pindah tempat menuju ruang tengah untuk melanjutkan tidurnya.
Keesokan harinya seperti biasa adira dibangunkan pagi pagi sekali untuk mandi dan sekolah, tapi ada sedikit perbedaan pagi itu.
Jika biasanya adira dibangunkan pukul 4pagi bersama paman abang dan sepupu sepupunya itu untuk latihan silat terlebih dahulu, kali ini ia dibangunkan pukul 05:00 pagi dan langsung ke sumur membawa piring piring kotor, meski pun jarak sumur dengan makam si kembar cukup dekat namun adira tak jadikan itu sebuah alasan untuk tidak ke sumur diwaktu yang masih sangat gelap itu.
Ya adira tak memiliki rasa takut pada apa pun, itu karna memang sejak masih sangat kecil adira sudah dilatih menjadi pemberani oleh ayahnya.
Selesai mandi dan mencuci piring adira langsung pulang, ia langsung memakai seragam dan bersiap menyambut jam keberangkatan nya ke sekolah, namun setelah ia selesai bersiap ia membantu dimas untuk bersiap juga, kalo adira mandi disumur sedang dimas mandi dibelakang rumah dibantu ranti.
Ranti mengurus dapur menggantikan bu asih untuk sementara dibantu herman dan arman, sedang bu asih sendiri tak mau keluar dari kamar ia terus menangis bahkan tak mau makan dan minum.
Selesai sarapan pagi adira dan adiknya langsung pergi sekolah, sementara ranti dirumah bersama nek yuli mengurus bu asih, susah payah ranti dan nek yuli membujuk bu asih agar mau makanmakan, sampai bu asih makan walau cuma dua suap saja.
Pulang sekolah adira mencari keberadaan ibunya di rumah, tapi tak ia temukan, adira keluar masuk rumah sampai keliling rumah mencari ibuhya tapi tak juga ketemu.
Ranti mana mamak?, tanya adira.
Tadi dikamar kak, pas aku mau bikin tikar bude lagi dikamar., jawab ranti.
Adduuhhh rantiii kamu tau mamak lagi ga baik baik saja kamu malah sibuk bikin tikar bukannya temani mamak aja., kesal adira.
Maaf kak tadi pas tak antar makanan bude kayak udah baik baik aja jadi aku bikin tikar., jawab ranti merasa bersalah.
Adira tak lagi banyak bicara ia pun langsung pergi meninggalkan ranti yang masih duduk disamping rumah menganyam tikar pandan sambil menjaga melani adik kecil adira yang baru berusia masuk 3tahunan itu.
Kemana mamak ya?, bisik adira dalam hati sambil matanya terus jelalatan mengitari sekitar kebun belakang rumahnya.
Ahk jangan jangan ada dimakam kembar., bisik hati adira lagi sambil terus berjalan menuju makam adik kembarnya.
Benar saja, bu asih terlihat sangat terpuruk, ia terus menangis duduk di samping nisan sikembar, suara tangisan yang begitu pilu menyayat hati, adira sedih melihat keadaan ibunya.
Perlahan adira menghampiri sang ibu sejujurnya ia bingung harus bagaimana melihat kondisi ibunya, adira belum cukup umur untuk bisa memahami itu.
Mak ayo pulang, mamak makan dulu ini sudah siang., ujar adira selembut mungkin.
Kamu ngapain kesini, sana kamu pulang aku tidak lapar., ketus bu asih yang merasa terganggu oleh munculnya adira.
Ayolah mak pulang dulu., pinta adira yang khawatir ibunya kenapa napa.
Kita persingkat saja ceritanya ya.
Hari berlalu sampai sudah 40hari lewat keadaan bu asih tetap saja seperti itu, ia hanya pulang ke rumah untuk sholat saja kalo dituruti malam pun ia ingin tetap selalu dimakam anaknya.
Namun seluruh penghuni rumah pak harjo sebisa mungkin menjaga agar bu asih tak ke makam dimalam hari.
Sejak kehilangan anak kembarnya bu asih juga banyak menghabiskan waktu nya di atas sajadah setelah masa nifasnya selesai baik setelah sholat fardhu atau pun sunah, bu asih berdoa dengan terus berurai airmata.
Sudah masuk 51hari setelah kepergian si kembar namun keadaan bu asih tak juga membaik, hanya menghabiskan waktu diatas sajadah dan terus menangis juga lebih sering duduk dimakam jika tak sedang sholat, semua keluarganya pun jadi semakin khawatir, sampai akhirnya pak harjo membawa bu asih kekampung sebelah pak harjo berniat menjauhkan bu asih dari makam anak kembarnya untuk sementara atas usulan adik dan ponakan ponakannya.
Pak harjo membawa bu asih ke rumah nek titin ibu kandung pak harjo dan kek sarip ayah tiri pak harjo, mereka akan tinggal dirumah orangtua itu untuk sementara dan akan pulang setelah mental bu asih membaik.
Selama dikampung tunggalsari (kampung nek titin) keadaan bu asih sudah sedikit membaik karna kasih sayang tulus dari nek titin dan suaminya yang membantu merawat bu asih dan membantu memulihkan mental bu asih.
Disaat pak harjo kerja bu asih dirumah slalu ditemani nek titin dan dihibur agar bu asih tak melamun, bu asih sendiri masih tetap mempertahankan ibadah sholat sunahnya baik dhuha mau pun hajat dan tahajud nya, ia bersungguh sungguh meminta pada Tuhan agar diberi keikhlasan hati yang benar benar ikhlas.
Bu asih sejak awal hadir di keluarga pak harjo ia memang langsung menjadi kesayangan di keluarga pak harjo, baik orangtua kandungnya mau pun orang tua tirinya dan bahkan seluruh adik adiknya baik adik kandung atau pun adik tirinya semua sangat sayang pada bu asih, bahkan mereka semua jauh lebih sayang pada bu asih dari pada kepada pak harjo sendiri.
Jika bu asih sampai sedih atau menangis maka baik orangtua pak harjo atau pun adik adiknya mereka semua akan langsung memarahi pak harjo tanpa bertanya dulu awalnya bagaimana atau siapa yang salah bagi mereka semua pak harjo lah yang salah.
Hal itu disebabkan sejak awal bu asih jadi istri pak harjo bu asih tak pernah marah sedikit pun pada siapa pun, walau ia disinggung bagaimana pun oleh siapa pun ia hanya tersenyum tak pernah marah, meski ia pernah disakiti oleh adik iparnya tanpa melakukan kesalahan bu asih tak pernah melawan bahkan tak membela diri walau ia tau ia tak bersalah sampai pada akhirnya iparnya itu sadar dan malu sendiri tapi bu asih tak pernah membuat iparnya merasa malu.
1kampung nek titin semua bersikap baik dan sayang pada bu asih, ditambah lagi sifat bu asih yang rajin dan tak pernah perhitungan, soal pekerjaan atau pun makanan bu asih slalu mengalah pada mertua dan ipar iparnya.
2bulan lebih 20hari berlalu semenjak kepergian si kembar, bu asih baru saja selesai menjalankan ibadah sholat dhuha nya, setelah selesai sholat dhuha ia langsung membaca al qur'an beberapa lembar, setelah itu ia masuk kamar ia berbaring untuk meluruskan pinggangnya yang ia rasa nyeri.
Bu asih berbaring sambil berdzikir, sedang nek titin dan suami pergi ke sawah untuk mengurus tanaman padinya, pak harjo sendiri pergi menyadap dikebun karet ayah tirinya, julia adik bungsu pak harjo dari ayah tirinya sedang baring baring malas diruang tamu didepan kamar yang bu asih tempati.
Bu asih tidak tidur pulas, ia hanya berdzikir sambil memejamkan matanya untuk mencari ketenangan hati dan fikirannya agar ia bisa sedikit melupakan si kembar, namun tiba tiba...
Mata bu asih langsung terbuka lebar melihat adanya cahaya yang bersinar terang menusuk masuk tepat diperut bu asih, cahaya itu tidak menyebar kemana mana, cahaya itu menyatu seolah hanya fokus menyinari perut bu asih saja, bu asih hanya bisa melihat tapi tak bisa bergerak, bahkan ia sama sekali tak bisa walau hanya sekedar bersuara saja.
Bu asih ingin teriak minta tolong, tapi ia seperti mayat hidup, tak mampu berbuat apa apa tapi ia bisa melihat apa yang terjadi.
Sekitar 30menit berlalu cahaya itu mulai sedikit demi sedikit memudar, 10menit kemudian cahaya itu benar benar sirna, nafas bu asih kembali normal, ia pun langsung bangun mendadak ngos ngosan teringat peristiwa yang baru saja terjadi.
Semenjak kejadian itu bu asih pun terus berfikir apa yang baru saja terjadi padanya, ia merasa aneh dan bingung, sore harinya pak harjo dan orngtua nya sudah dirumah dan sedang duduk berkumpul di ruang tamu, disitu bu asih pun langsung menceritakan apa yang jam 09:00 pagi tadi terjadi.
Pak harjo dan orangtua nya pun merasa heran, tapi kek sarip kemudian menenangkan kecemasan semua yang ada diruang tamu rumahnya itu.
Tenang, mungkin itu jawaban dari Tuhan atas semua doa doamu asih, kamu jangan takut, bapak yakin itu bukan sesuatu yang buruk untukmu., nasihat kek sarip.
Semangat ya buat othor. oiya Kapan2 mampir2 ya kak ke ceritaku juga. 'Psikiater, Psikopat dan Pengkhianatan' mksh