Judul: Ninja Rian dari Surabaya
(Bab 1: Kehidupan Sehari-hari Ninja Rian)
Di sebuah warung kopi pinggir jalan di Surabaya...
Rian: (meminum es teh dengan santai) “Aku ini ninja loh, tapi kok kerjaanku malah jadi kurir paket, ya?”
Farid (teman Rian): (tertawa kecil) “Ninja dari mana, Ri? Orang Surabaya kok ninja? Ninja itu dari Jepang, bukan?”
Rian: “Lah, ninjanya internasional dong! Mana ada ninja cuma di satu tempat aja. Sekarang kan eranya globalisasi. Ninja Surabaya juga ada.”
Farid: (mengangguk sambil menahan tawa) “Terus, apa jurus andalanmu?”
Rian: (bersemangat) “Jurus kiriman kilat! Paketmu pasti sampai dalam 30 menit atau gratis!”
Farid: “Itu bukan jurus ninja, Ri. Itu ekspedisi.”
Rian: “Eh, jangan salah! Ninja itu kan harus cepat, tak terlihat, dan efisien. Aku kalau kirim paket nggak pernah kelihatan sama orang, tiba-tiba aja paketnya sampai depan rumah! Aku bahkan pakai motor ninja.”
Farid: “Jadi kamu ninja yang pakai motor ninja, gitu?”
Rian: “Lah, iya. Kalau nin
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ramos Mujitno Supratman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Judul: Ninja Rian dari Surabaya
(Bab 7: Rian Belajar Silat)
Setelah mengusir mafia motor, Rian merasa perlu meningkatkan kemampuannya. Dia pun memutuskan untuk belajar silat agar bisa lebih siap menghadapi berbagai tantangan. Namun, tidak semua berjalan mulus.
Di sebuah dojo silat di Surabaya...
Rian: (masuk dengan percaya diri) “Halo, saya Rian, mau belajar silat! Saya ninja kurir, lho!”
Guru Silat (Pak Darto): (melihat Rian dengan skeptis) “Ninja kurir? Hm, baiklah. Silakan gabung, tapi ingat, silat itu butuh disiplin dan ketekunan.”
Rian: “Siap, Pak! Saya ninja, pasti bisa!”
(Setelah beberapa menit pemanasan, Pak Darto mulai mengajarkan gerakan dasar silat. Rian mencoba menirukan dengan semangat.)
Pak Darto: “Oke, sekarang coba gerakan ini. Namanya Tendangan Kuda. Kaki depan lurus, dan tendang dengan kuat.”
Rian: “Oke, Pak! Siap!”
(Rian mengangkat kaki dan melakukan tendangan, tapi dengan terlalu semangat, dia malah terjatuh ke belakang.)
Rian: “Aduh! Coba lagi, deh!”
Setelah beberapa kali jatuh dan mencoba gerakan lain, Rian mulai merasa frustrasi.
Pak Darto: (menyemangati) “Jangan patah semangat, Rian! Semua butuh proses. Coba sekarang Gerakan Ayam Jantan. Lebih sederhana!”
Rian: “Ayam jantan? Bisa, Pak!”
(Dia mencoba melakukan gerakan itu, tetapi kakinya terbelit, dan dia hampir jatuh lagi.)
Rian: “Wah, sepertinya saya lebih cocok jadi ayam daripada ninja.”
(Teman-teman di dojo tertawa, termasuk Pak Darto.)
Setelah sesi latihan yang panjang dan penuh jatuh bangun, Rian masih berusaha keras. Di tengah latihan, dia mengeluarkan jurus andalannya, yang dia kira bisa membantunya.
Rian: “Hiaaat! Jurus Ninja Super Cepat!”
(Dia berlari dan berusaha melakukan gerakan berputar, tetapi malah tersandung dan jatuh ke kolam kecil di sisi dojo.)
Pak Darto: (sambil tertawa) “Rian, itu bukan jurus, itu namanya Jurus Terjun Bebas!”
Rian: (basah kuyup) “Wah, tidak ada yang bilang belajar silat itu basah!”
Setelah sesi latihan, Rian merasa lelah tapi tetap semangat. Di luar dojo, dia bertemu teman-teman baru.
Teman Dojo (Dewi): “Kamu lucu banget, Rian! Belajar silat sambil bikin kita ketawa.”
Rian: “Ya, tapi saya harus bisa! Suatu saat, saya ingin jadi ninja yang tangguh!”
(Dewi tersenyum dan menawarkan untuk membantunya berlatih.)
Beberapa minggu kemudian, Rian semakin terbiasa dengan gerakan silat, meskipun tetap ada momen lucu. Dia mulai bisa menguasai beberapa teknik, tapi kadang-kadang masih saja tergelincir.
Rian: “Nah, sekarang saya sudah bisa, nih! Coba lihat!”
(Dia melakukan tendangan, tetapi kali ini malah mengenai botol minum di sampingnya, yang kemudian tumpah ke arah Pak Darto.)
Pak Darto: “Awas! Mungkin kamu harus latihan lebih fokus!”
Rian terus berlatih dan belajar dari kesalahan. Meskipun sering mengalami kejadian lucu, dia tetap bertekad untuk menjadi ninja yang lebih baik. Suatu hari, dia berencana untuk menggabungkan kemampuan ninja dan silatnya dalam satu misi yang lebih besar!
Tamat Bab
Siapakah yang akan menjadi lawan Rian selanjutnya? Apakah dia bisa menggunakan keterampilan silatnya dalam petualangan mendatang? Tunggu saja!
(Bab 8: Rian Mulai Belajar Silat)
Rian, yang baru saja menyelesaikan petualangan melawan mafia motor, memutuskan untuk belajar silat. Dia berpikir, “Kalau bisa menggabungkan kemampuan ninja dan silat, pasti jadi pahlawan super!”
Di dojo silat yang penuh dengan aroma keringat dan semangat belajar...
Pak Darto (Guru Silat): “Selamat datang, Rian! Siap untuk belajar silat?”
Rian: (dengan semangat) “Siap, Pak! Saya ninja, jadi pasti bisa!”
(Setelah pemanasan, Pak Darto mengajari gerakan dasar.)
Pak Darto: “Oke, coba lakukan Tendangan Kuda. Kaki depan lurus, dan tendang!”
Rian: “Oke, ini dia!”
(Rian mencoba melakukan tendangan, tetapi dengan semangat berlebih, dia malah terjatuh dan terpelosok ke tumpukan karpet.)
Rian: “Aduh! Satu-satu, Pak! Nggak ada yang bilang saya harus melawan karpet juga!”
Setelah berusaha bangkit, Rian berusaha mengalihkan perhatian dengan berlatih lagi. Dia mulai mencoba gerakan baru.
Pak Darto: “Sekarang coba gerakan Ayam Jantan. Lihat ini!”
(Pak Darto memperagakan gerakan ayam dengan anggun. Rian berusaha menirukan, tapi dia malah berputar dan kehilangan keseimbangan.)
Rian: “Hah! Saya jadi ayam, ya? Jangan-jangan saya bisa jadi bintang di acara masak ayam!”
(Semua orang di dojo tertawa.)
Setelah beberapa sesi latihan, Rian semakin percaya diri. Namun, saat mencoba jurus baru, dia mengeluarkan jurus andalannya, yang sebenarnya tidak ada di buku panduan.
Rian: “Hiaaat! Jurus Ninja Berputar Kencang!”
(Dia berlari dan berputar, tetapi tidak lama kemudian, dia terjatuh ke dalam kolam kecil di samping dojo.)
Pak Darto: (tertawa) “Jurus apa itu, Rian? Itu jurus Jatuh Bebas! Belajar silat bukan berarti nyebur kolam!”
Setelah kelas, Rian bertemu teman-teman baru di dojo.
Dewi: “Kamu lucu banget, Rian! Belajar silat sambil bikin kita ketawa!”
Rian: “Ya, harus bisa menghibur! Siapa bilang belajar silat itu serius terus?”
(Mereka mulai berlatih bersama, dan Rian tidak mau ketinggalan untuk menunjukkan kemampuannya.)
Di sesi latihan selanjutnya, Rian merasa percaya diri dan ingin melakukan serangan keren.
Rian: “Sekarang saya mau coba gerakan Tendangan Maut! Hiaaat!”
(Dia melompat tinggi, tapi saat mendarat, kakinya terpelintir dan dia malah terjatuh ke belakang.)
Rian: “Eh, ini sih bukan tendangan maut, ini Jatuh Terbang! Ayo, siapa yang mau niru?”
(Semua orang tertawa terbahak-bahak.)
Walaupun banyak kejadian konyol, Rian terus berlatih dan tidak menyerah. Dia mulai mengenal teknik-teknik silat, meski kadang masih terjatuh atau tersandung.)
Pak Darto: “Rian, ingat, silat butuh konsentrasi. Jangan sampai jatuh lagi, ya!”
Rian: “Tenang, Pak! Saya sudah belajar banyak dari jatuh! Kalau jatuh, artinya saya sedang berlatih melompat!”
(Semua orang tertawa lagi.)
Di akhir sesi, Pak Darto memberikan pujian kepada Rian.
Pak Darto: “Rian, kamu memang unik! Silat itu tentang ketekunan dan tidak menyerah. Teruslah berlatih!”
Rian: “Terima kasih, Pak! Dengan silat ini, saya akan jadi ninja terhebat di Surabaya! Atau setidaknya, ninja terlucunya!”
(Semua orang di dojo bersorak, menyemangati Rian. Dia merasa senang meskipun perjalanan belajarnya penuh tawa dan kesalahan.)
Tamat Bab
Petualangan Rian sebagai ninja dan silat baru saja dimulai. Siapa tahu, mungkin akan ada tantangan yang lebih seru dan lucu di depan!
(Bab 9: Rian Kaya Mendadak)
Suatu hari, saat Rian sedang menjalani rutinitasnya sebagai ninja kurir, dia menemukan sesuatu yang tidak terduga. Di pinggir jalan, ada sebuah tas yang tergeletak. Rian, yang penasaran, menghampiri tas tersebut.
Di pinggir jalan Surabaya...
Rian: (melihat tas) “Hmm, apa ini? Tas mahal banget. Semoga bukan jebakan, deh.”
(Dia membuka tas tersebut dan terkejut melihat isinya. Uang tunai berjilid-jilid dan beberapa perhiasan berkilauan.)
Rian: “Wow! Ini bisa beli motor baru, mobil, bahkan rumah! Saya kaya mendadak!”
(Rian merasa seperti pahlawan super, seolah-olah baru saja menemukan harta karun. Dia bergegas pulang dengan tas itu.)
Di rumahnya, Rian mulai menghitung uang dengan semangat. Temannya, Farid, datang berkunjung.
Farid: “Eh, Rian! Apa kabar? Kenapa kamu terlihat sumringah banget?”
Rian: (senyum lebar) “Lihat ini, Farid! Saya menemukan tas berisi uang!”
Farid: (kaget) “Serius? Banyak banget! Kamu mau ngapain?”
Rian: “Saya mau investasi! Pertama, beli motor ninja baru!”
(Farid tertawa.)
Farid: “Ninja beneran, ya? Kamu yakin mau belanja, bukan kasih ke orang yang butuh?”
Rian: “Ah, tenang saja! Saya juga mau bagi-bagi. Mulai dari es krim di depan rumah!”
Rian pun mulai berbelanja. Dia membeli motor baru, pakaian mahal, dan makanan enak. Semua teman-temannya pun diajak merayakan kekayaan barunya.
Di restoran mewah...
Rian: “Semua makanan di sini! Ambil yang paling mahal!”
(Setelah makan, tiba-tiba seorang pria datang dan terlihat gelisah.)
Pria Misterius: “Maaf, apakah Anda menemukan tas ini? Itu milik saya!”
Rian: (panik) “Eh, saya… saya tidak tahu!”
(Namun, Rian merasa bersalah. Dia ingat pesan Farid.)
Rian: “Tunggu! Ini kan uangmu? Saya mau kembalikan!”
(Rian mengembalikan tas itu. Pria itu tampak terkejut.)
Pria Misterius: “Terima kasih! Kamu adalah orang yang jujur. Ini untukmu sebagai imbalan!”
(Pria itu memberi Rian sejumlah uang yang lebih sedikit, tapi Rian merasa bahagia.)
Rian kembali ke rumah dengan senyum lebar.
Rian: “Jadi, ternyata jujur itu bikin hati tenang!”
(Farid datang lagi.)
Farid: “Bagaimana? Dapat uang tambahan?”
Rian: “Iya! Dan yang terpenting, saya tidak perlu berurusan dengan polisi!”
(Mereka berdua tertawa. Rian menyadari bahwa kekayaan yang sesungguhnya bukan hanya dari uang, tetapi juga dari kebaikan hati.)
Tamat Bab
Rian belajar bahwa harta bisa datang dan pergi, tapi kebaikan akan selalu membawanya ke jalan yang lebih baik. Siapa tahu, petualangan baru apa yang akan datang selanjutnya?
(Bab 10: Ninja vs Tetangga, Perang Kocak)
Hari itu tampak cerah di Surabaya, dan Rian, sang ninja kurir, sedang menikmati sore santai di rumahnya. Namun, ketenangan itu tidak bertahan lama. Tetangganya, Pak Slamet, tiba-tiba datang dengan wajah penuh kemarahan.
---
Di depan rumah Rian...
Pak Slamet: (sambil mengetuk pintu keras-keras) “Rian! Keluar kamu!”
Rian: (kaget) “Wah, ada apa ini? Perasaan tadi saya nggak bikin masalah, deh.”
(Rian membuka pintu dan langsung disambut oleh Pak Slamet yang melotot.)
Pak Slamet: “Kamu! Gara-gara kamu, jemuran saya hilang ditiup angin ke rumah Bu Tini!”
Rian: (bingung) “Hah? Apa hubungannya sama saya, Pak?”
Pak Slamet: “Kamu latihan jurus ninja di depan rumah, anginnya bikin baju saya terbang ke mana-mana!”
(Rian yang awalnya bingung, sekarang mulai tertawa dalam hati. Namun, dia berusaha untuk tetap serius.)
Rian: “Oh, jadi karena jurus saya? Maaf, Pak. Saya nggak sengaja. Tapi, kan, Pak Slamet bisa ambil bajunya lagi ke Bu Tini?”
Pak Slamet: “Ya nggak segampang itu! Masa saya mau nyusul bajuku sampai ke kandang ayam?!”
(Mendengar itu, Rian hampir saja tertawa terbahak-bahak, tapi dia menahannya.)
Rian: “Wah, kalau gitu saya bantu ambil, Pak. Kita bisa mulai dari kandang ayam Bu Tini, siapa tahu baju Pak Slamet lagi main petak umpet.”
(Pak Slamet melotot, sementara Rian berusaha menenangkan situasi.)
---
Setelah kejadian "baju terbang", Rian mengira semuanya selesai. Tapi, tidak lama kemudian, Bu Tini muncul dengan ember cucian di tangannya.
Bu Tini: “Rian! Saya juga mau protes!”
Rian: (mengelus dahi) “Waduh, apa lagi ini? Ada apa, Bu Tini?”
Bu Tini: “Jurus ninja kamu kemarin itu bikin burung peliharaan saya stres! Sekarang nggak mau berkicau lagi. Kamu bikin burung saya jadi kayak meditasi!”
(Rian langsung teringat dia pernah latihan lompat-lompat di halaman belakang, dan mungkin tanpa sadar membuat burung Bu Tini kaget.)
Rian: “Maaf, Bu! Nanti saya ajarin burungnya jurus ninja juga biar bisa tenang.”
Bu Tini: “Jangan-jangan burung saya malah jadi ninja juga!”
(Rian tertawa keras membayangkan burung dengan ikat kepala ninja, sementara Bu Tini hanya bisa menggeleng.)
---
Tidak berhenti di situ, tetangga lainnya, Pak Udin, datang sambil menyeret sapu lidi.
Pak Udin: “Eh, Rian! Saya juga mau komplain!”
Rian: “Astaga, Pak Udin, ada apa lagi sekarang?”
Pak Udin: “Kamu latihan ninja sampai tengah malam! Suara 'hiyah-hiyah' kamu bikin saya mimpi dikejar hantu ninja!”
Rian: “Pak, itu bukan hantu. Itu jurus Bayangan Malam saya!”
Pak Udin: “Mimpi saya malah berubah jadi film horor, tau nggak? Saya bangun keringat dingin karena suara kamu!”
(Rian tidak bisa lagi menahan tawanya dan tertawa terbahak-bahak.)
Rian: (sambil tertawa) “Maaf, Pak Udin! Mungkin besok saya latihan pakai mode bisu aja, ya?”
(Pak Udin menatap Rian dengan serius, tapi tidak lama kemudian ikut tertawa juga.)
Pak Udin: “Kamu memang bikin susah, tapi juga bikin ngakak!”
---
Pertemuan tetangga berubah menjadi sesi tertawa bersama. Mereka mulai bercerita tentang kejadian lucu lainnya saat Rian berlatih ninja di sekitar rumah. Dari jemuran yang terbang, burung yang stres, sampai Pak Udin yang mimpi buruk.
Pak Slamet: “Ayo, Rian! Jurus ninja apa lagi yang kamu punya? Saya mau lihat, siapa tahu bisa bikin ayam-ayam saya malah berbaris sendiri!”
Rian: (tertawa) “Pak, kalau jurus itu mah terlalu canggih! Nanti ayamnya malah ikut demo!”
(Semua tertawa lebih keras, hingga beberapa tetangga yang lain datang dan ikut nimbrung.)
Bu Tini: “Rian, kamu bikin kita susah, tapi tanpa kamu, nggak ada hiburan di sini!”
Rian: “Hahaha, tenang, Bu. Saya akan terus latihan. Tapi nanti saya coba jangan sampai burungnya stres lagi!”
---
Setelah kejadian itu, hubungan Rian dengan tetangga-tetangganya menjadi lebih akrab. Meskipun jurus-jurus ninjanya sering menimbulkan kekacauan, mereka tahu bahwa hidup di sekitar Rian selalu penuh dengan tawa.
---
Tamat
Rian belajar bahwa meskipun menjadi ninja adalah tugas yang serius, sesekali menciptakan tawa di antara tetangga bisa menjadi jurus terbaik. Tapi, siapa tahu, ke depannya mungkin ada tetangga yang justru ikut belajar ninja dengannya!
gabung yu d Gc Bcm..
d sini ada event menarik beserta reward juga ad mentor senior yg bs bimbing
caranya mudah wajib follow aku sebagai pemilik Gc Bcm ya.
Terima kasih.