kisah seorang wanita yang berjuang hidup setelah kehilangan kedua orang tuanya, kemudian bertemu seorang laki-laki yang begitu mencintainya terbuai dalam kemesraan, hingga buah hati tumbuh tanpa pernikahan.
sungguh takdir hidup tak ada yang tahu kebahagiaan tak berjalan sesuai keinginan, cinta mereka Anita dan seno harus terpisah karena status sosial dan perjodohan dari kedua orang tua seno.
bertahun-tahun Seno menjalani kehidupan tanpa cinta, takdir tak terduga dan kini mereka di pertemuan kembali.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arya wijaya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ANITA MARAH
Tania hanya menyimak perseteruan Anita dan Seno.
"Sepertinya Seno dan Anita kini bertengkar"
Ucap Tania dalam hatinya, merasa puas akan situasi ini.
"Seno.. Terimakasih banyak ya Kamu sudah membawa Fathia tepat waktu"
"Itu tanggung jawab Aku sebagai ayah"
Tania kini bersedih mendengar kata-kata Seno, dan Ia pun berterimakasih lagi atas sikap dan perlakuannya untuk Fathia.
"Aku gak pernah pilih Kasih, Fathia, Sena, Mereka berdua sama-sama anakku"
Lagi dan lagi Tania langsung memeluk Seno tanpa berfikir jika dirinya kini bukan lagi istri Seno.
Seno sebenarnya risih akan hal ini, namun situasi saat ini sedang berduka atas kejadian Fathia tadi, jadi Ia membiarkan dirinya di peluk Tania.
Anita yang memperhatikan Seno dari kejauhan kini melihat pemandangan itu lagi.
"Katanya gak pernah suka di Pegang-pegang Tania, tapi mana sekarang Dia mau-mau saja tuh di peluk lama oleh Tania, dasar laki-laki tetap saja tabiatnya buaya darat"
Ucap kecemburuan Anita melihat Seno dan Tania berpelukan.
Dari pada semakin cemburu, Anita kini benar-benar pulang ke rumah.
"Ayo sayang Kita pulang"
"Tapi Mah, Aku mau tahu keadaan Fathia"
"Sudah nanti juga Om Papah akan beritahu kabarnya Fathia, sekarang Kita lebih baik pulang"
Tak lama Fathia sadarkan diri suster segera memanggil Dokter untuk memeriksa kembali pasien.
Tania dan Seno terus fokus pada Fathia, setelah Dokter keluar Mereka berdua pun bertanya lagi soal keadaan Fathia.
"Alhamdulillah pasien sudah sadar"
Betapa leganya hati Tania mendengar putrinya sudah tersadar.
"Ayo Seno Kita masuk"
Saat Mereka berada di ruang IGD Tania langsung menanyakan bagaimana perasaan Fathia.
"Mamah.. Aku gak apa-apa kok Mah"
"Ya ampun Nak, Mamah tuh khawatir banget sama Kamu"
"Papah"
"Iya Sayang, Papah disini"
Ucap Seno dengan tersenyum hangat.
"Tante Anita mana?"
Tania merasa kesal mengapa Fathia menanyakan keberadaan Anita, padahal jelas kejadian ini bermula karena keteledoran Anita.
"Kamu mau apa cari Tante Anita?"
Tanya Tania dengan nada sedikit jutek, namun Seno menyahuti Tania untuk jangan berkata marah pada Fathia.
"Aku cuma mau bilang, Tante Anita gak salah apa-apa, Pah"
Seno mendengarkan ucapan Fathia, dan Ia pun menjawab,
"Iya sayang, sudah Kamu gak usah pikirkan hal macam-macam ya"
"Aku dengar Papah marah sama Tante Anita, karena Aku tadi sesak nafas di mobil"
Ternyata Fathia memperhatikan Anita dan Seno saat berdebat di dalam taksi.
"Papah gak salahin Tante Anita kok, tadi cuma panik karena keadaan Fathia"
"Jangan di marahin lagi ya Pah Tante Anita nya, kan Tante Anita gak tahu Aku alergi kacang"
Anak sekecil ini menasihati sang Ayah dengan suara lembutnya, betapa bangganya Seno dengan Fathia walaupun Ia bukan anak kandungnya, tapi sifat dan perlakuannya terhadap orang lain mengikuti sifat dirinya.
"Iya sayang, nanti Papah minta maaf sama Tante Anita ya"
Namun Tania merasa tidak senang mendengar hal ini, Ia malah berfikir mengapa bisa Fathia membela Anita seperti itu.
"Fathia, kenapa Kamu memaafkan Tante Anita, padahal Tante Anita hampir saja buat Fathia celaka"
"Mamah... Papah selalu bilang harus saling memaafkan sama orang terdekat Kita, Tante Anita dan Sena kan sekarang mau jadi saudara Aku"
Betapa bijaknya pemikiran Fathia dia usianya yang masih sekecil ini.
"Papah bangga banget sama Kamu"
Seno tersenyum mengatakan hal itu.
Karena waktu hampir malam, Seno pamit pada Fathia untuk kembali pulang, karena ada urusan yang harus di kerjakan nanti malam.
"Kenapa Kamu pulang cepat sekali Seno"
"Maaf Tania, Aku ada urusan nanti malam, Fathia gak apa-apa ya Papah tinggal, besok Papah kesini lagi"
"Iya Pah.. Mamah jangan marah-marah terus dong sama Papah, dan Papah juga jangan marah lagi ya sama Tante Anita"
Seno tersenyum, lalu Ia mencium kening Fathia dan pergi dari Rumah Sakit.
Setelah Seno pergi Tania mengatakan sesuatu yang cukup serius pada Fathia.
"Fathia Kamu sayang gak sama Mamah dan Papah"
"Sayang dong Mah"
"Kalau sayang coba dong minta Papah untuk balikan sama Mamah, supaya mamah Fathia hanya cuma satu, yaitu Mamah"
Fathia terdiam lalu Ia bertanya,
"Emang Aku bakalan punya Mamah dua?"
"Gini sayang, Papah Seno kan lagi dekat sama Tante Anita dan katanya Mereka mau menikah, artinya akan jadi suami dan istri, dan sudah pasti Tante Anita akan menjadi Mamah tiri Fathia, emang Fathia mau punya Mamah tiri?"
Fathia masih terus terdiam berfikir, lalu Tania mencoba mencuci otak Fathia jika gambaran ibu tiri itu semua jahat, saat itu juga Fathia menjawab,
"Tapi Tante Anita baik kok Mah, gak jahat"
"Ya mungkin di belakang diam-diam jahat, buktinya Tante Anita kasih kacang di minuman Kamu, Dia pasti sengaja"
"Tapi Tante Anita bilang Tante gak tahu sama alergi Aku"
"Ya itu kan cuma akal-akalan Tante Anita saja Fathia"
Tiba-tiba Fathia merasa pusing Tania pun menghentikan obrolan itu.
Tania hanya berharap semoga Fathia mau mencoba membujuk Seno untuk kembali bersamanya.
Saat di rumah Anita di telepon oleh pemilik rumah, menanyakan apakah bisa uangnya di transfer sekarang.
"Sebentar ya Bu, yang mau sewa rumah sedang pergi, katanya sih nanti malam"
Tiba-tiba saja Seno datang, dan Anita segera memberikan ponselnya kepada Seno.
"Siapa?"
"Pemilik rumah"
Seno segera berkata,
"Ya halo ini Saya dengan Seno yang akan menyewa rumah ibu"
"Loh katanya sedang pergi Mas"
"Iya ini baru saja pulang, ibu mau Saya transfer uangnya sekarang?"
"Iya Mas kalau bisa, kebetulan Saya lagi butuh"
"Bisa kok bisa, kirim nomor rekeningnya saja ya Bu, nanti setelah Saya transfer Saya akan kirim buktinya"
"Baik.. Terimakasih ya untuk kerjasamanya, semoga betah tinggal disitu"
"Iya Bu, lalu kuncinya bagaimana?"
"Saya akan kirim lewat ojol ya Mas, ke alamatnya Mbak Anita"
Setelah selesai dengan kesepakatan, Seno segara mengirimkan uang tersebut melalui via transfer M-banking.
Merasa khawatir akan keadaan Fathia, Anita pun menanyakan kondisi Fathia.
"Alhamdulillah Dia baik, sudah sadar dan sudah banyak bicara"
"Baguslah, Aku ikut senang dengarnya"
Seno jadi ingat ucapan Fathia soal perdebatan di taksi itu, lalu Seno mengatakan maaf pada Anita karena tadi sempat amarah dan emosi.
"Iya gak apa-apa, Aku ngerti kok, namanya juga anak sakit, siapa sih orang tua yang gak khawatir"
"Kamu benerankan maafin Aku"
"Hmm..."
Namun respon Anita seperti tidak setulus hati bicara pada Seno saat ini.
Anita ingin memasuki kamarnya, lalu Seno menarik lengan Anita dan berkata,
"Tapi Kamu kelihatannya masih marah sama Aku"
"Apa sih Seno, Aku gak marah Aku biasa saja"
Anita melepaskan tangan Seno, lalu Ia berjalan masuk ke kamar.
Tak lama Tante Anita pulang ke rumah.
"Assalamualaikum"
"Waalaikumsalam"
"Eh Seno, Anita mana?"
"Dia di kamar Tante"
Tante Anita pun langsung memasuki kamarnya dan mandi membersihkan badan.
Tak lama ojol yang dikirim untuk membawa kunci rumah telah datang.
"Ini Pak paketnya"
"Iya terimakasih ya"
Seno tersenyum kini Ia memiliki tempat tinggal walau tidak semewah hotel ataupun rumahnya, namun Ia merasa bahagia bisa terus dekat dengan Anita.
Malam pun tiba, makanan sudah siap di meja makan, namun hanya Anita saja yang tidak ada disini, Tante Risma pun bertanya pada Sena juga Seno.
"Sena, Mamah Kamu mana?, gak mau ikut makan"
"Gak tahu Tante, tadi sehabis dari Rumah sakit, Mamah tidur terus di kamar"
"Mamah Kamu sakit?"
Lalu Seno menjelaskan kejadian tadi siang soal Fathia yang sakit karena alergi.
"Ya ampun terus bagaimana kondisinya Seno?"
"Sudah baikan kok Tante, tapi sekarang masalahnya adalah, sepertinya Anita marah sama Aku, karena Aku tadi memarahinya dan berkata cukup kasar, Aku gak ada niat menyakiti hati Anita, cuma Aku saat itu merasa khawatir dan panik"
Mendengar penjelasan Seno, Tante Risma kini mengerti Anita pasti masih merasa sakit hati akan ucapan Seno.
"Ya sudah biarkan saja, nanti Tante yang nasihati anak itu, sekarang Kalian makan ya"
"Iya makasih ya Tante, maaf loh Aku masih ngerepotin"
"Gak Seno, sudah makan saja, ada makanan Kita makan, gak ada makanan ya... Kita makan yang ada saja"
"Tapi Tante tenang saja, Aku malam ini pindah kok, Aku sudah dapat tempat tinggal"
"Oh ya dimana?"
"Disini Tante, di rumah nomor 15"
Tante Risma pun ikut senang mendengarnya, dan Kini Mereka makan dengan tenang.
Setelah makan selesai Seno segera melihat rumah di nomor 15 itu.
"Sena mau ikut Om Papah gak?"
"Kemana Om papah?"
"Om Papah akan tinggal di rumah sebelah Seno temani Om Papah ya, Om papah mau bersihkan sebentar rumah itu, tapi Om takut sendirian"
Sena tersenyum mendengar itu.
"Om Papah takut ada hantu ya?"
"Dikit sih... Habis Mamah kamu gak mau menemani Om Papah sih"
"Iya deh Sena temenin"
Anita merasa bosan di kamar terus menerus Ia pun ingin melihat Sena membacakan dongeng yang biasa Ia lakukan sebelum Sena tidur, namun Ia tak melihat Sena ada di kamarnya, lalu Ia melihat Tante Risma yang tengah duduk di kursi tengah.
"Tante"
"Eh Anita, Kamu sudah bangun, Tante mau ngobrol deh sama Kamu, Tante pikir Kamu tidur, jadi Tante gak mau ganggu"
"Belum sih, cuma tiduran saja dari tadi juga"
Lalu Tante Risma mengatakan sesuatu soal kemarahan Seno tadi siang.
"Kamu ngambek sama Seno?"
"Gak kok.. Biasa saja"
"Biasa saja tapi tingkah Kamu seperti orang sedang marah"
Anita pun tak tahu Ia sebenarnya marah karena sakit hati atas ucapan Seno atau ini hanya perasaan cemburu belaka saat melihat Tania memeluk Seno.
"Sudah deh, gak usah dibahas.. oh iya Sena kemana ya?"
"Dia ikut Seno ke rumah sebelah, katanya mau bantu Om papahnya beres-beres rumah"
Anita langsung bangkit dari duduknya.
"Apa... Kok Seno gak kasih tahu Aku, kalau Dia sudah dapat kunci rumahnya"
"Ya mungkin karena Seno pikir Kamu masih marah sama Dia"
Anita tak menjawab lagi, Ia langsung mendatangi Sena dan Seno.
Setelah satu jam berbenah akhirnya selesai juga lantai yang sudah di sapu dan di pel, dan sekarang seluruh sudut ruangan kini terlihat bersih.
"Akhirnya beres juga, makasih ya sayang, sudah temani Om Papah"
"Iya Om Papah"
Sena pun menguap tanda Ia sudah mengantuk.
"Sena ngantuk ya, bobo disini mau gak?, temani Om Papah"
"Boleh..."
Baru saja Sena berbaring di atas kasur tak lama Sena tertidur pulas.
"Ya ampun anak Papah ngantuk banget sepertinya, makasih ya sayang.. Setidaknya ada Sena yang gak marah sama Papah seperti Mamah"
Ternyata Anita sudah berdiri di pintu kamar Seno, saat Seno menoleh Ia pun terkejut melihat Anita.