Adinda Aisyah Zakirah adalah gadis berusia 19 tahun.
"Kakak Adinda menikahlah dengan papaku," pintanya Nadira.
Tak ada angin tak ada hujan permintaan dari anak SMA yang kerapkali membeli barang jualannya membuatnya kebingungan sekaligus ingin tertawa karena menganggap itu adalah sebuah lelucon.
Tetapi, Kejadian yang tak terduga mengharuskannya mempertimbangkan permintaan Nadhira untuk menikah dengan papanya yang berusia 40 tahun.
Adinda dihadapkan dengan pilihan yang sangat sulit. Apakah Adinda menerima dengan mudah permintaan dari gadis berusia 18 tahun itu ataukah Adinda akan menolak mentah-mentah keinginannya Nadhira untuk menikah dengan papanya yang seorang duda yang berprofesi sebagai seorang Kapolsek.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fania Mikaila AzZahrah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 24
Prang!!
Suara benda jatuh yang cukup nyaring di dalam ruangan dapur membuat kegiatan kedua pasangan pengantin baru itu buru-buru menghentikan kegiatannya.
Baruna sudah pusing kepala atas bawah karena sudah setengah jalan permainannya terpaksa harus terhenti karena kedatangan putrinya.
"Ahhh!! Aku tidak lihat kok!!" Nadhira reflek berbalik sambil menutup wajahnya dengan telapak tangannya.
Tumbler yang dipegang oleh Nadhira gadis berusia 18 tahun itu terlepas dari tangannya melihat adegan live streaming di depan matanya.
Gadis itu spontan menutupi matanya karena terkejut melihat apa yang dilakukan oleh papa dan Mama sambungnya rasa teman itu.
“Astaghfirullah aladzim,” lirih Adinda yang shock karena kedapatan sedang main adu mekanik dengan suaminya.
Adinda saking malunya langsung mengancing piyamanya dengan asal, dan tertunduk malu dengan apa yang sudah diperbuatnya.
“Aku tidak lihat apa-apa! Aku tidak sengaja,” teriaknya Nadhira.
Gadis cantik itu salah tingkah sehingga ia langsung berbalik badan dan berlari meninggalkan kedua orang tuanya.
Baruna menepuk keningnya,” astaghfirullah aladzim kenapa sampai aku melupakan putriku,” Baruna merutuki keteledorannya.
“Om aku malu banget tahu, dilihat langsung Nadhira lagi anu sama Om, pasti Nadhira menganggap aku wanita murahan yang menggoda Om,” cicitnya Adinda yang melupakan statusnya sebagai seorang istri.
Baruna menyentil dahinya Adinda,” tidak mungkin anak kita menganggap mamanya perempuan murahan! Mana mungkin sayangku! Palingan Nadhira bilangnya gas pol Mama Papa bikin adiknya.” Baruna tersenyum genit ke arah istrinya.
Adinda menepuk lengannya Baruna,” ish Om, aku kan belum siap untuk hamil dan punya anak. Aku masih mau kuliah, usiaku juga masih sangat muda untuk memiliki anak.”
“Tapi, Om kepengen itu denganmu sayangku gimana dong!?” Candanya Baruna yang ingin melihat reaksi Adinda.
Adinda terdiam dan memikirkan solusi yang paling tepat karena dia tidak mungkin melarang suaminya meminta haknya.
Adinda tersenyum simpul karena sudah menemukan cara yang tepat, “Aku ingat Om, ibu dulu bilang kalau mau menunda kehamilan pakai KB,” ujarnya Adinda.
Baruna memeluk kembali tubuh istrinya itu,” jadi gimana dong dengan nasibnya si
Burung perkutut tidak bisa ditidurkan kalau belum ketemu sangkarnya.”
“Tapi, Om aku kan belum KB gimana kalau sampai aku hamil?” protesnya Adinda yang takut kalau sampai dia hamil.
Adinda ketar ketir duluan dan sudah ngebayangin hamil sambil kuliah betapa repot dirinya nanti.
“Kamu bisa melakukan itu tanpa cemas kalau kamu akan hamil anakku?” Baruna membelai lembut anak rambutnya Adinda yang tergerai menutupi sebagian wajahnya.
Adinda menatap ke arah Baruna,” caranya gimana Om?”
“Kalau gitu kamu bantuin Om malam ini tidurkan punyanya Om,” usulnya Baruna sambil tersenyum nakal.
Adinda mengerutkan keningnya,” caranya gimana menidurkannya Om?” tanyanya polos.
Baruna langsung menggendong tubuhnya Adinda seperti anak kecil ke dalam kamarnya.
“Kamu tenang saja, Om akan membantu kamu caranya menidurkan miliknya suamimu ini, jadi besok pagi atau sore baru kita ke dokter kandungan untuk konsultasi kontrasepsi apa yang cocok dengan usianya kamu,”
Baruna mendudukkan Adinda di tepian ranjang king size-nya kemudian menuntun Adinda seperti yang dia inginkan. Adinda tersipu-sipu malu-malu membayangkan bagaimana caranya dia memuaskan suaminya.
“Ayo lah sayangku jangan malu, masa sama suami sendiri harus malu,” bujuknya Baruna yang belum bisa meyakinkan Adinda.
Adinda mendongak karena Baruna berdiri tegak di depannya yang tingginya 197 centimeter itu membuat Adinda bersusah payah meskipun, ia cukup tinggi untuk mengimbangi postur tubuhnya Baruna.
Adinda melongok keheranan memperhatikan burung perkutut yang berurat yang ada di depan matanya.
“OMG! Sebesar ini!? Pasti sakit banget yah rasanya kalau…” Adinda tidak sanggup membayangkan bagaimana kalau milik suaminya itu mema**sukinya.
“Om akan tunjukkan gimana caranya, Om yakin kamu pasti suka dan bakal ketagihan,” Baruna masih belum putus asa untuk membujuk istri kecilnya.
“Ya Allah aku pasti sudah dosa karena tidak memenuhi permintaannya suamiku, tapi itu juga pasti sakit dan perih banget,” batinnya Adinda yang akhirnya pasrah dan rela melakukan apa yang diinginkan oleh suaminya.
“Om akan buat kamu senyaman mungkin jadi tidak perlu khawatir,”
“Baiklah Om,” cicitnya Adinda.
Baruna merem melek merasakan sentuhan demi sentuhan jari jemari lentiknya Adinda.
“Oh yes sayang!! Oh No baby!” racaunya Baruna.
Adinda sesekali cekikan melihat reaksi suaminya yang baru kali ini merasakan sensasi seperti itu.
Baruna mende**sah manja merasakan nikma**tnya setiap detail sentuhan penuh kasih sayang dari istri keduanya.
Baruna benar-benar buka puasa selama lima tahun karena dia tidak pernah menyentuh wanita manapun, selama mendiang almarhum Kanaya meninggal dunia.
“Sudah sayang, ahh lepas,” pintanya Baruna.
Adinda buru-buru melepaskan kokopannya pada ujung lele dumbonya Baruna yang ukurannya sungguh bikin geleng-geleng kepala.
“Arghh!! Ahhh!!” Lenguhan panjang pertanda akhir dari pembukaan menu pembuka season pertama meski masih tipis-tipis.
Adinda masih tidak percaya dengan apa barusan dilakukannya dan sekilas mengingat kejadian beberapa bulan lalu. Ketika tanpa sengaja lewat di belakang rumah tetangganya.
Samar-samar Adinda mendengar suara aneh dan ajaib terdengar dari bilik kamar tersebut. Sampai-sampai dia bergidik geli dan ngeri dalam waktu yang bersamaan.
“Oh ho jadi Pak Badrun dengan Bu Mayang waktu itu lagi begini rupanya pantesan pak Badrun bilang oh enak sayang,” monolog Adinda yang malah mengingat insiden aneh itu.
Berselang beberapa menit kemudian, Baruna sudah membersihkan tubuhnya dan sudah duduk di depan laptop istrinya. Dia kembali melanjutkan pekerjaannya yang harus tertunda beberapa jam karena harus mengakhiri puasa panjangnya.
Baruna mengecup keningnya Adinda, “Hari ini aku berjanji dengan segenap hati aku, dengan ketulusan hatiku untuk selalu menjaga kamu dan menjadikan kamu satu-satunya di hidupku!”
Adinda sesekali mengucek matanya saking mengantuknya tapi tetap mendampingi suaminya mengerjakan tugas dari kampusnya.
“Kamu tidur duluan saja, insha Allah sebelum subuh tugas kamu sudah selesai. Suamimu ini sudah punya banyak tenaga untuk begadang sampai pagi,”
“Tenaga dari mana Om?” Tanyanya polos Adinda.
Baruna tersenyum simpul,” apa kamu sudah lupa dengan lele dumbonya suamimu ini?”
“Oh jadi kalau mau punya banyak tenaga aku harus bantuin Om kayak tadi?” Tanyanya polos Adinda.
Baruna geleng-geleng kepala melihat kepolosan istrinya itu,” Haha! Benar banget sayangku kalau suamimu ini capek dan tidak semangat yah cuma satu obat mujarabnya yaitu kayak tadi.”
Baruna malah memanfaatkan keadaan mentang-mentang istrinya tidak paham masalah begituan.
‘yes! Mudah banget menaklukkan istriku satu ini! Semoga saja dia tidak mudah di tipu di luar sana. Aku harus mengajarkan kepadanya bagaimana menjaga kehormatan seorang istri,’
Jari jemarinya Baruna menari-nari di atas keyboard sambil sesekali berbincang-bincang dengan Adinda.
“Sayang kamu pernah pacaran sebelumnya nggak?” Tanyanya Baruna.
Baruna berharap semoga saja Adinda tidak pernah pacaran karena tahulah pergaulan anak muda sekarang banyak yang sudah melampaui batas kewajaran.
“Ya Allah semoga saja istriku belum pernah melakukan hal itu dengan pria lain. Tapi, kalau melihat cara dan gayanya tentu saja dia belum memiliki pengalaman apapun,” monolong Baruna.
Baruna menunggu jawaban Adinda tapi sampai beberapa detik berlalu Adinda malah terdiam.
“Istriku kok diam saja sih! Hey jawab dong!” Baruna menolehkan kepalanya ke arah Adinda.
Ternyata Adinda ketiduran kepalanya bertumpu pada tangannya dan terdengar dengkuran halus dari bibirnya.
“Kamu pasti capek dan ngantuk banget makanya ketiduran. Padahal aku menunggu kamu berkata jujur padaku apa ada pria yang pernah kau sukai sebelum aku,”gumamnya sambil mengangkat tubuhnya Adinda ke atas ranjang.
Baruna mengecup keningnya Adinda sebelum kembali melanjutkan pekerjaannya.
“Kamu mengisi semua kekosongan di hatiku. Aku sangat bersyukur memilikimu dalam hidupku. Aku sangat mencintaimu!”
Baruna mengelus bibirnya Adinda yang sedikit bengkak karena perbuatannya sendiri.
“Kamu adalah wanita yang mengubah ketaksempurnaanku menjadi kesempurnaan, hanya dengan sentuhan cintamu. Aku mencintaimu, istriku tersayang!”
Hingga pukul tiga dini hari barulah pekerjaannya selesai. Baruna merenggangkan ototnya yang sedikit kaku dan tegang karena kelamaan duduk.
Dia melepas kacamata bacanya dan mematikan laptopnya setelah menyimpan file penting yang sudah dikerjakannya.
“Capek juga rupanya,” gumamnya.
Baruna merangkak naik ke atas ranjangnya dan masuk ke dalam selimut yang sama dengan istrinya.
Baruna mencium bibir seksi istrinya,” semoga mimpi yang indah sayangku, makasih banyak atas segalanya.”
Baruna pun menyusul istrinya yang lebih duluan tertidur. Dengkuran saling bersahutan di dalam kamar yang cukup luas itu tidak sesuai dengan penghuninya hanya dua orang saja.
smga aja ghaly tau ada apa dgn abg nya...
ghaly kmu hrs lindungi cae .
pak baruna suru ank buah mu jdi bayangan cae.soal nya pak Adnan yg gak sadar diri tu mw buat putri mu pergi jah lagi.
🙄🙄🙄🙄🙄😤😤😤😤😤
si sabrina ni termasuk egois sich. dia pernah kehilangan anak ms gak kasian ma perempuan lain yg kehilangan anak juga.
harusnya bisa bahagia bersama kalo gak egois gitu