Setelah kematian Panca, kekasihnya tujuh tahun yang lalu. Andara mencoba menyibukkan diri untuk karirnya. Tidak ada ketertarikan untuk mengenal cinta.
Andara gadis muda yang cantik dan energik, dia berhasil menempati posisi manajer di sebuah perusahaan fashion. Usianya sudah memasuki 27 seharusnya memikirkan pernikahan. Akan tetapi belum ada lelaki yang bisa masuk ke hatinya.
Butuh waktu bagi Dara untuk membuka hati pada pria lain. Entahlah, ada magnet tersendiri membuat dia malas memikirkan pasangan.
Ervan Prasetya, pria matang yang punya jabatan bagus di perusahaan tempat kerja Andara. Mereka di pertemukan dalam sebuah kerja sama tim. bagaimana Tom dan Jerry mereka selalu bertengkar.
Tapi ternyata itu yang membuat Ervan makin penasaran dengan Dara.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Melisa ekprisa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 3
Tujuh tahun yang lalu
Dara duduk di kursi tunggu bandara. Ini semester kedua setelah dia ambil S2 di Paris. Tentu saja hati terasa tenang karena hubungannya sudah mendapatkan restu oleh kedua pihak keluarga.
Hubungan cinta yang awalnya cukup rumit, sekarang perlahan telah membaik. Tak ada lagi ketakutan kini hanya ada ketenangan untuk melanjutkannya.
Lamunan Dara seketika buyar saat telinganya mendengar dering telepon di tas mini bagnya. Senyum sang wanita mulai mengembang, berpikir bila sang kekasih akan menyusu ke Bandara sebelum memutuskan pergi meninggalkan Indonesia.
Akan tetapi, bayangan akan keindahan yang ingin Dara dengar seketika kandas saat sang kekasih mengatakan sesuatu yang bertentangan oleh isi kepala.
“Sayang, maafkan aku. Sepertinya aku tidak bisa ke sana. Mama kurang sehat jadi aku harus menggantikan Papa untuk bertemu relasi, ditambah juga jalanan macet sekali. Ini saja aku masih di jalan akibat terjebak, mundur susah, maju susah, apalagi putar balik. Sekali lagi maaf, ya, Sayang.”
Panca berusaha memberikan kabar yang sebenarnya terjadi, bukan karena tidak ingin mengantarkan sang kekasih pergi. Namun keadaan mengharuskan dia untuk mengesampingkan hal tersebut.
Merasa tidak ada respon dari Dara. Panca mencoba untuk mengontrol perasaan yang pasti kekasihnya sedang marah padanya.
Wanita mana yang tidak ingin pergi diantar oleh kekasihnya, walaupun hanya sampai bandara itu saja hati sudah senang. Cuma Panca tidak dapat mewujudkan apa yang Dara harapkan akibat pekerjaannya mendapatkan kendala.
Panca menarik napas perlahan, lalu kembali untuk menggoda sang kekasih demi mencairkan suasana yang terkesan tidak enak.
“Hem, biar aku tebak. Kayanya pacar aku lagi sedih, nih. Pasti bibirmu maju ke depan sepanjang 1 meter, matamu melotot sampai ke akar-akarnya, lalu tangan mungilmu itu mengepal kuat seakan ada yang mau di lampiaskan. Benarkah?”
Wajah Dara yang awalnya ingin memarahi Panca, jadi tertunda setelah mendengarnya. Dahi sang wanita langsung mengkerut. Bagaimana pria itu bisa tahu apa yang dia rasakan? Apakah dia memiliki mata-mata di sini?
Mata Dara beredar ke penjuru arah, melihat siapa orang yang sedang mengintainya hingga Panca dapat menebak apa yang terjadi padanya.
Saat tak ada yang mencurigakan Dara segera menangkis apa yang Panca katakan dengan nada begitu sewot, “Apaan, sih! Jangan sok, tahu, deh. Lagian juga ngapain aku marah, itu urusanmu.”
“Nahkan, nadamu aja terdengar ingin memakanku. Astaga, Sayang. Kasihanilah aku, huhuhuh ….”
“Aaaa, diam!”
“Hihihi … ayo, dong, Sayang. Maafkan aku. Aku juga kalau nggak ada kendala pasti nganterin kamu, kok. Cuma maaf, kali ini aku hanya bisa mendoakan supaya rajin belajar, kalaupun kamu cepat lulus ‘kan, enak kita bisa menikah lebih cepat. Aku janji kok, tidak akan mengekang kamu untuk bekerja, asal sesuai porsinya.”
Dara mendengus kesal. Dia tidak boleh egois. Harus paham akan kesibukan sang kekasih, tak masalah Panca tak dapat mengantarnya. Setidaknya cinta sang pria tak pudar dilekang oleh waktu.
“Hufft, baiklah. Aku maafkan kesalahanmu ini, tapi lain kali sampai kamu tidak bisa mengantarku apa menjemputku. Lebih baik aku tidak pulang sekalian!”
“Heheh, iya, iya, Sayang. Udah ya, jangan marah lagi. Senyum dong, aku sayang kamu, Dara. I love you so much, Baby.”
“I love—”
Perkataan Dara terhenti saat mendengar suara operator bandara mengingatkan untuk naik ke pesawat.
“Aku pergi dulu ya, jaga dirimu baik-baik. Tunggu aku kembali!”
“Baiklah, Sayang. Tapi jawab dul—”
Sambungan telepon tertutup sepihak. Dara tak meneruskan ungkapan hatinya untuk sang kekasih, sehingga membuat Panca sedikit sedih.
Akan tetapi, tak apa, mungkin wanita itu sedang terburu-buru takut ketinggalan pesawat. Sampai akhirnya Dara lupa dengan Panca yang masih menunggu balasan cinta darinya.
Sementara Dara menoleh ke arah belakang, seperti yang ditonton di AADC. Selepas itu dia menarik nafasnya dalam-dalam dan meneruskan langkahnya menuju pesawat.
Panca kembali bersikap biasa saja setelah berhasil mengendalikan mood Dara sebelumnya. Fokus pria tersebut hanya pada mobil, sesekali berdoa supaya sang kekasih selamat sampai tujuan.
Kemacetan yang panjang membuat Panca sedikit kesal. Berulang kali dia melihat ke jam tangannya yang terus berjalan, mau sampai kapan semua ini terjadi? Apakah dia harus seharian di jalan yang tak ada pergerakan sedikit pun dari kendaraan lain?
Entahlah, kemacetan sungguh menyita perhatiannya. Panca yang merasa jenuh membuka ponsel sambil mengecek pesan dan sebagainya. Rasa cemas tak tenang membuat dia kembali menghubungi sang kekasih. Apakah Dara sudah berada di pesawat atau mungkin masih menunggu kedatangan pesawat.
Panca memandangi cincin yang tersemat di jari manisnya. Lamaran yang dia berikan saat pernikahan Fajar satu tahun yang lalu, berarti selama itu juga cinta mereka telah bersemi.
Segala perjuangan telah Panca lakukan bersama Dara, padahal dulu sang mama sangat menentang hubungan mereka karena ada wanita lain yang berharap kepada sang anak.
Cuma Panca tetap bekerja keras mencari cara bagaimana mendapatkan restu dari kedua orang tuanya dan orang tua dari Dara.
Tak berselang lama akhirnya perlahan mobil di hadapan Panca mulai bergerak, walaupun lambat. Akhirnya setelah 40 menit terjebak kemacetan yang tak bisa melakukan apa-apa, sekarang sudah berlalu.
Panca melajukan mobil dengan kecepatan sedang, mengingat mobil baru saja diperbaiki makanya dia harus berhati-hati atau sang ayah akan sangat marah ketika mendengar mobil kembali rusak.
Jarak tempat pertemuan kliennya masih sangat jauh, apalagi dengan macetnya lalu lintas Jakarta yang cukup padat juga menguras emosi. Ditambah jam juga sudah menunjukkan pukul 11.15 WIB, yang artinya sebentar lagi sholat Jumat akan dilaksana.
Panca berusaha tenang melajukan kendaraan dengan baik, walaupun ada beberapa kendaraan yang menyalip mobil hingga membuatnya keseimbangan sedikit terganggu.
“Astaga! Kalau saja ini mobil balap, sudah aku pastikan mereka tidak akan semena-mena pada mobil kecil seperti ini. Memang dia kira ini jalan nenek moyangnya kali, cihh!”
Panca terlihat begitu kesal karena kendaraan yang menyalip hampir membahayakan dirinya dan orang lain.
Tak hanya itu, ternyata mobil di belakang pun melakukan hal yang sama. Dengan terpaksa Panca harus mengerem, sayangnya rem tersebut tak berfungsi.
“A-apa ini? Ke-kenapa remnya tidak bisa bisa? Astaga, dasar montir bo*doh! Percuma mobil diperbaiki jika remnya tidak di cek, arrggh, si*al!”
Kepanikan di wajah Panca terlihat jelas. Dia tidak bisa melakukan apa-apa dalam kondisi seperti ini. Ketakutan juga kecemasan benar-benar membuat hati tak tenang.
Panca begitu tegang berusaha mengendalikan mobil yang tak bisa berhenti, hanya gas yang berfungsi. Namun bagaimanapun caranya sang pria harus menghentikan mobil, bukan menambah kecepatan yang akan membahayakan pengguna jalan lainnya.
Dirasa jalanan sudah aman. Panca berniat ingin mencari tempat untuk memudahkannya menghentikan laju mobil. Namun naas, entah dari mana tiba-tiba pengendara mobil keluar dari gang sempit hingga sang pria kembali kehilangan konsentrasinya demi menghindari kecelakaan.
Apa daya, Panca semakin tidak bisa mengendalikan laju mobil ketika mendapati jalan yang menurun.
“Astaga, bagaimana ini. Aarrrghh, siapa pun tolong aku. Tolong!”
Teriakan suara Panca bergema di dalam mobil. Tak ada yang mendengar karena mobil melaju sangat cepat di jalan yang menurun tajam.
Tak kuat mengontrol laju mobil, akhirnya nasib buruk berpihak pada Panca. Dia sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menghindari kecelakaan, tetapi dirinya yang menjadi korban.
Mobil terbontang-banting selepas menabrak pembatas jalan, sehingga melayang di udara dan terdengar suara ledakan cukup keras.
Sesosok pria keluar di penuhi kobaran api. Tidak ada yang melihat kejadian itu. Dalam bayangannya senyum seorang gadis yang menanti kedatangannya. Dalam bayangannya senyum keluarga besarnya yang menanti kepulangannya.
"Mama!"
“Dara!”
yuk mampir sudah up
apa salah nya di coba dulu.
kebanyakan readers juga gak suka klo alurnya muter2 dan bertele tele thor🙏🏻
semangat yaaa 🥰🥰