NovelToon NovelToon
Feathers

Feathers

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Fantasi / Cinta Beda Dunia / Iblis / Dunia Lain
Popularitas:501
Nilai: 5
Nama Author: Mochapeppermint

Mereka bilang aku adalah benih malaikat. Asalkan benih di dalam tubuhku masih utuh, aku akan menjadi malaikat pelindung suatu hari nanti, setelah aku mati. Tapi yang tidak aku tahu adalah bahaya mengancam dari sisi manapun. Baik dunia bawah dan dunia atas sama-sama ingin membunuhku. Mempertahankan benih itu semakin lama membuatku mempertanyakan hati nuraniku.

Bisakah aku tetap mempertahankan benih itu? Atau aku akan membiarkan dia mengkontaminasiku, asal aku bisa menyentuhnya?

Peringatan Penting: Novel ini bisa disebut novel romansa gelap. Harap bijak dalam membaca.
Seluruh cerita di dalam novel ini hanya fiksi, sama sekali tidak bermaksud untuk menyinggung pihak manapun.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mochapeppermint, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 3 The Seed

“Jadi tadi kamu mau beli apa sih, Mik?” Tanyaku pada Mikaela yang masih berkutat di meja riasnya. Lampu-lampu berderet yang menempel di kaca membuat mataku silau. Tapi entah kenapa Mikaela bisa betah berjam-jam di bawah sorot lampu itu sambil menuangkan botol demi botol perawatan wajah yang sudah tidak bisa kuhitung lagi jumlahnya. “Kamu belum cerita apa-apa.” Ulangku untuk mengingatkannya pada transaksi mencurigakan tadi.

Jam sudah menunjukkan pukul satu pagi, dan sekitar empat jam lagi aku sudah harus berada di minimarket tempatku bekerja. Aku sudah sampai di rumah Mikaela sekitar satu jam yang lalu dan saat kedua mataku hendak tertutup, Mikaela akhirnya pulang dan mencerocos tanpa henti tentang pria baru yang tadi dia temui bar.

Mikaela mengerang kesal. “Kamu itu kenapa sih selalu mengalihkan percakapan!” Ujarnya lalu memutar duduknya untuk menatapku yang sedang berbaring di tempat tidurnya. “Lagian kamu ini kenapa sih? Ngeselin banget, aku di tinggal sendiri!”

Aku menarik nafas panjang. Seharusnya yang bilang seperti itu aku, bukan Mikaela. Sebelum aku terseret ke bilik gelap, aku sudah bilang berkali-kali pada Mikaela kalau aku mau pulang karena aku lelah sekali sudah mengambil dua sif. Namun setelah keluar dari bilik itu pun, Mikaela masih memintaku untuk menemaninya minum. Lalu seperti biasa dia berkenalan dengan seorang pria dan malah mengabaikanku.

“Aku sudah bilang kalau aku mau pulang, Mik.” Aku menunjuk jam di dinding. “Beberapa jam lagi aku harus bekerja.”

Kalau Mikaela tidak merajukku selama sebulan yang lalu untuk ikut pesta di klub tadi, aku tidak akan pernah keluar malam hanya untuk merasakan kepala berat keesokan paginya karena kurang tidur.

“Cuti sajalah.” Mikaela mengibaskan tangannya dengan santai.

Aku melotot kesal padanya. “Ya, sudah aku mau tidur!” Ujarku seraya memunggunginya dan menutupkan selimut hingga kekepala menandakan aku sudah tidak ingin membicarakan apapun lagi, namun sayangnya itu tidak berarti apa-apa untuk Mikaela.

“Aku hanya ingin bertemu Papaku lagi.”

Mikaela benar-benar tahu cara untuk menarikku ke dalam percakapan lagi dan aku benci gadis itu karenanya. Tapi tetap saja aku menyibakkan selimut untuk kembali menatapnya.

“Mik, Papamu-”

“Mati.” Selanya dengan kasar. “Aku tahu. Karena itulah aku menemui si rahasia itu.”

“Si rahasia?” Tanyaku bingung.

Wajah Mikaela tampak bersinar dengan sebuah harapan yang terasa baru. “Aku tahu kalau aku nggak boleh memberitahu siapapun. Tapi aku percaya kalau kamu nggak besar mulut.”

Yeah, tidak sepertimu kan?

“Si rahasia tadi menjual sebuah bulu yang bisa menunjukkan apa yang kamu inginkan. Ya, memang nggak bisa membangkitkan orang mati sih, tapi aku bisa bertemu Papaku, Em! Sebenarnya aku sudah pernah membeli bulu itu, awalnya aku pikir itu bohongan, tapi ternyata itu benar, Em! Aku bertemu dengan Papa! Tapi sayang itu hanya berlangsung selama dua puluh menit saja.”

Mungkin memang pada dasarnya aku ini tidak banyak bicara, tapi kali ini aku benar-benar tidak bisa berkata apa-apa. Biasanya Mikaela lah yang selalu mengolokku karena aku suka membaca buku-buku fiksi. Dia pernah berkata kalau otakku bisa rusak karena membaca kebohongan-kebohongan seperti itu. Tapi kini nyatanya otaknya lah yang rusak.

“Em! Kamu dengar nggak sih?” Mikaela menyentakkan kakinya dengan kesal. “Pokoknya itu yang ingin aku beli lagi. Bulu!”

Aku mendorong tubuhku untuk duduk. Aku sudah merasakan kepalaku semakin pusing. “Mik?” Panggilku perlahan. “Kamu mabuk atau aku yang sedang bermimpi?”

Kebiasaan Mikaela kalau mabuk itu cukup menyebalkan, dia akan mencerocos tanpa henti, lalu mengulanginya lagi hingga ribuan kali. Hanya di sela oleh muntah, menangis, pingsan sejenak lalu kembali sadar dan mencerocos dari awal lagi. Sungguh, kalau hal itu terjadi malam ini, aku rasa kepalaku sudah tidak kuat dan hiliranku yang akan pingsan.

Mikaela mengerang kesal dan melemparkan kedua tangannya ke atas dengan gaya frustasi. “Kamu nggak mendengarkan aku lagi kan? Selalu saja seperti itu!” Mikaela beranjak dan memukul saklar lampu dengan keras. “Sudah tidur saja! Malas bicara denganmu!”

“Mika.” Panggilku. Namun Mikaela tetap berjalan ke sisi tempat tidur yang lain dan beranjak naik. “Mik, aku nggak paham kamu bilang apa.” Lanjutku pada Mikaela yang kini memunggungiku. “Mika!”

Aku menunggu detik demi detik dengan sabar karena aku yakin Mikaela yang cerewet tidak akan bisa diam barang sejenak pun. Namun ternyata tak lama yang aku dengar hanyalah dengkurannya.

Oke, jadi dia memang mabuk.

***

Jam masih menunjukkan pukul sebelas siang, sedangkan jam istirahatku jam dua siang. Entah kenapa jam bergerak sangat lambat. Terlebih lagi karena agak sepi pengunjung, aku tidak bisa mengalihkan pikiranku dengan baik. Berkali-kali aku menguap dan memijit pelipisku. Kepalaku masih sangat sakit, walau aku sudah minum obat sakit kepala.

Selain itu masih ada dua belas jam lagi aku baru bisa merebahkan tubuhku di atas kasur. Hari ini aku masih mengambil dobel sif, yang akan berakhir bulan ini.

Aku menghela nafas panjang dan sebisa mungkin menggerak-gerakkan badanku di bilik kasir yang sempit ini. Tadi pagi aku sudah berlama-lama mengisi stok barang dan menata barang-barang agar aku bisa bergerak leluasa, melupakan rasa kantuk yang menggangguku. Tapi kini bagiku, berjaga di kasir yang kosong lebih terasa menyiksa.

“Sin.” Panggilku pada kolegaku yang sedang menata kotak-kotak rokok di rak belakang kasir. “Bisa tolong gantikan sebentar?”

“Mau ke toilet lagi?” Tanya Sindu tanpa menoleh padaku.

Aku mengiyakan dan mengangguk. Sudah ada sekitar lima kali aku ijin ke toilet hanya untuk menyegarkan kepalaku. Aku benar-benar sudah tidak tahan lagi.

“Ya udah sana cepat. Masih banyak stok yang harus aku urus.” Ujarnya masih berkutat dengan kotak-kotak kecil itu.

Tanpa menunda-nunda aku melangkah keluar dari kotak kasir dan berjalan menuju arah pintu belakang. Entah bagaimana berjalan keluar dari kotak kasir serasa cukup menyegarkan. Rasa berat masih ada, namun rasa kantukku perlahan memudar.

Aku tidak masuk ke bilik toilet, aku hanya menghampiri wastafel dan membasahi tanganku lalu menempelkannya pada kedua mataku.

“Bertahanlah!” Gumamku pada diriku sendiri.

Sejenak aku mengibas-ibaskan kedua tanganku dan memutar-mutar kepalaku seolah aku sedang melakukan pemanasan sebelum berolahraga. Setelah aku merasa cukup, aku berjalan keluar. Rupanya ada seorang pelanggan yang berjalan menghampiri kasir. Cepat-cepat aku berlari kecil menuju bilik kasir dan menyapa ramah wanita tua yang sudah menyodorkan beberapa botol minuman dan makanan kecil.

“Ini saja, Bu?” Tanyaku ramah dan wanita itu mengangguk sambil tersenyum. “Totalnya tujuh puluh lima ribu.”

Setelah membungkus dan memberikan uang kembalian pada wanita itu, wanita itu mengeluarkan satu botol minuman yang dibelinya tadi. “Untukmu.”

Aku menunduk dan melihat botol minuman yang ternyata berisikan minuman kopi. “Ah? Buat saya?” Tanyaku dan wanita itu mengangguk. “Wah, tidak perlu repot-repot, Bu.” Ujarku mendorong kembali botol itu padanya.

Wanita itu tersenyum dan mengibaskan tangannya lalu pergi begitu saja walau aku sudah memanggilnya.

“Sudah terima saja.” Ujar Sindu yang masih menghadap rak rokok.

Sebenarnya berapa kotak rokok sih yang dia stok?

Aku kembali mengambil botol minuman yang masih dingin itu dan terkisap. “Aku belum bilang terimakasih!”

“Nggak apa, dia pasti tahu.” Kata Sindu seolah dia lah wanita tua tadi. “Eh? Lho kok nggak diminum?” Kali ini Sindu menoleh menatapku yang sedang menyimpan botol minuman itu di bawah meja kasir.

“Masih belum jam istirahat.”

Sindu berdecak. “Kamu ini terlalu taat, tahu nggak?”

Aku hanya tersenyum dan menyapa pelanggan baru yang datang. Belum saja aku meminum kopinya rasa kantukku sudah agak berkurang. Dan untunglah kali ini waktu berbaik hati padaku, jam makan siang datang lebih cepat. Setelah menyerahkan tugas kasir pada rekan kerjaku, aku langsung beranjak ke ruang belakang untuk makan.

Tadi pagi aku menyempatkan diri membuat nasi goreng ala kadarnya sebelum berangkat kerja. Di rumah Mikaela yang begitu besar dan mewah tidak ada bahan makanan sedikit pun. Nasi pun tidak ada, jadi aku harus memasak beras cepat-cepat menggunakan air panas. Bumbu nasi goreng pun hanya garam, gula dan kecap tanpa bawang, cabai, bahkan bumbu kaldu pun tidak ada. Sebenarnya aku bisa beli lauk tak jauh dari tempatku bekerja, hanya saja di jam-jam segini warung itu ramai. Sedangkan aku ingin cepat menyelesaikan makanku dan mengistirahatkan mataku barang dua puluh menit saja.

Setelah menandaskan bekal dan kopi yang tadi di berikan wanita baik itu, aku memasang timer di ponselku selama dua puluh menit lalu bersandar di dinding dan memejamkan kedua mataku. Namun aku cepat-cepat kembali membuka kedua mataku dan menatap sekeliling. Tadi saat menutup kedua mataku rasanya aku melihat suatu bayangan, kupikir ada rekan kerjaku yang lain yang juga sedang istirahat. Namun ternyata aku masih sendirian di ruang luas yang berisikan bertumpuk-tumpuk kardus.

Aku menghela nafas panjang dan meyakinkan diriku kalau aku hanya kurang tidur. Kembali aku menutup kedua mataku dan memanfaatkan waktu ini sebaik mungkin.

1
🌺Ana╰(^3^)╯🌺
cerita ini benar-benar bisa menenangkan hatiku setelah hari yang berat.
Yue Sid
Gak sabar nunggu kelanjutannya thor, semoga cepat update ya 😊
Mochapeppermint: Thank you 😆
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!