Namaku Dika Ananto. Seorang murid SMA yang ingin sekali menciptakan film. Sebagai murid pindahan, aku berharap banyak dengan Klub Film di sekolah baru. Namun, aku tidak pernah menduganya—Klub Film ini bermasalah!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Agus S, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mengunjungi Klub
Dika memasuki ruang guru yang ramai. Selain ada para guru yang berbicara satu sama lain. Ada juga beberapa murid yang sepertinya sedang berkonsultasi dengan para guru.
"Kamu yang namanya Dika, ya?" sapa seorang wanita yang berasal dari belakang Dika.
Dika terkejut setelah melihat sosok wanita yang datang dari luar ruang guru. Dengan kacamata hitam serta rambut yang diikat menjadi ekor kuda. Dika sudah jelas mengerti kalau itu adalah wali kelasnya yang dibicarakan oleh Juan.
Wanita itu memperkenalkan dirinya sambil bersandar di dinding dekat pintu sambil memegang botol berisi kopi.
Wanita tersebut dikenal dengan panggilan 'Bu Indah'. Dikatakan umurnya masih 25 Tahun. Ketekunannya sebagai guru membuat dia naik ke jejak pendidikan yang lebih tinggi dari beberapa orang di ruang guru.
Mendengar ceritanya secara langsung. Membuat Dika merasa kagum dengan wali kelasnya itu. Biasanya orang tidak terlalu peduli dengan S2 jika mereka sudah lulus dari S1. Menurut cerita Bu Indah. Dia senang mempelajari banyak ilmu baru.
"Ayo kita ke meja saya. Jika kita berbicara di sini hanya akan menganggu orang yang keluar-masuk ke dalam ruang guru," pinta Bu Indah.
Meja Bu Indah terletak di sudut ruang guru. Tepatnya membelakangi jendela. Jadi, tanpa kipas angin. Tempat duduk Bu Indah sudah mendapat keuntungan sendiri karena mendapat udara segar dari luar ruangan.
Bu Indah menyerahkan selembar catatan untuk pengisian biodata kepada Dika. Dika merasa heran dengan itu. Karena dia sudah pernah mengisinya saat diminta oleh orang tuanya.
"Ini untuk catatan saya saja. Akan sangat merepotkan untuk mencari data murid ke ruang penyimpanan guru," jelas Bu Indah, "Yah, memang kelas lain tidak seperti ini. Tapi, setidaknya ini membantu pekerjaan saya untuk mengurus kelas."
Bu Indah langsung menyerahkan pulpennya untuk dipakai oleh Dika. Dengan cepat, Dika mengisi biodata miliknya dan menyerahkannya pada Bu Indah.
Setelah mendapat apa yang diinginkan. Bu Indah mengangguk pelan sambil memperhatikan isi dari lembaran biodata. Merasa tidak ada yang aneh. Dia memasukkan lembaran kertas itu ke dalam laci meja kerjanya.
"Kamu sudah dimasukkan ke dalam grup oleh Juan?" tanya Bu Indah.
"Sudah, Bu," jawab Dika dengan cepat, "Aku sudah berbicara dengannya saat jam pembelajaran pertama."
"Baguslah kalau begitu," ucap singkat Bu Indah.
Kemudian Bu Indah mengeluarkan ponselnya. Dia menekan layar ponselnya dengan cepat dan meminta Dika untuk memeriksa ponsel.
Tepat ketika Dika membuka ponselnya. Ada pesan dari nomor tak dikenal. Dika dikirimi file berformat pdf dengan nama 'Klub'. Dika langsung mengunduh file tersebut.
Bu Indah menjelaskan kalau Dika harus segera mencari klub yang dia inginkan. Karena SMA Penerus Bangsa mempunyai aturan kepada para muridnya. Perkataan Juan sesuai seperti yang dikatakan oleh Bu Indah.
"Nanti isi formulir ini," kata Bu Indah sambil menyodorkan dua lembar kertas berisi formulir pendaftaran klub, "Saya tunggu sore ini di ruang guru. Jika saya pulang lebih awal. Silahkan masukkan saja ke laci meja kerja saya."
"Jika boleh bertanya. Memangnya laci meja kerja Ibu tidak dikunci, ya?" tanya Dika.
"Santai saja. Laci meja saya hanya berisi tumpukan kertas. Bukan tempat untuk menyimpan barang mahal," ungkap Bu Indah, "Sudah dua tahun saya mengajar di sekolah ini. Laci meja saya tidak pernah dibuka oleh orang lain. Karena memang tidak ada hal yang berharga disana."
Mendengar perkataan Bu Indah membuat Dika mengerutkan dahinya. Dika mengerti kalau data murid sepertinya tidak berharga bagi wali kelasnya itu.
Setelah berpamitan dengan Bu Indah. Dika menghembuskan napas berat di depan ruang guru sambil memegang formulir pendaftaran klub. Dari kejauhan ada suara yang menyapa Dika.
Dika melihat ke seorang gadis yang dia lihat pagi tadi. Dengan senyum hangat, Chika bertanya apa yang dilakukan oleh Dika. Tanpa berpikir panjang, Dika memperlihatkan formulir pendaftaran klub kepada Chika.
"Mau kuantar ke setiap klub?" tawar Chika, "Yah, soalnya ada beberapa klub yang tidak ada di gedung ini. Jadi, kurasa kamu akan kesulitan mencarinya."
"Boleh saja."
"Tunggu aku," kata Chika dengan cepat masuk ke dalam ruang guru.
Dika memeriksa ponselnya dalam waktu singkat. Hal yang dia ingat tentang jam istirahat oleh Juan. Kalau jam istirahat pertama berdurasi empat puluh lima menit. Menurut pemikiran Dika. Dia masih bisa menjelajahi seluruh klub di jam istirahat pertama.
Tidak butuh waktu lama. Chika keluar dari ruang guru sambil membawa sebuah kunci di tangan kanannya. Chika menjelaskan kalau dia bergabung dengan klub perpustakaan.
Dika dan Chika perlahan berjalan menuju sudut koridor untuk menaiki anak tangga agar sampai ke lantai dua. Chika perlahan memperkenalkan beberapa klub.
Lantai Dua.
Klub Astronomi.
Klub Robotika.
Klub Petualang Alam.
Klub Berkebun.
Klub Fotografi.
Klub Penggemar Novel Misteri.
Klub Penggemar Film.
Klub Wirausaha.
Lantai Tiga
Klub Jurnalistik.
Klub Penelitian Kehidupan Manusia.
Klub Penjahit.
Klub Penggemar Komik.
Klub Majalah Dinding.
Klub Penulis.
Klub Pelukis.
Klub Kesehatan.
Lantai Empat
Klub Penggemar Game.
Klub Perpustakaan.
Ruang OSIS.
Klub Pencipta Game.
Klub Film.
Chika terhenti setelah dia menemukan teman dari klub perpustakaan. Dia menjelaskan kalau dirinya mendapat perintah dari guru untuk mengantarkan anak baru mengelilingi sekolah.
Seusai menjelaskan kepada temannya. Chika kembali ke tempat Dika dan dia ingin mengajaknya ke klub olahraga yang lokasinya berbeda dari gedung utama.
Chika menjelaskan alasan kenapa klub olahraga lokasinya jauh dari gedung utama. Karena lokasinya yang luas dan klub olahraga dipecah menjadi beberapa cabang olahraga lainnya.
Setelah melewati jalan setapak yang berada di belakang gedung klub. Dika melihat dua bangunan besar yang dikelilingi beberapa lapangan olahraga. Gedung olahraga pertama memuat banyak ruang klub olahraga.
Klub Sepak Bola.
Klub Futsal.
Klub Basket.
Klub Bulu Tangkis.
Klub Tennis.
Klub Voli.
Klub Lari.
Setelah puas mengelilingi gedung yang tersebut. Chika bertanya kepada Dika mengenai pendapat sekolah tersebut. Tentu saja, Dika sangat terpukau dengan kebebasan yang diberikan sekolah kepada para muridnya. Dika jadi mengerti mengapa sekolah ingin menggali potensi para murid.
Chika mengajak ke gedung olahraga favoritnya. Gedung yang difokuskan pada klub renang. Gedung tersebut mempunyai kolam renang dalam ruangan yang difokuskan pada kegiatan klub renang dan punya dua kolam renang diluar ruangan untuk para murid diluar klub renang.
"Kamu dapat melihat kulit teman sekelasmu yang terbuka lebar karena mengenakan pakaian renang sekolah disini," goda Chika sambil berbisik di samping telinga Dika.
Dika langsung mundur beberapa langkah mendapat bisikan seperti itu. Dika sangat lemah dengan suara bisikan di samping telinga. Efeknya dia mudah geli dan diganggu oleh teman-temannya saat di sekolah lamanya.
"Geli, tahu!" keluh Dika sambil memegangi telinganya.
Chika tersenyum jahil, "Sepertinya kita impas. Aku sudah tahu kelemahanmu, hehe."
Dika menekuk kakinya untuk beristirahat. Dia menjelaskan pandangannya pada Chika kalau sekolah ini terlalu baik karena memberikan fasilitas lengkap.
Chika mengiyakan dan setuju dengan pendapat Dika. Chika menjabarkan ini adalah sekolah favorit yang menjadi impian semua orang.
"Walau begitu, tetap saja tantangan masuk ke sekolah ini berat. Nilai ujian kamu menjadi taruhannya disini," lanjut Chika.
Dika mengangguk pelan. Dia sudah berpikiran untuk mendaftar ke satu klub yang sudah dia impikan sejak awal. Namun, karena ruang klub yang dipikirkan oleh Dika sebelumnya dikunci. Dika menjadi agak ragu dengan pilihannya.
"Jadi, kamu sudah ada pilihan untuk masuk ke klub yang mana?" tanya Chika sambil menaruh kedua tangan di pinggangnya.
"Aku ingin bergabung ke—Klub Film."
Wajah Chika berubah dengan cepat. Dia sangat terkejut mendengar apa yang dikatakan oleh Dika. Sebab dia tidak menyangka kalau Dika akan bergabung ke klub tersebut.