Ini adalah kisah nyata yang terjadi pada beberapa narasumber yang pernah cerita maupun yang aku alami sendiri.
cerita ini aku rangkum dan aku kasih bumbu sehingga menjadi sebuah cerita horor komedi.
tempat dimana riyono tinggal, bisa di cari di google map.
selamat membaca.
kritik dan saran di tunggu ya gaes. 🙂🙂
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ady Irawan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Itu Efi Bukan?
Efa saat itu berusia dua belas tahun. Dia seumuran dengan Andri Harianto. Dia juga satu sekolah dengannya. Wajahnya yang bulat dan mata agak sipit dan kulit putih bersih, dia mirip dengan Efi saat ini.
Suaranya, tingkah lakunya juga hampir seperti pinang dibelah dua.
Karena rumahnya tepat dibelakang sungai, dia dan keluarganya memanfaatkan sungai itu untuk mandi dan mencuci baju dan sebagainya.
Sungai dibelakang rumahnya itu berlanjut ke sungai Gimun dan sungai Lanang. Sungai itu terus lagi ke tanggul, tanggul pertama sunga pecah menjadi dua. Ke arah timur dan selatan. Ke timur menuju sungai wedok ( sungai perempuan – buat mandi ). Yang ke selatan menuju ke sungai Lanang ( tempat Riyono dkk bermain ). Sungai Lanang lanjut lagi ke tanggul ke dua. Dan di sanalah, tempat yang membuat keluarga Efi syok dan trauma seumur hidupnya.
Bermula saat Efa sedang mandi di sungai belakang rumahnya. Sekalian mencuci baju, karena sudah masuk waktu Maghrib, Efa tidak tahu kalau cuaca mulai mendung. Dan di atas gunung hujan sudah turun sangat lebat, karena saat itu lagi musim hujan.
“Efa. Sudah Maghrib. Cepat masuk nak.” Ibunya Efa dan efi. Bu Sari memanggil anak pertamanya itu. Dia sedang menggendong Efi yang saat itu masih berusia sekitar satu tahunan.
“Iya Mak, bentar lagi selesai kok. Nanggung banget lho.” Jawab Efa.
Karena di gunung hujan semakin deras. Air sungai mulai meluap, dan banjir. Namun, Efa masih belum sadar akan hal itu. Dia seperti keasyikan mandi di sungai.
Singkat cerita. Banjir bandang menyapu sungai belakang rumahnya Efi. Dan Efa yang tidak sadar bahwa terjadi banjir di hulu sungai. Dia pun tersapu oleh banjir tersebut.
Begitu sadar kalau ada banjir bandang datang, Bu Sari lantas menuju ke sungai untuk melihat anaknya.
Dan apa yang ditakutkan olehnya benar-benar terjadi. Tempat mandi yang Efa tadi berada di sana. Saat ini sudah tersapu bersih oleh banjir. Dia histeris dan meraung keras memanggil anak pertamanya itu.
Efa yang malang tersapu banjir. Dia tewas.
2
Keesokan harinya, karena hujan sangat lebat terjadi di des Mulyorejo, pencarian Efa dilakukan sedikit terlambat. Seluruh warga bahu-membahu untuk mencari Efa. Dimulai dari sungai belakang rumahnya, lanjut ke sungai Gimun, sungai Lanang, dan akhirnya mereka sampai di tanggul ke dua, sekitar dua kilometer dari rumah Efi. Tubuh cantik Efa tersangkut di antara bebatuan besar di bawah tanggul ke dua. Duka cita melanda desa tersebut. Jenazah Efa pun langsung dimakamkan saat itu juga.
Setelah kejadian tersebut, Bu Sari yang syok dan stres berat, hampir setiap malam beliau menuju ke sungai tempat ditemukannya tubuh Efa berada. Lamanya, sekitar satu tahunan beliau melakukan hal tersebut.
Hal tersebut akhirnya terbongkar setelah pada suatu malam, Pak Rawi kala itu terbangun karena mendengar suara mencurigakan dari arah depan. Beliau menuju ke depan. Dan alangkah kagetnya beliau melihat istrinya menyelinap keluar rumah tengah malam. Dia berfikir kalau istrinya tersebut melakukan hal yang tidak-tidak. Semisal selingkuh atau sebagainya.
Bu Sari berjalan menyusuri jalan depan rumahnya, menuju ke arah timur – kearah kelurahan. Pas Rawi mengikutinya, dan tak lupa dia membawa golok. ‘Kalau dia beneran selingkuh, tak bunuh mereka berdua.’ Pikir Pak Rawi. Awalnya Pak Rawi berfikir istrinya ketemuan dengan seseorang di kelurahan, tapi sepertinya dia salah, Bu Sari berjalan melewati kelurahan, dan terus ke arah timur, menuju jalan yang baru di buka. Jalan ke tempat anaknya yang tewas di temukan.
Di atas bendungan ke dua. Bu Sari menangis sejadi-jadinya sambil memanggil nama anak pertamanya tersebut. Melihat itu, Pak Rawi merasa bersalah karena berpikir berlebihan terhadap istrinya tersebut. Dia tidak mau mengganggu istrinya, dia hanya memperhatikannya dari jarak yang cukup jauh. ‘Biar lah. Biar pikirannya tenang.’ Pikiran Pak Rawi.
Hari demi hari. Lambat laun Bu Sari sudah mulai jarang ke bendungan. Dia sepertinya terhibur oleh anak keduanya, Efi. Yang lambat laun bertambah usianya. Efi semakin mirip sama Efa. Cantik, putih, dan ceria. Bak pinang dibelah dua sama Efa.
Dan saat ini. Efi sudah seumuran Efa saat dia meninggal. Sang ibu semakin protektif terhadap Efi. Terlebih saat Efi mau mandi di sungai, Bu Sari pasti selalu menemaninya sampai selesai. Dia takut kehilangan anak untuk ke dua kalinya.
3
Kembali ke cerita utama.
Aku terbangun saat hujan deras turun tengah malam. Rumahku yang bocor tepat dimana aku pingsan di malam sebelumnya.
‘Haduh. Jam berapa ini? Hujannya kok deres banget.’ Kataku dalam hati. Aku mulai mengingat ingat kejadian semalam. Dan aku pun langsung merinding seketika itu juga.
Dirumah, sepertinya tidak ada orang. Aku pun keluar kamar menuju ruang tamu. Dan kulihat di atas meja ada secarik kertas yang tergeletak di sana. Aku membacanya.
“Yon. Aku kerumahnya Mbah Di, mau menjemput Erni. Kalau sudah pulang jangan lupa untuk mengunci pintunya. Aku sudah bawa kunci cadangan. Lauk di dapur jangan dimakan ya. Itu buat bapak nanti sepulang ronda. TTD ibukmu.” Begitu isi tulisan tersebut.
“Lho, emak ke rumah Mbah Di. Lha tadi siap yang membukakan pintu.?” Aku bertanya pada diri sendiri. Aneh....
Tak lama kemudian dari arah luar rumah, tepatnya arah timur rumah. Terdengar suara gamelan Jawa yang sedang dimainkan. ‘Aneh.’ Pikirku. ‘jam berapa ini.?’
Aku pun mengintip keluar lewat jendela. Dan alangkah kagetnya aku, diluar sana ada sosok yang sangat aku kenal. Dia berjalan ke arah barat. Dia memakai baju serba putih. Rambutnya terurai. Walaupun saat itu sedang hujan deras, aku bisa melihat dengan jelas sosok itu. Itu si Efi.....
‘Serius itu Efi beneran.? Ngapain pula dia malam-malam begini dia keluyuran, mana lagi hujan deras pula.’ Aku mau mencoba mengejar dia. Tapi hujan sangat deras, sehingga aku mengurungkan niatku. ‘Besok lah aku tanya ke dia. Ngapain hujan-hujanan tengah malam begini.’
Aku pun menuju kamar dan mencoba untuk tidur. Tapi baru mau masuk kamar, tiba-tiba pintu terbuka lebar. Karena kaget setengah mati. Aku teriak cukup kencang. “Waaahhh.!!!!”
“Allahu Akbar.!!!” Ternyata bapak pulang dari ronda. Lantas dia ngomel-ngomel. “Ngapain kamu teriak-teriak tengah malam gini. Mana pas baru masuk rumah pula. Mau copot jantung ini.”
“Aku sendiri juga kaget. Baru mau masuk kamar, tiba-tiba saja mendengar pintu terbuka. Mana pas dirumah sendirian pula.” Aku balik ngomel-ngomel ke bapakku.
“Lha emakmu kemana.?”
“Katanya kerumahnya Mbah Di, mau menjemput Erni. Emang tadi emak ga mampir ke pos ronda kah.?”
“Engga tuh. Waduh gimana ini. Pas lagi lapar pula, emakmu keluar.”
“Di dapur ada lauk.”
“Alhamdulillah.” Bapak pun langsung menuju ke dapur. Dan dia mulai makan. Saat makan dia bertanya. “Kamu kok belum tidur jam segini.?
“Tadi sudah tidur. Karena ada hujan dan kamarku bocor, bocornya pas muka. Aku jadi kebangun deh.” Saat itu juga aku ingat tentang Efi tadi. Lantas aku pun bertanya ke bapak. “Pak, tadi Efi darimana?”
“Hah.?” Bapak bingung mendengar pertanyaan ku.
“Barusan, sebelah bapak pulang. Aku mendengar suara gamelan, karena aku penasaran aku pun mengintip keluar lewat jendela. Dan saat itu aku lihat Efi berjalan ke barat dari arah pos ronda.” Pos ronda di desaku ada beberapa titik. Salah satunya di sebelah timur rumahku.
“Gamelan.? Efi.? Jangan bercanda dah. Siapa pula jam segini main gamelan. Dan ngapain pula Efi keluyuran hujan-hujanan tengah malam gini.?”
“Lha?. Lho?” aku pun bingung mau ngomong apa lagi.
“Udah. Kamu tidur lagi. Kamu pasti lagi ngelindur.” Bapak menuju dapur dan mencuci piringnya tadi. “Bapak capek, aku juga mau tidur.”
Bapak pun meninggalkanku yang bengong kebingungan.
Kalo tadi buka Efi. Lantas siapa.?
silahkan komen, dan share. tengkyu ferimat. 😁😁