NovelToon NovelToon
Rabu Kliwon

Rabu Kliwon

Status: tamat
Genre:Horor / Tamat / Mata Batin / Kutukan / Kumpulan Cerita Horror / Tumbal
Popularitas:13.8k
Nilai: 5
Nama Author: Eka Siti Nurhasanah

Konon ada sebuah kejadian mistis, roh seorang dukun beranak yang tidak sempurna. Mendatangi setiap warga dengan wujudnya seperti di kala dia hidup, terkadang membuat lupa jika Bu Inggit sudah meninggal ketika orang yang tak sengaja berpapasan dengannya. Kematian Bu Inggit yang tidak wajar masih menjadi misteri di desa, mungkin karena sebab itu rohnya masih gentayangan. Teror tidak berakhir, semua warga di sana menjadi tumbal, tidak akan ada yang lolos, seperti kutukan semuanya meninggal dan akan kembali ke tanah kelahirannya. kecuali, keluarga Asih yang berhasil melarikan diri ke kota 13 tahun berlalu teror itu datang menjadi bumerang untuk kehidupan keluarganya, bagaimana perjuangan Citra, cucu dari Asih yang tidak tahu apapun dan harus berjuang menanggung semua nya, berjuang untuk tetap hidup dan mencari sendiri jawaban yang tersembunyi. Apakah citra bisa melewatinya? Atau takdir membuatnya mati seperti yang dikatakan teror itu, jika tidak akan ada yang selamat.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eka Siti Nurhasanah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Arwah BI Inggit

Di rumah Bi Inggit. Suaminya Pak Bari masih melamun, sorot matanya kosong. Mungkin dia masih kepikiran tentang kejadian malam tadi. Sedangkan Anton anaknya masih tetap histeris saat itu, dia tidak bisa menerima kematian ibunya apalagi dengan cara yang tidak wajar.

"Pak Bari! Udah jangan ngelamun terus gitu." Ibu-ibu menghampiri. "Gini ya, mending Pak Bari lapor polisi aja gimana? Biar gak penasaran semuanya kita serahkan ke polisi." Bisiknya.

Pak Bari tak bergeming. Tidak ada raut tertarik sama sekali dengan saran itu.

"Sut. Bu udah jangan ikut campur!" Seseorang lagi cepat mendekat.

"Aku toh kasihan sih, katanya itu, anu meninggalnya rahimnya sampe keluar gitu." Sambil bergidik ngeri ibu-ibu yang menghampiri Pak Bari berbicara pada temannya.

cepat-cepat Ibu-ibu sebagai lawan bicaranya langsung menyumpal mulut tak tahu malu itu. "DIAM! DIAM!" Makinya sambil melotot.

Tidak ada rasa iba sekali, di hadapan keluarga Mayat harus bicara seenaknya seperti itu.

Beruntung karena teguran berhasil mendiamkan Ibu-ibu yang seenaknya bicara.

Semuanya kembali duduk tertib.

Duaarrhh... Suara petir menyambar di tengah suasana hening di dalam rumah.

"Astaghfirullah..." Kebanyakan orang langsung beristighfar sambil menahan dada menunjukkan rasa kagetnya.

Semua orang, tanpa terkecuali tidak ada yang tidak terkejut mendengarnya, suara petir yang tiba-tiba menyambar membelah langit membuat setiap pasang mata langsung membulat kaget.

"Hujan." Kemudian seru seseorang yang saat itu langsung masuk ke dalam rumah. Setelah kejadian petir sekarang adalagi yang ribut terburu-buru masuk ke rumah menambah keruh suasana.

Orang-orang saling pandang. semua berpikiran sama, menunjukkan kebingungan satu sama lain. Memang betapa beratnya untuk saat ini jika harus mengantar jenazah ke pemakaman yang jaraknya itu lumayan jauh, ditambah turun hujan semakin lebat.

Bari memandangi jenazah istrinya yang sudah ditutupi kain. Sekarang baru tampak jelas raut wajahnya yang sedih, sangat sedih. Dukanya semakin dalam, karena dia mulai khawatir jika istrinya itu tidak bisa dimakamkan sebab tidak ada yang mau mengurusinya.

"Coba telpon pak ustad, kita salatkan jenazah di rumah saja sepertinya!" Saran seorang bapak-bapak seusia dengan Pak Bari memecahkan keheningan orang-orang. Dari pada tampak saling bingung lebih baik masalah cepat diselesaikan satu persatu.

Orang yang diajaknya bicara adalah Bu RT, tidak menunda waktu Bu RT langsung menelpon pak ustad dari hp miliknya.

Beberapa saat yang ditunggu.

"Assalamualaikum." Terdengar salam seseorang yang masuk. Bersamaan salam diucapkan orang-orang serentak menjawab. "Waalaikum salam."

Terlihat lega karena yang baru datang adalah anak dari pak ustad. "Maaf, hujan deras di jalanan tadi." Ucapnya ramah. "Bapak gak bisa datang, biar saya yang mengurusi jenazah Bi Inggit, kasian ya sudah lama menunggu." Ucapnya membuat semua orang terutama Pak Bari merasa lega seketika.

Tak menunggu lama, bapak-bapak yang sudah dari tadi menunggu di dalam rumah mulai mengambil wudhu untuk menyalatkan mayat bersama di pimpin oleh Anak dari Pak Ustad.

####

Malam di rumah Pak Bari.

Bersyukur sekali karena Pak Bari memiliki saudara yang sangat peduli. Meski melewatkan proses pemakaman tadi siang, tapi setelah malam saudara dari Pak Bari datang juga. Pak Bari sudah maklum karena saudaranya tidak tinggal satu desa dengannya, melainkan di desa sebelah.

Setelah acara doa dan tahlil selesai dilaksanakan, sesudah isya berkumandang dan solat pun sudah ditunaikan.

Sekiranya sekarang sudah pukul 09.30 malam. Maklum sekali karena tidak ada acara tv di rumah Pak Bari pasti membuat orang-orang pada mengantuk. Yang lainnya mulai izin untuk tidur, sedangkan Pak Bari masih duduk melamun di kursi di satu ruangan bersama yang lainnya.

"BI, mau tidur sekarang? Itu di kamar Anton saja Bi!" Anton sangat peka langsung menghampiri bibinya karena dia melihat bibinya yang sudah menguap beberapa kali.

"Tuh. Jangan ngelamun terus!" Ucap Bi Tari pada Anton menunjuk ke arah Pak Bari ayahnya yang masih duduk melamun.

Anton menghela napas. Bukannya dia tidak memikirkan bagaimana kematian Ibunya itu, tapi jika dia terus larut dalam kesedihan dan rasa tak terima, mungkin siapa lagi yang bisa menjadi penguat untuk ayahnya. Terutama Anton adalah anak satu-satunya BI Inggit dan Pak Bari.

"Pak! Anton mau pergi ke pos, mau jaga malam!" Ucap Anton berdiri di samping Pak Bari.

Bi tari yang kebetulan mendengarnya sampai tak percaya, ada apa dengan Anton? Kenapa Anton malah meminta izin untuk pergi ke pos? Benar-benar tidak bisa diharapkan.

Pak Bari langsung menoleh melihat anaknya. "Astaghfirullah, kamu mau pergi saja?" Terdengar Pak Bari bicara, begitu tidak bisa menyangka dengan keinginan Anton.

"Ibu baru aja meninggal ya Pak? Anton tahu Ibu baru meninggal." Jawab Anton masih dengan nada bicara yang sama.

"Kamu gak bisa berubah ya? Bicara gitu sama orang tua." Pak Bari seolah terpancing emosi.

"Kalau bapak ini orang tua, kenapa bapak gak bisa kuat kaya Hardi?" Ucap Anton, Hardi yang dimaksud adalah anak kecil, tak lain anak dari pak Parto yang ikut melayat tadi.

Pak Bari terdiam seribu bahasa. Mendengarkan nasehat anaknya dia tidak bisa berkata-kata. Benar mungkin seharusnya Pak Bari lebih bersikap dewasa lagi.

"Bapak mau tidur sekarang!" Seolah menyudahi perdebatan, Pak Bari akhirnya pergi ke arah kamar dengan sendirinya.

Anton terdiam, dia tidak benar-benar akan pergi ke pos, tidak mungkin.

"Udah, kamu juga istirahat di kamar!" Pinta bi Rita.

"Udah bibi aja sana yang di kamar, aku di sini saja." Anton kemudian duduk di kursi panjang tempat tadi bapaknya melamun.

"Bangunkan si tita, masa mau ditinggal di luar bi!" Anton mengingatkan bibinya untuk sekalian mengajak anaknya itu agar cepat berkemas ke kamar.

Setelah semuanya tidur, barulah yang tersisa di ruangan hanya Anton saja.

Anton semakin tidak bisa tidur saat itu. Dia terdiam dan beberapa kali melamun. Sayangnya lamunan Anton tetap tentang permintaan ibunya pada malam tadi yang memintanya harus diantarkan pulang.

Secepat itu kenyataan, ketika subuh pulang dari pos Anton harus melihat bapaknya yang pingsan dan ibu tidak di rumah.

Membahas tentang kematian ibunya, Anton merasa seperti diingatkan sesuatu, memang ada yang salah dengan kematian Ibunya itu.

Kenapa ibunya malah ditemukan meninggal subuh tadi di jalanan. Di rumah bapak juga pingsan sendirian, kenapa bapak pingsan? Apa terjadi sesuatu? Pasti ada yang tidak dia ketahui, tapi apa? Kenapa Pak Bari belum juga bercerita. Anton bertanya-tanya dalam hati, karena bekuk sempat bicara jadi dia tidak tahu alasannya.

00.35 WIB

Gubrak ...

Suara seperti ada sesuatu yang menggebrak pintu.

Tari berusaha membuka matanya itu, meski rasanya sangat susah. Tapi mendengarkan gebrakan seperti tadi membuat dia langsung terbangun karena suaranya.

Tari bangun dari tidur sambil mengucek mata. Samar terlihat sosok perempuan yang sangat dikenalnya.

Baru saja membuka pintu kamar. "Teh Nyai Baru pulang?" Sambil menguap tari bicara.

"Ini mau ada lahiran sebentar lagi. titip si Anton ya!" Terdengar suara Bi Inggit yang dipanggilnya Teh nyai.

Hanya mengangguk lembut, dia pun belum sepenuhnya sadar dan akhirnya memilih kembali tidur di samping anaknya.

1
Aurora79
Masih setia...🌹
eka siti N: terimakasih kak untuk support nya ☺️ 💖
total 1 replies
Gugun aldy
luar biasa
Ayo saling Dukung
semakin menarik ceritanya
Selena Selena
bagus
Rizik Mustofa bilah
astaga gak nyangka bisa begini
Rizik Mustofa bilah
jadi si Andre juga mengalami teror juga
Rizik Mustofa bilah
astaga
Rizik Mustofa bilah
nangis berdarah ini
Rizik Mustofa bilah
astaga 😳😳
Rizik Mustofa bilah
udh beda lagi. apa sih mau nya
Rizik Mustofa bilah
teror nya itu loh
Rizik Mustofa bilah
😶
Rizik Mustofa bilah
astaga 😳 Thor ini aku curiga si cantik dari desa yang dulu ya .
Rizik Mustofa bilah
wih awal yang baru ceritanya ... semangat Thor aku suka ceritanya💪
Rizik Mustofa bilah
kemana lagi Ahmad lu
Rizik Mustofa bilah
s Ahmad dan pak kyai
Tiara Andini
astaga terornya bukan main
Tiara Andini
jadi curiga hubungan si nenek sama si Ahmad. kenapa sih
Rizik Mustofa bilah: setuju
total 1 replies
Tiara Andini
paling syuka ceritanya beda dari yang biasa aku baca, gak bisa ditebak bikin penasaran
Tiara Andini
curiga sama si neneknya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!