Kara sangat terkejut saat Ibunya tiba-tiba saja memintanya pulang dan berkata bahwa ada laki-laki yang telah melamarnya. Terhitung dari sekarang pernikahannya 2 minggu lagi.
Karna marah dan kecewa, Kara memutuskan untuk tidak pulang, walaupun di hari pernikahannya berlangsung. Tapi, ada atau tidaknya Kara, pernikahan tetap berlanjut dan ia tetap sah menjadi istri dari seorang CEO bernama Sagara Dewanagari. Akan kah pernikahan mereka bahagia atau tidak? Apakah Kara bisa menjalaninya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ririn Yulandari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Posesif
Hari yang begitu rempong pagi-pagi sekali aku sudah bergegas bangun menyiapkan sarapan lalu mempersiapkan pakaian yang akan aku pakai dengan Mas Saga ke pernikahan sepupu dari suamiku itu. Walaupun acaranya di mulai jam 10 tetap saja aku tak bisa bersantai sebab aku butuh di dandani yang memerlukan waktu cukup lama.
Setelah semuanya beres aku bergegas mandi dan membangunkan Mas Saga yang masih terlelap di kasur padahal jam sudah menunjukkan pukul 7 pagi, namun walaupun begitu untungnya Mas Saga tidak susah untuk di bangunkan. Aku menyuruhnya mandi dan memberitahu dia bahwa aku sudah menyiapkan sarapan di bawah. Bergegas aku ke kamar bawah dimana mua yang akan mendandani ku sudah datang.
Sebenarnya bisa saja aku berdandan sendiri, tapi kata suamiku itu, Mama mertuaku sudah menyiapkan semuanya untukku, mulai dari kebaya yang akan aku pakai hingga dia menyiapkan mua pilihannya sendiri. Ternyata walaupun nampak tidak suka, wanita paruh baya itu masih menaruh perhatian kepadaku dan ya, tadi malam setelah pulang dari rumah orang tuaku, aku tak lupa juga untuk mampir kerumah orang tua Mas Saga. Setelah jam menunjukkan pukul 10 malam baru kami pulang ke rumah.
Setelah lebih satu jam aku di dandani akhirnya aku sudah siap dengan kebaya berwarna coksu yang membalut tubuh rampingku, dengan ukurannya yang begitu pas di badanku. Rambut ku juga di tata, dengan di sanggul. Liontin mewah pemberian Mas Saga yang menghiasi leherku membuat penampilanku semakin sempurna.
Tak ketinggalan mua yang mendandani ku memberiku pujian sebelum akhirnya mereka pamit pulang. Aku segera kembali ke kamar, memastikan Mas Saga sudah selesai bersiap atau belum, karna jam sudah menunjukkan hampir pukul 9. Posisi hotel yang sepupu Mas Saga tempati untuk resepsi memakan waktu sekitar 30 menitan.
"Mas," aku langsung memanggilnya begitu aku memasuki kamar dan melihat Mas Saga sedang berdiri didepan cermin tengah memasang jam tangannya.
"Iya sayang," sahutnya langsung menoleh. "Cantiknya istri Mas," puji Mas Saga tersenyum begitu aku berada di depannya.
Tentu aku yang di puji begitu tak dapat menahan semburat merah di pipiku.
"Aku kira Mas belum siap," kataku sambil merapikan tuxedo yang ia kenakan.
Mas Saga tak menyahut malah menarik pinggangku agar semakin dekat dengannya. "Cantik sekali," pujinya untuk yang kedua kalinya. Dia menatap lekat mataku membuat aku salah tingkah dan berusaha agar tidak menatapnya balik.
"Biasa aja..." kataku berusaha terlihat baik-baik saja setelah di beri pujian.
Aku seketika bergerak mundur namun tidak bisa ketika Mas Saga tiba tiba saja mengecup bahuku yang sedikit terekspos. "M-mas..."
Dapat ku lihat mata Mas Saga yang menyiratkan tatapan tak suka. "Kok bahunya ke buka gini sayang?" tanyanya berusah menutupi bahuku namun tak bisa.
Lalu pandangannya berpindah menatap rok kebayaku yang semakin membuat raut wajah tidak sukanya semakin nampak. "Itu juga roknya, kenapa tinggi sekali belahannya," kesalnya menatap belahan rokku yang memang sampai di lututku.
"Aku kan ga tau Mas, ini Mama yang buatin," kataku gugup.
Mas Saga bergumam pelan. "Mas ga suka," ujarnya terang-terangan memperlihatkan raut wajah tidak suka bercampur rasa cemburunya.
Dia lalu menarik pinggangku agar semakin dekat dengannya. "Nanti jangan jauh-jauh dari Mas, harus selalu di samping Mas kalau disana."
"Iya Mas."
"Jangan ngobrol sama orang lain yang ngga kamu kenal kalau itu laki-laki."
"Iya ngga kok, Mas."
"Bajunya ga bisa di ganti aja sayang?" tanyanya dengan bahu merosot karna kini sudah bersandar di bahuku.
Ya ampun, kenapa suamiku semakin hari semakin ada saja tingkahnya.
...****...
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 30 menit, akhirnya aku dan Mas Saga sudah sampai di hotel yang dipakai untuk acara resepsi sepupu Mas Saga, lebih tepatnya Dean. Kebetulan sekali kami juga berpapasan dengan orang tua Mas Saga yang baru saja tiba saat kami didepan lobby.
Kedua pasangan paruh baya itu terlihat sangat serasi dengan penampilannya yang terlihat lebih muda dari umurnya dan ya pakai kami memang seragam dengan mereka juga. Kami berjalan mendekat lalu menyalami tangan Mama dan Papa bergantian.
"Baru sampai juga kalian?" tanya Papa mengelus kepala ku.
"Iya, Pa," sahut ku menegakkan badan setelah tadi menunduk.
"Ibu mu juga belum datang?" Kini giliran Mama yang bertanya padaku.
Aku pun segera menjawab. "Belum kayanya, Ma. Tapi, mungkin udah hampir sampai-eh itu kayanya mobil mereka," kata ku dengan pandangan tertuju pada mobil hitam yang baru saja berhenti yang tak lama keluar lah kedua orang tua ku itu, sontak membuat pipi ku mengembangkan senyum.
Aku buru-buru mendekat kepada mereka tentu saja untuk bersalaman di susul oleh Mas Saga di belakangku, setelah itu barulah kedua besan itu saling menyapa. Karna sudah jam 10 kami pun segera masuk ke tempat acara yang akan berlangsung.
Aku berjalan dengan Mas Saga yang merangkul pinggangku dari samping, kentara sekali tak membiarkan aku jauh-jauh darinya. Apalagi dia kembali berbisik padaku. "Jangan jauh-jauh dari Mas."
Aku menatapnya sebentar kemudian mengangguk. Tamu sudah berdatangan begitu kami sampai di dalam, tapi untungnya kami masih kebagian kursi didepan dekat dengan acara akad yang katanya akan berlangsung 10:30 berarti beberapa menit lagi.
Sungguh kami baru saja menikah, dan ini juga baru pertama kalinya aku datang ke acara keluarga Mas Saga yang tentu saja aku akan bertemu dan berkenalan dengan keluarga besar Mas Saga itu. Seperti sekarang ini, baru aku dan Mas Saga duduk, suami ku itu langsung memperkenalkan aku sebagai istrinya kepada sepasang suami istri yang sepertinya juga seumuran dengan kami juga tengah duduk.
Aku hanya berjabat tangan dengan istri yang katanya klien sekaligus teman Mas Saga itu, dan hanya menangkupkan tangan kepada teman Mas Saga yang ku tahu namanya Rakha, sedangkan istrinya bernama Clare.
Mas Saga pun nampak mengobrol santai sebentar, dan ku tatap Clare yang baru ku sadari ternyata tengah hamil besar.
"Udah berapa bulan?" tanya ku dengan sedikit hati-hati, takut sekali di kata so akrab. Tapi, ternyata di sambut hangat oleh istri dari teman Mas Saga itu.
"Udah jalan tujuh bulan," sahut Clare tersenyum sambil mengelus perutnya yang sudah membesar.
Aku mengangguk mengerti. Tapi, setelah itu obrolan kami mengalir begitu saja mulai dari Clare yang menceritakan bahwa ini pengalaman pertama baginya, karna ternyata itu adalah anak pertama mereka lalu aku yang menceritakan bahwa bekerja di Jakarta dan mungkin sebentar malam sudah pulang.
Clare pun mengajakku untuk berkunjung ke rumahnya nanti, ketika aku kembali lagi ke sini. Aku hanya mengangguk mengiyakan, tapi tentu saja untuk waktu dekat ini aku tidak bisa pulang ke Jogja karna sudah mengambil cuti berulang kali.