Peraturan aneh yang ada di kampung halaman mendiang ibunya, membuat Maya dan Dika harus mengungkapnya.
Mereka seakan diminta oleh para tak kasat mata itu untuk membuka tabir kebenaran, akan adanya peraturan tak boleh keluar masuk desa saat hari mulai gelap.
Apa yang sebenarnya terjadi? Bagaimana kisah pasutri ini saat mendapat gangguan para tak kasat mata?
Baca secara runtun tanpa lompat bab agar dapat memahami dengan baik ya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Byiaaps, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3
Wanita itu lalu menjelaskan bahwa dirinya tidak mengetahui banyak soal sejarah kampung ini dulu, karena saat ia masih tinggal di kampung itu, ia masih kecil. Sedangkan para sesepuh di kampung itu sudah meninggal. Ia lalu menyarankan untuk menanyakan pada seorang perempuan bernama Maya, yang saat ini tengah tinggal di Jakarta.
“Dulu ibunya Bu Maya tinggal di kampung ini juga. Setelah Bu Maya menikah juga sempat tinggal di sini bersama suaminya, sampai dia melahirkan. Saya rasa, dia lebih tahu semuanya, karena kebetulan kantor suaminya juga lah yang membangun perumahan ini,” tutur wanita itu.
Sania lalu menanyakan apakah wanita itu memiliki alamat Maya di Jakarta.
“Punya, saya pernah diberi alamatnya oleh ibu saya dulu, ibu saya dapat dari almarhumah Bu Siti, salah seorang sesepuh di kampung," jawab wanita itu sembari mengeluarkan ponselnya.
Tanpa pikir panjang, Sania mengajak kedua temannya pergi ke Jakarta, untuk mencari keberadaan Maya dan menanyakan hal ini.
“Kamu yakin? Jauh loh, San. Kalau tidak ketemu bagaimana karena rumahnya sudah pindah?” tanya Ayu ragu.
Sania meyakinkan kedua temannya, bahwa mereka pasti bisa menemukan rumah Maya, kalau pun telah pindah rumah, mereka bisa ke kantor developer perumahan itu untuk menanyakan suami Maya yang bekerja di sana.
“Kita sudah tahu ‘kan nama suaminya Bu Maya, cari saja di kantornya. Aku tahu kok perusahaan pengembang perumahan ini. Sekalian kita liburan di sana saja,” ujar Sania santai.
“Apa mungkin mereka akan mau jujur, San? Bagaimana pun, perumahan ini ‘kan proyek kantor suaminya Bu Maya,” ucap Winda yang juga ragu.
“Tenang saja, kita bisa mendesak mereka! Lagi pula, itu hak kita sebagai pembeli. Aku tidak terima sudah beli rumah mahal-mahal malah angker!” tegas Sania dengan mantap.
Ia juga menjelaskan bahwa ia perlu tahu karena tak mungkin akan tinggal di tempat berhantu. Ia yakin, teman-temannya pasti tak akan mau menemaninya lagi menginap di rumahnya. Sania merasa, kalau memang telah terjadi sesuatu, ia akan lebih memilih menjual rumahnya saja.
Segera, Sania memesan tiket kereta api untuk ke Jakarta hari ini juga dan memesan hotel untuk tempat tinggal mereka selama di sana. Ia yang sudah sering bepergian ke luar kota bahkan ke luar pulau, seakan tak sulit jika harus pergi ke kota lain dengan mendadak seperti ini. “Yuk siap-siap! Tenang, transportasi dan hotelnya aku yang bayar! Kita juga hanya beberapa hari di sana kok.”
***
Setelah perjalanan ke Jakarta hingga berganti hari, subuh ini mereka telah sampai di hotel. Pagi nanti, mereka akan segera mencari alamat rumah Maya dengan jasa taksi online. Sania juga merancang rencana liburan mereka setelah dari rumah Maya nanti.
Hingga saat pukul 8 pagi, mereka mulai berangkat. Tak begitu jauh dari hotel, karena menuju alamat rumah Maya hanya memakan waktu 20 menit. Hingga saat tiba di depan rumah Maya, mereka saling berpandangan.
“Kamu yakin, San?” tanya Ayu, kembali memastikan langkah temannya yang kritis dan ambisius itu.
Sania mengangguk, lalu mengetuk pintu.
Tak lama, keluar seorang wanita paruh baya yang cantik. “Maaf, mencari siapa ya?”
Sania pun memperkenalkan dirinya juga teman-temannya, sebagai penghuni perumahan Village Prestige Cluster.
Mengetahui perumahan itu, Maya lalu mempersilakan mereka masuk dan duduk, kala Sania meminta izin untuk menanyakan sesuatu.
“Maaf kalau kedatangan kami lancang. Kami dapat alamat rumah Ibu dari Mbak Melia, yang dulunya tinggal di kampung sebelum jadi perumahan itu,” tutur Sania.
Maya yang mengenal Melia adalah anak tetangganya dulu saat tinggal di kampung ibunya, kemudian mempersilakan Sania mengutarakan tujuan kedatangannya.
“Ibu Maya, kami perlu tahu bagaimana sejarah perumahan kami. Karena kami sebagai pembeli, berhak tahu. Ibu tahu, kami diganggu!” tegas Sania tanpa jeda, membuat Ayu dan Winda menenangkannya karena tak enak hati jika bersikap demikian di rumah orang asing.
Suasana yang tegang, seketika menjadi hangat kala seorang lelaki seumuran mereka menemui Maya.
“Ma, Kama berangkat dulu ya, Assalamualaikum,” pamit lelaki itu.
Sontak raut muka Sania yang galak, berubah mimik menjadi kagum dan lunglai saat melihat lelaki yang diduga anak Maya itu.
“Maaf, bisa diulangi tadi bagaimana? Tadi anak saya pamitan mau berangkat kuliah,” ujar Maya meminta Sania mengulangi pembahasannya.
Sania pun mengulangi ucapannya, tapi kali ini dengan nada yang lebih halus dan sopan. Ia meminta dengan baik-baik, penjelasan mengenai sejarah perumahan yang ditempatinya. Dengan memohon, Sania meminta Maya untuk jujur karena ini menyangkut kenyamanannya sebagai konsumen.
“Tapi bukankah tetangga kamu tidak ada yang protes karena diganggu?” tanya Maya seakan enggan bercerita.
“Bisa saja iya tapi mereka diam,” sahut Sania.
Maya lalu menanyakan letak rumah Sania di perumahan itu.
Sania pun menunjukkan foto rumahnya, di ponselnya. “Di sini, rumah yang paling besar.”
Maya hanya menghela nafas panjangnya. Apa yang ia dan suaminya takutkan seakan menjadi kenyataan. Di satu sisi, ia takut ceritanya akan berpengaruh pada kepercayaan konsumen perumahan yang menjadi proyek kantor suaminya. Tapi di sisi lain, ia berkewajiban menceritakannya, karena tak ingin orang lain merasa terganggu dan hidup tak tenang seperti yang ia rasakan dulu.
“Apa kamu yakin ingin mengetahui ceritanya?” tanya Maya sekali lagi,
Mereka bertiga mengangguk, seakan siap mendengar cerita Maya.
Maya pun berdiri di dekat jendela, dan memulai menceritakan kehidupannya terdahulu saat di kampung ibunya, 20 tahun silam.
...****************...
author nya keren banget bisa bikin cerita dengan alur perpindahan yg mulus dan gak bertele-tele, semua penggambarannya tentang situasi dan kondisi terasa nyata karena dijabarkan dg jelas yang bisa ngebuat kita ikutan merinding..
singkatnya, kamu keren tor!! ditunggu kisah lainnya dari kamu
teruslsh berkarya 👍👍
Karyanya kereen sat set gak bertele2, i like it 💯👍❤
Ditggu karya laemya ka
Thanks 🙏