NovelToon NovelToon
Mafia Posesif Terobsesi Cinta Detektif Bar-Bar

Mafia Posesif Terobsesi Cinta Detektif Bar-Bar

Status: sedang berlangsung
Genre:nikahmuda / Mafia / Peran wanita dan peran pria sama-sama hebat / suami ideal
Popularitas:6.4k
Nilai: 5
Nama Author: Bilah Daisy

Mempunyai Hubungan Toxic dengan suaminya merupakan hal biasa bagi Sara, hal itu sudah wajar jadi ia tak terlalu peduli. Leo sang mafia agresif namun sangat menyayangi istrinya masih saja ia tenggelam dengan obsesi masa kecilnya selain obsesi cintanya pada Sara. Kehidupan yang awalnya seperti biasanya berubah menjadi aneh saat Sara mendapatkan tranplantasi jantung oleh seseorang yang tak di ketahuinya. Di balik pernikahannya yang kembali berjalan lancar setelah Sara sembuh, Sara mulai mendapati sisi gelap suaminya karena kepekaannya yang kuat sejak menerima transplantasi jantung. Hal itu membuat Sara menjadi takut pada suaminya, sebenarnya apa sisi gelap dari Leo hingga membuat Sara takut setelah mengetahuinya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bilah Daisy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ulang Tahun Pernikahan

Keesokan harinya...

Sara sudah bangun dari tadi, namun tak bisa mengangkat tubuhnya karena Leo yang menindihnya.

Sudah beberapa kali Ina membangun kan suaminya itu, namun Leo tetap saja melanjutkan tidurnya yang nyenyak.

" Leo? Bangun." Sara menepuk-nepuk pipi Leo. " Hei, kamu udah bangun nggak sih?"

" Hmm."

" Kamu bangun dulu, nanti ada yang masuk..."

" Pintunya udah aku kunci."

" Ya kamu harus tetap bangun, dada aku sakit Leo."

" Ah maaf." Leo segera bangun. " Oh tidak, dada kamu membengkak. Bagaimana ini."

" Ini harus di olesi salep kek ya de, bisa pasangkan baju ku?"

" Baiklah."

Leo segera mengambil baju Sara yang berserakan di lantai dan memakaikannya begitu pelan agar Sara tak merasa kesakitan.

Ia pun juga memakai bajunya karena tengah bertelanjang dada.

" Sebaiknya kita pulang, di rawat di rumah lebih baik." Ucapnya sambil memakai celananya. " Dada kamu juga udah nggak terlalu sakit kan?"

" Iyaa sih, tapi kamu bisa tolongin aku dulu nggak. Aku mau lepas kutang aku aja deh, soalnya sakit banget."

Leo pun kembali membantu Sara melepas bajunya lalu melepas baju dalamnya dengan pelan.

Saat melihat kembali dada Sara, Leo malah terdiam bahkan tak berhenti menatap dada istrinya itu.

" Kamu ini cabul banget sih, berhenti nggak!"

" Cabul gima sih? Aku kan suami kamu."

" Ya nggak usah lihat segitunya, malu tahu."

" Ngapain malu? Kita udah nikah dari lama loh."

" Iiii kamu mending diam deh." Kesal Sara.

" Jangan marah, aku cuma bercanda."

" Ya jangan bercanda."

" Marah marah mulu, kamu nggak lagi dapet kan?" Tanya Leo sambil tersenyum.

" Kamu kok senyum kek gitu?"

" Besok tanggal 8, kamu bakalan dapet besok. Jadi aku harus tahan sama kamu."

" Jadi selama ini kamu nggak tahan sama aku?"

" Aku nggak ada bilang kek gitu loh."

" Ya artinya kamu nggak tahan kan."

Leo hanya menanggapinya dengan senyuman lebarnya, tak ada gunanya jika terus berdebat dengan istrinya tersebut.

Sedang Sara masih saja mengomelinya tanpa henti selagi Leo membereskan barang-barang mereka.

Tanpa mereka sadari, kini wanita yang entah siapa tengah melihat mereka di balik pintu sambil tersenyum.

" Dia yang menyelamatkan ku malam itu." Wanita itu tersenyum menatap Sara. " Syukurlah dia masih hidup."

xxxxxxxxxxxxx

Kini Sara tengah tertidur lelap di pelukan Leo, sangat hangat dan nyaman hingga ia tak ingin melepaskannya.

Leo pun juga terus mengusap-usap punggung istrinya, berbeda dengan suasana tadi. Wajah Leo terlihat tengah memikirkan sesuatu yang membuatnya nampak sedih.

Entah apa yang ia pikirkan sekarang, hal itu membuat Andre yang merupakan sopirnya menjadi penasaran. Belum pernah ia melihat Leo secemas itu memikirkan sesuatu.

" Apa anda baik-baik saja? Anda terlihat sangat resah, apa anda memikirkan sesuatu?" Tanya Andre.

" Emang iya?"

" Apa anda memikirkan kondisi nyonya Sara? Anda tak perlu khawatir, Alex sedang berusaha untuk mencari pendonor yang tepat."

" Ini udah seminggu yang lalu gue nyuruh kalian buat cari pendonornya, kenapa belum nemu juga? Kalian kerja yang benner nggak sih?"

" Maaf tuan, saya akan berusaha lebih keras lagi."

" Awas aja ya, jika Minggu depan kalian belum nemuin pendonornya. Gue bakal bunuh kalian semua, ngerti?"

" Baik tuan." Angguk Andre.

" Leo, jangan gitu i. Nggak baik bunuh orang kek gitu aja. Kamu bisa aku penjarain jika sampe aku lihat kamu bunuh orang." Tegur Sara yang masih menutup matanya.

" Kamu bangun?"

" Bangun karena kamu berisik banget, detak jantung kamu juga kencang banget. Aku juga mau dengerin detak jantung aku yang sekencang dulu... Sekarang melemah..."

" Detak jantung kamu masih kencang kok ini, jangan bicara sembarangan deh."

Sara tersenyum dan membuka matanya menatap Leo. " Jelas kamu khawatirin aku."

" Mau kamu aku haru ketawa gitu? Lalu pergi merayakannya di bar?"

" Lakukanlah jika kamu mau..."

" Ckkkk sembarangan banget sih! Diam nggak!"

" So sweet banget."

" Aku bilang diam nggak." Kesal Leo. " Kamu tidur aja lagi, nggak usah bicara..."

" Kamu tampan banget di lihat dari bawah sini."

" Sara, diam. Aku bilang diamlah."

" Mungkin aku nggak bisa lagi bicara banyak kek gini jika..."

" Aku lagi cari pendonornya, jadi kamu diam aja. Tutup mulut kamu rapat-rapat." Leo menutup mulut Sara.

Namun Sara membalasnya dengan senyumannya yang membuat Leo tak kuasa menahan air matanya.

" Kamu ngapain senyum kek gitu .... Sial..." Leo mengalihkan pandangannya keluar jendela.

" Bisa berhenti sebentar."

" Baik nyonya." Andre lalu menepikan mobil.

Sara lalu turun dari mobil dan menuju ke pintu sebaliknya dan mengajak Leo keluar.

" Keluar lah."

" Ha?" Herna Leo. " Kamu mau ngapain."

" Keluar aja dulu."

Leo lalu keluar, dan segera Sara membawanya pergi duduk di pinggir danau.

Sara tak bicara sepatah kata apapun, ia hanya terus menatap ke arah danau membuat Leo tentu heran.

" Kamu ngapain di sini?" Tanya Leo.

" Kamu kok nggak nangis lagi?"

" Emangnya aku harus nangis?" Ucap Leo polos.

Sara tersenyum dan menggenggam tangan Leo. " Tadi kamu nangisin aku kan? Aku tahu kamu nggak bakalan nangis di depan orang lain selain aku, itu sebabnya tadi kau menahannya. Sekarang kita sedang sendiri di sini, jadi kamu nangis aja. Hanya aku yang lihat kamu nangis sekarang."

" Lebay nggak sih?"

" Kamu lebay ya sama aku aja." Sara memegang kedua pipi Leo. " Sekarang kamu sudah tumbuh kumis lagi, sebaiknya kita pulang aja jika kamu udah nggak mau nangis lagi."

" Nanti aja deh, aku masih mau di sini sama kamu." Leo menggenggam tangan Sara.

Sara kembali tersenyum yang membuat Leo kembali heran.

" Apa yang lucu?"

" Semuanya lucu, kita menikah 11 tahun yang lalu. Itu waktu yang lama, itu lucu."

" Lucu karena kita masih bersama?"

" Mungkin begitu sih."

" Kamu ngawur banget sih. Nggak ada yang lucu dan jangan tersenyum seperti itu pada orang lain, jika aku sampai lihat kamu senyum kek gitu ke orang lain. Aku nggak bakalan segan buat..."

" Buat apa?" Sara mendekatkan wajahnya. " Kamu nggak mau merubah sifat kamu demi aku? Kami terlalu obses sama aku hingga larang aku sana sini, aku mohon rubah itu. Cobalah."

" Nggak mau dan aku nggak bakalan lakuin itu."

" Hmmm ya udah."

" Ayo pulang."

" Udah nggak mau di sini?"

" Lebih baik kamu pulang dan istirahat aja dan aku juga udah baik-baik aja."

" Yang benner?" Sara menyipitkan matanya.

" Apasih." Leo mengerutkan keningnya. " Udah ya, nggak capek apa? Jauh-jauh gih..."

" Tapi wajah kamu merah, kamu nggak apa-apa."

" Nggak... Nggak merah...."

" Merah loh ini." Sara mengecup bibir Leo. " Bibir kamu sangat kering, ayo pulang." Sara lalu pergi.

Sedang Leo masih duduk di sana sambil mengedip-edipkan matanya merasa terkejut.

" Apa itu... Apa yang dia lakukan..." Leo menarik-narik kerah bajunya. " Itu terlalu alay..." Ujung bibirnya terangkat. " Apasih, nggak suka banget... Alay tahu nggak sih."

xxxxxxxxxxxxx

" Gue denger ada yang butuh Tranplantasi Jantung, kalo nggak salah namanya Sara kan?"

" Terus?" Dokter bernama Camila menatap heran Lisa. " Gue denger kalo nggak salah suaminya dari keluarga konglomerat gitu, keluarganya punya kek pabrik atau operasi alat medis, alat medis mereka bagus banget, di pake di semu rumah sakit. Lo ngapain nanyak?"

" Gue tadi liat mereka di ruangan VIP itu, gue seneng liat banget lihat tu cewek."

" Lo seneng?"

" Gue pikir tu cewek kenapa-kenapa saat gue di bawa ke rumah sakit, dia yang nolongin gue waktu itu. Terakhir gue lihat dia di tusuk di perut waktu nyelamatin gue di gudang. Karena tu cewek gue hidup sampe sekarang dan keluarga pada mati semua."

" Ya hubungannya apa? Lo jangan macam-macam ya..." Camila merasa curiga. " Lo nggak..."

" Gue mau donorin jantung gue."

" Ha? Lo udah gila atau apa? Lo pikir gue bakalan bilang iya gitu?"

" Tu kan cewek penderita gagal jantung stadium akhir, ya gue cuma mau balas budi sama dia aja."

" Lo mau balas budi ape mati ha? Lo donorin tu jantung Lo dan Lo bakalan mati tolol, yang bener aje, udah ah. Lo mending kembali dan bobo aja."

" Mila, gue juga udah nggak punyak keluarga..."

" Ya terus gue apa?"

" Sahabat."

" Gue nggak mau ditinggalin Lo lah, yang bener aja."

" Gue mau berapa lama lagi di rawat di rumah sakit ini sebagai pasien sakit mental."

" Lo udah sembuh Lis, Lo udah nggak sakit lagi."

" Itu menurut Lo, tapi orang lain gue gila."

" Gini aja ya, kalau Lo emang gila. Sekarang Lo pasti di RSJ..."

" Mila." Lisa tersenyum. " Gue sendiri saat Lo balik ke rumah, Lo masih punya keluarga. Sedang gue? Gue nggak punya siapa-siapa buat gue pulang..."

" Terus pacar Lo gimana?"

" Gue udah putus ama Alex."

Camila langsing tercengang saat mendengarkan hal itu. " Ada apa lagi? Apa karena si prof gila itu?"

" Nggak kok, semua suster di sini juga ngelakuin hal-hal yang bikin gue takut danh nggak nyaman. Mereka pada benci gue, mungkin emang gara-gara si prof itu sih. Tapi gue nggak peduli juga, mungkin penderitaan gue bakal hilang jika gue pergi aja."

" Lis, plisss deh. Nggak usah lebay."

" Lebay gima sih?"

" Kok Lo putusin Alex sih? Kenapa Lo nggak bilang aja kalo si prof itu agak Laen?"

" Nggak guna juga, itu Mak lampir kuat banget aktingnya. Gue juga nggak mau Alex sampai kenapa- kenapa cuma karena gue."

" Jadi Lo yakin bakal ngedonorin jantung Lo? Tapi harus lakukan..."

" Gue iri ama dia juga sih, suaminya bener-bener perhatian sama dia. Suaminya bahkan cari sana-sini dan bayar berapapun asal ada yang mau donorin jantungnya, btw gue pernah lihat suaminya..."

" Di mana?"

" Keknya di gang deh, kalo gue nggak usah lihat. Soalnya tu malam gelap banget. Kalau itu beneran suaminya, bahaya banget sih. Tapi nggak mungkin juga, soalnya gue lihat suaminya tuh perhatian banget sama dia, senyum-senyum gitu..."

" Itu mah kalo sama istrinya doang, gue pas kesana buat periksa dia. Suaminya ketus nggak attitude banget, omongnya kasar banget."

" Waktu di gang itu juga..." Lisa mengerutkan keningnya. " Apa jangan-jangan, nggak mungkin sih."

" Ah udah ah, nggak bahas dia. Gue kesel sendiri nih. Jadi Lo tetap mau gitu?"

" Ya mau gimana lagi?"

" Lo ya... Emosi banget gue."

" Ya maap." Lisa tersenyum.

" Nggak usah senyum gitu ih, nyebelin banget tahu."

" Maafin gue..."

" Nggak usah ngomong."

Lisa.oung menghela napas lega dan memeluk sahabatnya itu. Memang Camila kini merasa sangat kesal sekarang, namun ia juga tak mau mengabaikan Lisa yang begitu tulus.

xxxxxxxxxxxxx

Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam namun Sara belum juga tidur tentu membuat Leo khawatir.

Sudah berulang kali ia menegur Sara untuk segera tidur, namun Sara tetap bersikeras untuk menyelesaikan pekerjaannya dulu.

Saat dari luar, dan baru masuk ke kamarnya. Leo langsung di kejutkan saat melihat Sara yang tengah minum Coca-Cola di ranjangnya.

" Sara!!!" Panggilnya berlari merebut minuman kaleng itu.

" Kau mengangetkan ku. Kamu ngapain teriak!"

" Kamu ngapain minum ini ha! Kamu nggak boleh minum ini!"

" Itu hanya minuman Leo, kenapa kamu marah?"

" Kamu nggak boleh minum minuman bersoda! Ini bahaya buat jantung kamu, kamu bisa mati! Ckkk menyebalkan!"

" Ya maap, tapi nggak usah teriak juga..."

Namun Leo langsung mencengkram tangannya kuat. " Bukankah dari tadi aku udah bilang kamu harus tidur? Kenapa kau masih mengerjakan hal yang tidak penting!!"

" Itu sakit Leo..."

" Dengar aku sialan."

" Kamu bilang apa?"

" Sialan, aku ngekhawatirin kamu setiap saat dan kamu sama nggak peduli sama aku?"

" Kamu sakit?" Tanya Sara polos.

" Aku nggak sakit, ugghhh!!!" Leo ingin meremas kepala Sara. " Artinya jika kamu sakit aku juga sakit! Ugghh ughhh!!!!" Leo memukul-mukul angin.

Sara pun langsung diam dan menutup laptopnya lalu menaruhnya di meja.

Tak lama setelah Leo terus mengomeli Sara, pengawalnya pun datang mengetuk pintu kamarnya.

" Permisi tuan." Ucapnya.

" Ada apa?" Leo membuka pintu dengan kesal.

" Ada yang perlu di bicarakan tuan."

" Tentang apa?"

" Pendonor..."

" Bicara aja di ruangan gue." Leo lalu keluar.

Melihat Leo yang tiba-tiba pergi seperti itu, Sara menyipitkan matanya curiga.

Sara lalu dengan cepat beranjak dari tempat tidurnya dan keluar mengikuti Leo dengan mengendap-endap.

" Lo mau bicara apa?" Tanya Leo.

" Tentang pendonornya, kami sudah menemukannya tuan."

" Benner?" Dengan wajah datarnya ia merasa senang. " Btw dia minta duit berapa?"

" Dia nggak minta uang apapun tuan. Katanya dia melakukannya dengan ikhlas."

" Ya elah mana ada jaman sekarang tulus, pasti tu orang mau yang lain."

" Tidak tuan, dia nggak minta apapun."

" Ah yang benner Lo."

" Saya serius tuan."

" Omong-omong pendonornya cowok atau cewek?"

" Cewek tuan."

" Cantik?"

" Seumuran nyonya Sara, setelah saya lihat tadi, wanita itu cantik, matanya hazel terang dan kata dokternya tadi, wanita itu memiliki insting yang kuat, dia sangat peka terhadap keadaan seseorang, dan seorang pelukis ternama..."

" Gue nggak peduli dia siapa, yang penting istri gue bakal selamat. Lo kirim aja uangnya, masalah dia terima atau nggak, terserah dia aja."

" Baik tuan." Pengawal itu lalu pergi. " Selamat malam nyonya Sara." Pengawal itu menyapa Sara yang berdiri di balik pintu.

" Ah selamat malam juga."

" Sara? Kamu ngapain di situ?" Tanya Leo.

Sara lalu masuk dan menutup pintu ruang Leo.

" Kamu nemuin pendonornya?" Sara melangkah mendekati Leo.

" Kamu ngintip pembicaraan kami lagi?"

" Emangnya itu rahasia?"

" Bukan juga sih, tapi hari ini aku seneng akhirnya aku nemuin pendonor yang tepat dan bagus untuk kamu. Kamu bisa hidup lebih lama lagi."

" Tapi pendonornya akan mati." Sara merasa bersalah. " Aku hidup tapi dia mati, aku tidak enak..."

" Baby, lihat aku." Leo memegang wajah Sara. " Katanya dia ikhlas buat donorin jantung dia sama kamu, kita nggak akan dapat kesempatan ini lagi. Sangat susah mencari pendonor yang cocok. Percayalah pada ku."

" Omong-omong, siapa yang mau donorin jantungnya sama aku?"

" Katanya dia nggak mau beritahu identitasnya gitu, tapi sekarang itu nggak penting sih."

" Leo, kamu nggak khawatir setelah aku nerima jantung itu nanti, aku malah bersifat aneh atau apalah itu..."

" Kamu mending diem deh."

" Kamu dengerin aku dulu, bagaimana kalo aku nantinya..."

" Ckkk, kebanyakan nonton drama Korea sih kamu." Leo mendorong jidat Sara.

" Drama Korea seru tahu nggak sih, tapi aku udah nggak punya waktu lagi buat nonton karena sibuk banget."

" Tahu nggak sih, semenjak kamu sibuk aku kesepian banget di rumah, selalu makan sendiri, mandi sendiri, main game sendiri, boxing sendiri, cuma tidur yang nggak bisa aku lakuin sendiri."

" Terus waktu kita belum ketemu, kamu tidurnya gimana?" Sara menyilangkan tangannya.

" Ya tutup mata aja langsung tidur. Sekarang coba tutup mata udah nggak bisa kalo nggak meluk kamu."

" Yang benner?" Sara menyipitkan matanya.

" Aku pernah tidak tidur 3 hari gara-gara kamu tugas di luar kota."

" Ololoh, kamu ni sangat comel." Sara mencubit pipi Leo. " Sangat imut dan lucu."

" Sara hentikan... Itu sakit... Aww... Itu menyakitkan."

" Kamu nggak lupa kan? Besok hari apa?"

" Besok hari Kamis."

" Hari kamis ya? 2 tahun yang kemarin kamu nggak pulang..."

" Apa besok hari perayaan pernikahan kita?'

" Kamu udah lupa atau emang nggak tahu?"

" Aku janji, aku akan pulang besok."

" Apa kamu harus pergi besok? Bisa nggak kamu nggak usah pergi aja."

" Besok aku harus pergi baby, itu pekerjaan penting."

" Emang Mafia punya pekerjaan penting juga?"

" Iya lah, tapi bukan bunuh orang kok. Aku cuma, ya gitulah."

" Aku nggak mau ikut campur soal pekerjaan kamu, tapi kami janji besok kamu bakal datang kan?"

" Iyalah, aku janji." Leo memeluk istrinya dan mengecup keningnya lembut. " Jangan khawatir, aku pasti pulang cepat besok."

" Omong-omong, kapan operasi tranportasi jantungnya?"

" Nggak tahu juga, hari Selasa nanti kita ke rumah sakit dulu buat diskusi."

" Baiklah." Sara tersenyum senang.

xxxxxxxxxxx

Esok harinya...

Pagi-pagi sekali, Sara sudah bangun dan memasak di dapur di bantu para pelayan yang ada di sana.

Hari ini minta izin untuk tak bekerja demi merayakan makan malam pernikahannya yang 12 nanti malam.

Ia bahkan membuat kue cantik yang membutuhkan waktu cukup lama, itu semua dia lakukan demi merayakan ulangtahun pernikahannya dengan Leo.

" Baby aku pergi dulu." Ucap Leo yang terburu-buru turun tangga.

" Coba cicipi ini dulu." Sara mencongkel krim kuenya dengan jari telunjuknya.

Dan Leo pun menjilati jarinya itu. " Hmm, ini enak."

" Enak kan? Cepatlah pulang nanti malam, aku akan menunggu mu."

" Iya baby." Leo mengecup kening Sara. " Kalau begitu aku pergi dulu."

" Hati-hati di jalan." Sara balik mencium bibir Leo.

Sara lalu kembali ke dapur dan memasak makanan yang lainnya.

Hari ini ia begitu sibuk, meski di bantu oleh para pelayan, ia tetap merasa begitu lelah karena harus memastikan semuanya benar-benar sempurna.

" Nyonya, sepertinya apinya terlalu besar."

" Oh iya kah?" Sara segera mengecil kan apa kompornya. " Berikan aku air supnya."

" Baik nyonya."

Saat pelayan itu ingin menaruh panci itu di samping kompor, pegangannya tak sengaja tergelincir hingga air sup yang panas itu jatuh.

Sara yang reflek ingin menangkapnya malah tangan kanannya yang tersiram sup panas itu.

" Nyonya!!!! Anda baik-baik saja!!" Pelayan itu segera menarik tangan Sara ke wastafel. " Astaga, tangan nyonya bengkak... Bagaimana ini..."

" Tidak apa-apa..."

" Saya minta maaf Nyonya!" Pelayan itu berkali-kali membungkuk meminta maaf. " Saya mohon jangan beritahu tuan Leo, atau tuan Leo bakal membunuh saya. Saya masih punya 2 anak yang harus saja nafkahi nyonya." Ia menitihkan air matanya.

" Tidak apa-apa, aku tak akan memberitahu Leo. Jangan menangis, aku mohon jangan menangis." Sara juga jadi panik. " Aku nggak apa-apa kok ini, di balut perban juga udah sembuh besok..."

" Saya benar-benar minta maaf Nyonya!"

" Aku bilang ini tidak apa-apa. Kamu lebih panggil yang lainnya, biar bantu kamu. Aku akan balut luka bakar aku dulu."

" Terimakasih nyonya, saya akan memasaknya kembali Nyonya."

Sara pun lalu berlari naik ke kamarnya dan mengambil perban di lemarinya.

Tanpa mengoleskan apapun di tangannya, ia langsung memerbanya begitu saja. Begitu keras usahanya untuk memerban tangannya sendiri, ia bahkan sampai berkeringat.

" Wow, berhasil. Sudah jam 2, sebaiknya aku bersiap-siap." Sara begitu senang."

TO BE CONTINUED...

1
Anita Jenius
Seru banget ceritanya.
aku baca sampai sini dulu ya.
5 like mendarat buatmu thor. semangat ya
Meihua Yap imut
jangan blng nanti suami sara lah pembunuh ayahnya, kalo benar kasian sara menerima kenyataan suami nya pembunuh yang ia cari
shookiebu👽
Wuih, seru abis!
Valentino (elle/eso)
cerita ini bisa bikin saya menangis! Tapi juga sukses bikin saya tertawa geli beberapa kali.
0-Lui-0
Ayo thor, kangen sama kelanjutan cerita yang seru ini! Update sekarang juga, ya!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!