Merleen merupakan seorang mafia. Sudah tidak terhitung banyaknya nyawa yang sudah ia bunuh. Banyak orang yang mengincar nyawanya.
Namun ia meninggal di tangan sang kekasih.
Arwahnya masuk kedalam tubuh seorang putri menteri yang terbuang. Dia dibuang oleh keluarganya karena hamil diluar nikah.
Padahal ia hamil karena jebakan dari kakaknya. Kakaknya tidak terima bahwa ia akan menikah dengan seorang jenderal.
Bukan hanya dibuang oleh keluarga. Gadis itu juga harus merasa sakitnya melihat lelaki yang ia cintai mencintai menikah dengan kakaknya.
Merasa frustasi gadis itu menyeburkan dirinya kedalam aliran sungai dari atas jembatan. Gadis itu pun tewas. Dan tubuhnya diambil alih oleh Merleen.
Empat tahun kemudian ia kembali ke ibu kota. Kedatangannya membuat geger kekaisaran.
Gadis itu membawa anak laki-laki berusia tiga tahun yang begitu mirip dengan Raja Chen. Dialah Raja perang yang terkenal akan kekejaman nya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nurul Senggrong, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jalan-jalan
Perlahan Merleen sudah menerima kondisi yang menimpanya. Beruntung dia masih bisa hidup kembali meski bukan di tubuhnya . Merleen juga sudah terbiasa dipanggil Lin Hua atau Lin'er.
Usia kandungan Lin Hua saat ini sudah memasuki sembilan bulan. Tinggal menunggu kelahirannya saja.
Lima bulan ini Lin Hua sering berada di dalam rumah.Tubuhnya yang lemas membuatnya tak bisa melakukan aktivitas berat.
"Mau pergi ke mana Lin'er?"tanya Li Qin heran. Tumben putrinya mau keluar.
"Mau jalan-jalan. Ibu mau ikut?"
"Tidak. Kamu mau jalan-jalan kemana?"
"Jalan-jalan di sekitar sini saja Bu. Malas juga kalau diam di rumah terus."
"Bawa Nian bersamamu! " titah Li Qin tidak ingin dibantah.
Nian merupakan pelayan yang mengurus semua keperluan Lin Hua. Meski tidak sekaya kediaman Menteri Li,namun bukan berarti mereka tidak memiliki pelayan.
Tanpa menunggu persetujuan Lin Hua, Li Qin segera memanggil Nian yang ada di dalam rumah. Tadinya Li Qin sedang menyiram bunga yang ia tanam.
Sejak tinggal bersama kakaknya, Li Qin mulai melanjutkan usaha mendiang orang tuanya. Orang tua Li Qin mempunyai usaha di bidang kuliner.
Meng Li memberi satu restoran untuk ia kelola. Itupun atas persetujuan bersama. Termasuk istri Meng Li dan Li Hua.
"Maafkan saya, Nona," ucap Nian gugup. Lin Hua hanya menatap datar wajah Nian.
"Ayo!"
Lin Hua melangkahkan kakinya diikuti oleh Nian. Keduanya berjalan menyusuri jalan di sekitar rumah.
Di zaman ini meski berada di kota namun jalannya masih sederhana. Tidak ada aspal, jalan cor maupun jalan berbatu. Semua jalan masih berupa tanah.
Mesin pada saat ini belum ditemukan, sehingga transportasi masih menggunakan tenaga yang ditemukan di alam, dari tenaga hewan seperti kuda hingga tenaga urat manusia.
Angkong menjadi salah satu perwujudan transportasi "manual" tersebut. Transportasi ini menyerupai gerobak beroda dua dengan kursi empuk dan ditarik dengan tenaga manusia.
Selain angkong ada juga kereta kuda. Bagi warga yang hidupnya dibawah standar malah menggunakan kereta yang ditarik oleh dua ekor sapi.
Pandangan Lin Hua tertuju pada makanan yang di jual di pinggir jalan. Tiba-tiba ia menginginkan makanan itu. Sayangnya ia tidak membawa uang sama sekali.
"Apa kamu bawa uang?" tanya Lin Hua pada Nian. Nian pun memeriksa isi kantongnya.
"Ada Nona. Tapi cuma beberapa koin perak saja," jawab Nian sambil menunjukkan isi kantongnya.
"Apa cukup buat beli makanan itu?" tanya Lin Hua sambil menunjuk makanan yang ia inginkan.
"Saya kira cukup Nona. Bagaimana kalau kita tanya langsung pada penjualnya?"
"Ayo!"
Lin Hua dan Nian pun mendekati penjual makanan yang membuat Lin Hua tergiur. Sebenarnya makanan itu sejenis manisan yang terbuat dari buah-buahan.
"Berapa harganya tuan?" tanya Nian dengan sopan .
"Satu tusuk seharga satu koin tembaga," jawab si penjual.
"Kalau begitu kami beli sepuluh tusuk."
Lin Hua langsung mengutarakan keinginannya. Penjual yang tadinya menatap Nian kini beralih menatapnya.
"Mau pilih rasa yang mana Nyonya?"
"Semua rasa boleh."
"Baiklah, tunggu sebentar."
Penjual itu membungkus sepuluh tusuk sesuai keinginan Lin Hua. Kemudian memberikannya pada Lin Hua.
"Terimakasih tuan."
Nian membayar sesuai harga. Kemudian menyusul Lin Hua yang lebih dulu berjalan.
"Ini buat kamu," ucap Lin Hua sambil mengulurkan lima tusuk buat Nian.
"Tidak perlu Nona. Sa_"
"Jangan buat aku menunggu!"
Nian pun mengambilnya. Setelah melayani Lin Hua lebih dari lima bulan membuatnya faham dengan sifatnya. Lin Hua bisa bersikap lembut namun bisa juga tegas. Dia juga tidak suka dibantah.
Toplak!
Toplak!
Toplak!
Tiba-tiba rombongan prajurit melewati mereka. Mau tidak mau Lin Hua menghentikan langkahnya dan berdiri di pinggir jalan .
Bukan hanya Lin Hua dan Nian saja yang berhenti. Beberapa pejalan kaki yang lain pun turut berhenti di pinggir.
Tidak hanya puluhan prajurit yang melewati mereka namun ratusan. Hal itu membuat para warga saling berbisik. Apa yang sebenarnya terjadi?
Setelah rombongan prajurit itu berakhir, Lin Hua mengajak Nian untuk kembali ke rumah. Tubuhnya sudah terasa lelah. Dia ingin sekali merebahkan tubuhnya di atas ranjang.
Lin Hua berjalan sambil memakan manisan di tangannya. Rasanya tidak sabar untuk menunggu sampai di rumah. Dia tidak memperdulikan orang yang menatapnya.
"Bukankah itu Lin'er?"
"Benar. Sudah lama kita tidak melihatnya."
"Iya. Kirain dia sudah kembali ke rumahnya."
"Tidak mungkin lah. Li Qin saja masih tinggal bersama kakaknya."
"Kasihan juga Lin'er. Katanya dia hamil karena di perkosa."
"Memangnya kamu percaya?"
"Percaya tidak percaya sih. Tapi kalau memang benar, kasihan benar tuh anak. Diperkosa, hamil terus tunangannya malah nikah sama kakaknya."
Meski Lin Hua mendengarnya namun tidak ada niat untuk membantah. Merleen masih belum mempunyai ingatan apapun milik tubuh aslinya.
Bagaimanapun kelakuan Lin Hua sebelumnya dia tidak mempermasalahkan. Lagipula dia juga bukan orang baik. Yang penting saat ini tubuh ini miliknya.
Selama orang-orang itu tidak mencari gara-gara dengannya, Lin Hua masih bisa mentolelir.
Akhirnya Lin Hua dan Nian tiba di rumah . Terlihat Li Qin sudah menunggunya dengan cemas .
"Kenapa lama sekali Lin'er ?" tanya Li Qin.
"Tadi ada banyak prajurit yang lewat . Jadi kami berhenti dulu . Ibu lihat juga kan?"
"Lihat . Itulah yang membuat ibu cemas . Takut terjadi sesuatu dengan kandunganmu ."
"Menurut ibu para prajurit itu mau pergi ke mana?"
"Mungkin saja ke wilayah Sichuan."
"Dimana itu?"
"Ibu sendiri belum pernah kesana . Dari yang ibu dengar , di wilayah itu sering terjadi kekeringan . Saat ini kekeringannya lebih serius dari sebelumnya."
"Oh, ayo masuk kedalam! "
"Ayo."