Kisah ini adalah kelanjutan dari Novel Bopo Kembar Desa Banyu Alas.
Di sini, Author akan lebih banyak membahas tentang Arjuna Jati Manggala, putra dari Arsha dan Raina yang memiliki Batu Panca Warna.
Batu Panca Warna sendiri di percaya memiliki sesuatu yang istimewa. 'Penanda' Bopo ini, barulah di turunkan pada Arjuna setelah ratusan tahun lamanya. Jadi, Arjuna adalah pemegang Batu Panca Warna yang kedua.
Author juga akan membahas kehidupan Sashi, Kakak Angkat Arjuna dan juga dua sepupu Arjuna yaitu si kembar, Naradipta dan Naladhipa.
Beberapa karakter pun akan ada yang Author hilangkan demi bisa mendapatkan fokus cerita.
Agar bisa mengerti alurnya, silahkan baca terlebih dahulu Novel Cinta Ugal - Ugalan Mas Kades dan juga Novel Bopo Kembar Desa Banyu Alas bagi pembaca yang belum membaca kedua Novel tersebut.
Happy Reading
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fernanda Syafira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
35. Hutan yang Aneh
"Arjuna...."
"Arjunaa...."
Arjuna mengerjapkan mata kala mendengar suaranya di panggil oleh seseorang.
"Arjuna...."
Suara itu kembali terdengar membelai telinganya. Arjuna segera bangkit dari tidurnya dan perlahan berjalan menuju ke arah sumber suara. Ia berjalan sendirian di tengah kegelapan dan keheningan malam.
Di ujung jalan, Arjuna melihat sebuah cahaya yang cukup terang. Dari sanalah sumber suara yang memanggil namanya kembali terdengar. Tak ada rasa takut, Arjuna justru semakin penasaran dengan apa yang ada pada cahaya itu.
Semakin dekat, cahaya itu terasa sangat menyilaukan. Arjuna sampai menutup matanya karena cahaya yang sangat menyilaukan itu. Ia kembali membuka matanya ketika cahaya itu perlahan mulai redup dan hilang.
"Loh, ini dimana?" Tanya Arjuna yang celingukan.
Gelap! Di sekelilingnya benar - benar gelap. Ia bahkan tak bisa melihat cahaya bulan di langit, namun ia yakin kalau sedang berada di luar ruangan karena kakinya yang terasa menginjak rerumputan.
Arjuna terdiam, ia berdiri tegap di tempatnya kemudian memejamkan matanya. Tangannya terayun pelan ke kanan dan ke kiri, setelah itu ia pun menghempaskan tangannya ke atas.
Tak berselang lama, kunang - kunang mulai muncul dan berterbangan ke arahnya. Arjuna memanggil kunang - kunang dan ia gunakan untuk menjadi penerangannya. Arjuna melihat sekeliling. Ia sedang seperti berada di dalam hutan dengan pohon - pohon besar berlumut yang terasa lembab.
"Ini di mana, sih?" Arjuna semakin penasaran.
"Siapa yang bawa aku ke sini?" Seru Arjuna.
Hening, suaranya bak lenyap di telan kesunyian.
"Jangan main - main kalau gak mau aku buat onar di sini." Ancam Arjuna.
"Bawa aku kembali ke Desa banyu Alas." Imbuhnya kemudian.
Lagi - lagi tak ada jawaban. Di sekitarnya benar - benar senyap, bahkan tak ada suara serangga malam yang terdengar.
Arjuna kembali melangkahkan kakinya. Netranya terus menyapu sekitarnya dengan was - was. Walaupun tak merasa takut, namun ia tetap harus hati - hati berada di tempat asing. Ia berusaha mencari jalan keluar dari tempat aneh yang sunyi ini.
Setelah berjalan beberapa saat, Arjuna merasa seperti sedang di permainkan. Ia selalu kembali ke tempat awal kedatangannya, seolah tempat itu sangat kecil hingga hanya dalam beberapa menit berjalan, ia sudah kembali berada di tempatnya semula.
Arjuna kemudian duduk bersila di atas sebuah batang kayu yang tumbang. Ia memejamkan mata dan berkomat kamit merapalkan bacaan. Tak lama kemudian, netranya mulai mendengar suara kayu yang terbakar.
Suara kayu yang di makan api itu terdengar jelas bersamaan dengan asap yang mulai terasa mengganggu indra penciuman. Hawa panas tiba - tiba menyergap tubuhnya. Dalam sekejap, Arjuna berada di tengah - tengah kobaran api yang melahap hutan.
Arjuna pun membuka matanya, ia tentu merasa aneh dengan kejadian ini. Hutan yang berlumut dan lembab, tiba - tiba bisa terbakar bahkan dengan cepat, kobaran api itu bahkan dengan cepat membesar.
"Aneh! Ini api dari mana?" Arjuna bertanya - tanya.
Ia berusaha untuk tetap tenang di tengah kobaran api yang hawa panasnya terasa menyayat kulit. Arjuna masih tetap berada di tempatnya, tak berniat beranjak dari sana.
Arjuna kembali memejamkan mata dan merapalkan bacaan. Cukup lama ia berada di tengah - tengah kobaran api yang kini terasa membakar kulitnya. Namun, tak berselang lama kemudian, kobaran api itu perlahan padam dengan sendirinya tanpa menyisakan sesuatu apapun termasuk kepulan asap. Lebih anehnya, pohon - pohon yang terbakar itu kembali seperti semula seolah tak terjadi apa - apa.
"Astaghfirullah, apa - apaan ini?" Arjuna bertanya - tanya.
"Nang..." Suara panggilan itu membuat Arjuna sedikit terjingkat karena terkejut.
"Astaghfirullah!" Ujar Arjuna sambil mengusap - usap dadanya. Ia pun menoleh ke arah sumber suara yang ada di belakangnya.
Di belakangnya, berdiri seorang pria paruh baya yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Pria itu tersenyum bangga ke arahnya.
"Assalamualaikum." Ucap pria itu.
"Waalaikumsalam." Jawab Arjuna yang kemudian bangkit dari duduknya.
"Ngapunten, Mbah. Njenengan sinten, njih? Niki kulo teng pundi? (Maaf, Mbah. Anda siapa, ya? Ini aku di mana?)" Tanya Arjuna pada pria yang tak ia kenali itu.
Pria itu hanya tersenyum, tak menjawab pertanyaan Arjuna. Sementara, Arjuna hanya terdiam menunggu pria itu menjawab pertanyaannya.
"Muliho, Nang. (Pulanglah, Nak.)" Ujar pria itu tanpa menjawab satupun pertanyaan Arjuna.
"Pripun corone kulo saget wangsul? (Gimana caranya aku bisa pulang?)" Tanya Arjuna dengan bingung.
"Kowe reti corone. (Kamu tau caranya.)" Jawab si pria sambil tersenyum sebelum hilang dari pandangan Arjuna.
"Lah, Ya Allah. Kalo tau caranya, aku ya udah pulang dari tadi." Gerutu Arjuna.
Ia mulai mencoba berbagai cara. Ia memanggil hewan - hewan untuk mengantarnya pulang, anehnya tak ada satupun hewan yang datang menghampirinya.
"Kok cuma kunang - kunang yang bisa tak panggil?" Arjuna bermonolog dengan bingung.
Arjuna pun terdiam dan kembali duduk. Ia nampak berpikir keras, memikirkan bagaimana caranya dia agar bisa pulang. Semakin di pikir, ia justru semakin pusing dan bingung.
"Alah gak tau, lah. Besok aja cari jalan pulang kalo udah terang." Putusnya. Ia merebahkan diri di atas batang pohon sambil menatap langit.
"Langit aja gak kelihatan saking gelepnya di sini. Ini bulan sama bintang apa lagi pada healing, ya? Kok sama sekali gak kelihatan." Kata Arjuna.
"Nyamuk sama semut aja gak ada loh di sini. Aku dari tadi di sini, gak di gigitin nyamuk." Kata Arjuna lagi.
Ia kembali terdiam, kali ini justru menikmati kesunyian yang memberinya dua perasaan berbeda. Ada resah karena kesunyian, namun ia juga merasakan ketenangan di saat yang bersamaan. Di sini, ia seolah sedang belajar tentang kesabaran. Jika ia terlalu gegabah, tak akan ada hasil yang ia dapatkan seperti saat sedang berjalan untuk mencari jalan keluar tadi.
Perlahan, netranya mulai terasa semakin berat ketika ia sudah berpasrah. Mau bagaimana pun memikirkannya, ia tetap tak tau caranya untuk pulang. Tanpa berpikir panjang, Arjuna akhirnya memejamkan matanya yang sudah terasa mengantuk.
"Mas..."
"Mas Juna..."
Sayup - sayup Arjuna mendengar suara Ayahnya. Ia pun merasakan tangan Ayahnya yang menyentuh kulitnya.
"Hah! Astaghfirullah!" Seru Arjuna yang langsung duduk dan meludah ke kiri sebanyak tiga kali.
"Semprul! Kamu kenapa sih, Nang. Di bangunin kok malah ngagetin Ayah." Omel Arsha.
"Kok Ayah di sini?" Tanya Arjuna yang kemudian menyapu sekelilingnya.
"Loh, aku udah pulang? Eh! Aku pulang." Kata Arjuna ketika menyadari kalau ia ada di kamarnya.
"Emang kamu dari mana? Orang dari tadi tidur, kok." Kata Arsha heran.
"Tidur apa? Aku tidur cuma sebentar, orang aku nyasar di hutan." Jawab Arjuna.
"Mimpi kamu, ya?" Tanya Arsha.
"Enggak, Yah. Aku tadi beneran di hutan. Lihat deh ini." Arjuna menunjukkan celana dan kakinya yang kotor.
"Kamu tidur gak wisuh (cuci tangan / kaki) to?" Tanya Arsha.
"Gak mungkin lah, Yah. Ayah tau sendiri, aku pasti wudhu dulu sebelum tidur." Sergah Arjuna.
"Yaudah, kamu mandi dulu sana, Mas, sebentar lagi subuh. Nanti kita obrolin apa yang kamu alamin setelah sholat subuh." Ujar Arsha yang di jawab anggukan oleh Arjuna.
semoga ga berubah pikiran ya kalo mereka tau 🙏🙏