Dunia Yumna tiba-tiba berubah ketika sebuah video syur seorang wanita yang wajahnya mirip dengan dirinya sedang bercinta dengan pria tampan, di putar di layar lebar pada hari pernikahan.
Azriel menuduh Yumna sudah menjual dirinya kepada pria lain, lalu menjatuhkan talak beberapa saat setelah mengucapkan ijab qobul.
Terusir dari kampung halamannya, Yumna pun pergi merantau ke ibukota dan bekerja sebagai office girl di sebuah perusahaan penyiaran televisi swasta.
Suatu hari di tempat Yumna bekerja, kedatangan pegawai baru—Arundaru—yang wajahnya mirip dengan pria yang ada pada video syur bersama Yumna.
Kehidupan Yumna di tempat kerja terusik ketika Azriel juga bekerja di sana sebagai HRD baru dan ingin kembali menjalin hubungan asmara dengannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Santi Suki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2
Yumna memegang tangan Azriel dengan putus asa, jemarinya bergetar hebat. Dia berharap mendapatkan kekuatan dari pujaan hatinya itu.
“Azriel, tolong jangan diam saja. Lihat aku. Lihat mataku.”
Suara Yumna bergetar seolah setiap katanya adalah permintaan terakhir sebelum ia dibuang.
Azriel menoleh perlahan. Mata mereka bertemu. Yumna melihat sesuatu yang membuat jantungnya hancur seketika. Sinar mata pria itu menunjukan keraguan, ketidakpercayaan, dan luka.
“Azriel ....”
Yumna menggenggam tangan pria itu lebih erat. Seolah jika ia melepaskannya, seluruh hidupnya akan hilang.
“Aku tidak melakukan itu. Aku bersumpah demi Allah! Aku tidak pernah menyentuh pria lain. Tolong percaya padaku!”
Azriel menutup mata rapat, menahan napas seolah dadanya tidak sanggup menerima beban sebesar itu. Dia sangat mencintai Yumna, tetapi malah mendapatkan berita buruk di hari yang sudah dinanti-nantikan sejak setahun yang lalu.
“Kenapa wajahnya sama?” gumam Azriel, hampir tidak terdengar. “Kenapa wajah wanita di video sama persis denganmu, Yumna?”
Tangisan Yumna semakin mengguncang tubuhnya. “Aku tidak tahu, tapi itu bukan aku! Aku bahkan belum pernah—”
“Cukup!” potong Yugi dengan suara keras, membuat beberapa tamu tersentak.
“Tolong jangan ikut campur!” balas Yumna dengan suara pecah, untuk pertama kalinya ia berani membantah kakaknya. “Ini pernikahanku! Hidupku!”
“Itu justru masalahnya!” lanjut Zakia dan membuat pasangan pengantin itu menoleh kepadanya.
Zakia menatap Azriel. “Azriel, pikir baik-baik. Kalau video itu benar, kamu bukan cuma malu hari ini saja, tapi kamu akan menanggung aib seumur hidupmu.”
Seolah itu belum cukup, salah seorang kerabat Azriel menimpali dengan angkuh,
“Dan kamu jangan lupa keluarga kita itu terpandang. Nama baik kami dipertaruhkan.”
Yumna ingin berteriak, ingin memaki dunia, ingin mengatakan bahwa semua itu tidak adil. Akan tetapi, suaranya terperangkap di tenggorokannya oleh rasa sakit yang terlalu besar.
Azriel memegangi kepalanya. Pikiran dia kacau.
Wanita yang ia cintai, yang ia perjuangkan, dan wanita yang ia yakini akan menjadi ibu dari anak-anaknya, tiba-tiba saja muncul dalam video tak senonoh pada hari pernikahan mereka.
Tiba-tiba tangan tua Nenek Ami mencengkeram bahu Azriel.
“Ceraikan sekarang,” kata wanita tua itu lirih namun tegas, dingin seperti vonis. “Semakin lama kamu diam, semakin kau dipermalukan.”
“Tolong, Azriel, percayalah kepadaku,” bisik Yumna dengan suara patah. “Jangan ....”
Yumna menunduk, bahunya gemetar, air mata menetes tanpa henti, jatuh di atas gaun pengantin putihnya yang mulai ternoda maskara dan rasa sakit.
Tamu undangan berbisik-bisik, seperti kawanan burung gagak yang mengitari bangkai.
“Kasihan sekali Azriel.”
“Memang sudah kelihatan dari tingkahnya.”
“Sombong sih, makanya dapat balasan.”
Kata-kata itu seperti belati yang menancap lagi dan lagi.
Yumna mengangkat wajahnya, memaksa dirinya untuk tetap berdiri. Meski perasaannya hancur, ia melawan.
“Azriel, kamu yang paling mengenal aku. Kamu tahu aku tidak seperti itu. Kamu tahu aku menjaga diri, kamu tahu aku—”
“Tapi video itu ....” sahut Azriel, matanya berkaca-kaca. “Aku ingin percaya, tapi video itu ....”
“Video bisa direkayasa!” Suara Yumna melengking, terlepas dari kontrolnya.
“Aku tidak tahu siapa yang melakukan ini, tapi aku rasa ada orang yang ingin menghancurkan aku dan hubungan kita!”
Azriel terdiam. Sejenak, hanya ada napas berat yang tertahan.
Namun, harapan Yumna hancur sesaat kemudian. Karena Nenek Ami berbisik lagi di telinga Azriel, kalimat yang membuat keputusan itu semakin condong.
“Kalau kau tetap bersama wanita itu, kau menodai nama kakekmu, ayahmu, dan keluargamu. Ingat itu,” ucap Nenek Ami.
Perlahan Azriel menarik tangannya dari genggaman Yumna. Seolah baru saja memegang bara api.
“Azriel?” ucap Yumna lirih, putus asa. “Azriel, jangan lakukan ini. Tolong!”
Azriel menatap istrinya. Tatapan itu penuh luka, tetapi juga ketakutan. Dia mencintai Yumna, itu jelas. Namun, rasa malu yang menimpanya begitu besar hingga melampaui cintanya yang rapuh.
“Maaf, Yumna ....” Suara Azriel nyaris tenggelam oleh gumaman tamu undangan.
“Aku … aku tidak bisa menerima ini.”
Waktu seakan berhenti. Jantung Yumna berhenti berdetak.
Azriel mengambil napas panjang, lalu mengucapkan kalimat yang membelah seluruh ruang dan menghancurkan jiwa seorang perempuan dalam satu detik.
“Yumna Khairannisa Pratama, aku menceraikanmu.”
Suara tamu undangan pecah menjadi kehebohan.
Beberapa menutup mulut, yang lain tersenyum puas.
Bu Amina yang tadinya pingsan kini menangis tersedu. Pak Arman tersentak mendengar ucapan putra sulungnya.
Yugi mengalihkan pandangannya, tak sanggup melihat adiknya remuk begitu parah. Bu Yuniar dan Pak Yongki, jatuh terduduk dengan wajah kaku.
Yumna berdiri tanpa suara. Kakinya terasa mati rasa. Dunia di sekelilingnya menghilang. Yang tersisa hanya suara Azriel yang terus terngiang, berulang kali memukul telinganya:
Aku menceraikanmu.
Aku menceraikanmu.
Aku menceraikanmu.
“Tidak ....” bisik Yumna. “Azriel, jangan … jangan lakukan ini!”
Yumna mencoba meraih tangan Azriel lagi, namun pria itu mundur selangkah seolah Yumna membawa kotoran yang tak bisa dibersihkan.
“Maaf…” ulang Azriel, suaranya lirih. Lalu, dia memalingkan wajahnya.
Yumna jatuh berlutut. Gaun pengantinnya menumpuk kacau di lantai panggung. Tangisnya pecah tanpa bisa ia tahan.
“Kenapa … kenapa kalian tidak percaya padaku?”
Suara itu keluar dari bagian terdalam diri Yumna dari hati yang dipatahkan dengan cara paling kejam.
Orang-orang menatapnya seperti tontonan murahan. Seakan Yumna memang layak mendapatkan itu semua.
Pak Arman menepuk bahu Azriel.
“Bersabarlah, Nak. Semoga saja ini adalah keputusan yang tepat.”
Para anggota keluarga Azriel mulai melangkah turun dari panggung, meninggalkan Yumna sendirian. Sendiri di tempat yang seharusnya menjadi panggung bahagianya.
Yumna mengangkat kepalanya. Wajah yang penuh air mata, penuh luka, penuh rasa tidak berdaya. Ia melihat keluarganya, ayah, ibu, kakaknya. Tak ada yang menghampiri. Tak ada yang memeluk. Tak ada yang berkata, “Kami percaya kamu.” Yang ada hanyalah tatapan dingin, kecewa, dan jijik.
“Bangun,” ujar Pak Yongki, ayah Yumna lirih tapi tajam. “Jangan mempermalukan kami lebih jauh.”
Yumna terisak. “Ayah, tolong percayalah, itu bukan aku.”
“Sudah terlambat,” jawab sang ayah, membuang wajah. “Semua sudah terlanjur.”
Lalu, tanpa menunggu apa pun, keluarga Yumna pun ikut pergi dari panggung. Mereka semua meninggalkan Yumna sendiri. Dalam gaun pengantin. Ditelan kerumunan yang berbisik kejam.
Yumna menatap kosong ke arah gerombolan tamu yang kini berdiri menjauh darinya seakan dia penyakit mematikan. Mereka berbondong-bondong meninggalkan aula gedung. Tangannya gemetar ketika mencoba berdiri. Jantungnya sakit dan napasnya menyesak.
Seluruh dunia Yumna runtuh. Seseorang di luar sana telah menghancurkan hidupnya hanya dengan sebuah video.
Di saat Yumna mencoba bangkit, pandangannya kabur, tubuhnya goyah. Tiba-tiba dia merasa semuanya menjadi gelap. Pengantin wanita pingsan di tengah panggung, di hadapan semua orang yang tidak percaya kepadanya.
semoga keluarga Arun bisa menerima Yumna
ibunya arun gmn setujua g sm yumna
secara yumna kan bukan kalangann atas