Berawal dari penghianatan sang sahabat yang ternyata adalah selingkuhan kekasihnya mengantarkan Andini pada malam kelam yang berujung penyesalan.
Andini harus merelakan dirinya bermalam dengan seorang pria yang ternyata adalah sahabat dari kakaknya yang merupakan seorang duda tampan.
"Loe harus nikahin adek gue Ray!"
"Gue akan tanggungjawab, tapi kalo adek loe bersedia!"
"Aku nggak mau!"
Ig: weni 0192
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon weni3, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 03
Pagi menyapa dengan sempurna, Mamah pun mulai sibuk di dapur. Melihat tas Andin yang tergeletak di lantai sudah membuat dirinya lega. Tapi cukup tak habis pikir jika putrinya begitu ceroboh sampai tas saja main tinggal dimana-mana.
Andin merintih saat merasakan kepalanya yang berdenyut sakit, hingga membuat pria di sebelahnya terusik akan suara dan pergerakannya.
"Kenapa?"
deg
Mata Andin membola saat mendengar jelas suara orang yang ia kenal. Dia segera menoleh ke samping untuk memastikan.
"Kak Raihan! Kakak ngapain disini? kenapa kakak bisa di kamar aku?" tanya Andin dengan sorot mata tajamnya.
"Kamu nggak inget?"
Andin diam dan mencoba mengingat kejadian semalam, hingga matanya turun membuka sedikit selimutnya dan dengan cepat kembali ia tutup. Jantungnya berpacu dengan hati tak menentu. Andin menggelengkan kepala, dia tak percaya jika semua akan terjadi. Bahkan bukan dengan orang yang ia cintai.
"Nggak mungkin...." lirih Andin dengan air mata yang sudah membasahi pipi.
"Kenapa kakak ngelakuin ini sama aku? kakak jahat sama aku!"
"Aku nggak akan ngelakuin itu jika kamu nggak menggoda Andin!" tegas Raihan. Raihan tak ingin di salahkan sendiri walaupun memang dia akui ini semua salah.
"Jangan bilang pada siapapun, aku akan keluar dari sini. Dan anggap saja semalam semua hanya mimpi."
Mendengar itu membuat Raihan semakin tak mengerti dengan jalan pikiran Andin, dia segera turun dari ranjang dan masuk ke kamar mandi. Sedangkan Andin sudah menangis kembali saat mengingat semua kebodohannya. Hanya karena sakit hati dia harus mempertaruhkan masa depannya.
Andin turun dari ranjang, dengan menahan perih di bagian intinya yang mungkin sobek karena ulah Raihan semalam. "Akh....sakit banget, perih."
Andin kembali terduduk di pinggir ranjang, mengambil kembali bajunya yang berserakan di lantai kemudian memakainya sambil duduk. Raihan yang sudah selesai mandi segera keluar dengan memakai celana kerjanya dan kaos putih polos yang mencetak otot tubuhnya.
Pria itu melihat Andin yang sedang berusaha untuk kembali berdiri setelah memakai kembali pakaiannya. Begitu sulit dan meringis menahan sakit. Dia yang tidak tega segera menghampiri, mau di bilang apapun yang jelas ini adalah ulahnya juga.
"Aku bantu..."
"Nggak perlu, aku bisa sendiri kak!"
Andin menepis tangan Raihan yang ingin meraih tubuh Andin. Membuat Raihan sedikit kesal karena Andin yang jelas-jelas menolak padahal untuk berjalan saja susah. Andin kembali melangkah dengan tertatih, membuat Raihan kesal dan kembali meraih tubuh Andin.
"Ngapain kalian berdua?"
deg
Dengan posisi Andin yang berada di pelukan Raihan jelas membuat siapa saja yang melihatnya akan berpikir lain. Apa lagi melihat penampilan Andin yang berantakan dengan tanda merah di lehernya yang membuat Andika naik darah.
"Brengs3k!"
bugh
"Loe apain adik gue!"
bugh
bugh
Andika dan Raihan saling adu jotos, sebenarnya Raihan tak ingin melawan. Tapi karna Andika yang membabi buta akhirnya diapun harus bisa menjaga diri dari pada mati konyol nantinya.
Andini berusaha untuk mendekati, menarik sang kakak yang sudah benar-benar emosi.
"Kakak udah kak, ini nggak semua salah kak Rai, aku yang salah kak, aku...." bentak Andin.
"Ada apa ini nak, kenapa kalian malah berantem kayak gini." Mamah sudah menangis melihat kedua anaknya yang sangat berantakan, di tambah lagi muka Raihan yang babak belur.
Sang papah hanya diam mengamati, tak ingin langsung emosi. "Kalian papah tunggu di ruang tengah sekarang!"
Papah segera keluar dari kamar, kemudian sang mamah segera memeluk putrinya. Andin hanya bisa menangis. Apa lagi sang papah yang memiliki ketegasan yang tak bisa di ganggu gugat. Dia begitu takut jika hal yang ada di pikirannya benar terjadi.
"Mah....."
"Ayo kita temui papah, kamu tau setiap perbuatan ada konsekwensinya sayang," ucap mamah yang sedikit mulai mengerti setelah melihat jelas penampilan putrinya sekarang.
"Loe harus tanggung jawab sama semua yang loe lakuin sama adik gue Rai!"
"Gue bakal tanggung jawab kalo adik loe mau terima!"
Raihan akan menerima apapun keputusannya, dia bukan pecundang yang menghindar dari masalah. Raihan segera melangkah menuju ruang tengah dan meninggalkan Andika yang masih sangat emosi.
Kini semua sudah berkumpul dengan pemikiran dan perasaan masing-masing, jadwal pekerjaan yang padat hari ini terpaksa Raihan harus nomor duakan terlebih dahulu.
"Siapa yang ingin menjelaskan?"
Andin sudah tak menangis, sejak tadi ia hanya menunduk mempersiapkan diri untuk menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya.
"Maafkan Rai om, Rai dan Andin semalam tidur bersama. Ini karena Rai yang tidak mampu menahan saat Andin tiba-tiba masuk ke kamar dalam keadaan mabuk."
"Loe emang brengs3k Rai, loe yang waras harusnya loe yang bisa ngendaliin bukannya malah ikut gila!" sahut Andika yang masih emosi.
"Diam Dika! sudah cukup kamu buat dia babak belur, jika memang seperti itu bukan hanya Raihan yang salah, tapi adik kamu juga. Kenapa bisa Andin sampai mabuk?"
"Tapi Pah, Raihan itu nggak mabuk harusnya dia bisa nolak."
"Gue udah nolak Dik, tapi sebagai lelaki normal gue akan kalah saat jelas-jelas adik loe nyerang gue duluan."
"Gue tau loe Rai, loe bukan pria yang gampang di goda, bahkan loe dibikin mabuk sampe di kasih obat laknat aja loe bisa ngendaliin, tapi kenapa sama adik gue loe nggak bisa? dia adik gue Rai, sahabat loe sendiri!"
deg
Raihan termangu setelah mendengarkan penuturan Andika, dia membenarkan apa yang Andika ucapkan. Kenapa dia bisa terbuai dengan Andini...
"Andini!"
"Maafin Andini Pah, ini salah Andin. Dan semua yang di ucapkan kak Rai itu benar. Andin mabuk dan masuk ke kamar tamu."
Papah memijat pelipisnya, dia begitu sangat terpukul apa lagi melihat sang istri yang sejak tadi menangis.
"Kalian harus menikah!" tegas papah.
"Tapi Pah...."
"Menikah Andin, bagaimana kalo kamu sampai hamil?"
"Tapi Andin masih kuliah Pah, Andin nggak mau menikah dengan kak Rai. Andin nggak cinta sama kak Rai!"
"Keputusan sudah bulat, kalian harus tetap menikah. Papah tidak mau menerima apapun alasannya. Dan kamu Rai, cepat ajak kedua orangtuamu untuk datang dan membahas pernikahan kalian."
"Baik om!"
Andin segera menoleh ke arah Raihan yang telah menyetujui permintaan sang papah. Sedangkan dia benar-benar menolak, Andin belum bisa membayangkan akan menikah dalam waktu secepat ini.
"Kenapa kak Rai setuju aja, aku nggak mau menikah dengan kakak!"
"Karena aku harus tanggung jawab atas perbuatanku Andin!" Raihan menatap Andin iba, andai semalam bisa benar-benar menolak mungkin tak akan seperti ini ceritanya.
"Tapi aku nggak mau!" Andin segera berlari menuju kamar dengan langkah tertatih. Masa depannya masih panjang, belum waktunya dia menikah. Semua tau betapa terpuruknya Andin, mereka hanya bisa menatap kepergian Andin hingga suara pintu yang tertutup kencang.
Sang mamah yang ingin menyusul Andin tidak di perbolehkan oleh papah. "Biarkan Andin tenang dulu mah, dia nggak akan berbuat apapun yang membahayakan. Kita tau bagaimana dia, butuh waktu untuknya menerima ini semua.
mkasih bnyak thorr🫰