One Night With Duda
Mendapat kabar dari seorang teman yang mengatakan jika Tara kekasihnya sakit membuat Andini tidak bisa berkonsentrasi dalam belajar. Mata fokus ke depan tapi otak berkeliaran ntah kemana. Hingga mata pelajaran hari ini usai dia segera keluar dari kelas menyisakan tanya bagi sahabatnya yang baru saja selesai berkemas.
"Itu si Andini kenapa kok main ngibrit aja?"
"Iya ya, dari tadi gue liat nggak fokus banget belajarnya, mana besok udah magang lagi."
"Nggak ngerti dech gue, ya udah balik aja yuk, sampe rumah kita telpon dia!"
Andini mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi, rasa khawatir membuatnya tak perduli dengan diri sendiri. Harus banget nggak ngabarin dari kemarin eh taunya sakit. Sedangkan dia tau kalo Tara itu tinggal sendiri.
Pulang kerumah, membersihkan diri lanjut nyiapin makan biar bisa makan berdua sama ayang bebh, itu tujuan dia saat ini.
Andini segera masuk ke dalam rumah meninggalkan motornya yang terparkir tak beraturan..
"Mah..."
Mamah yang sedang menyiapkan makan siang di buat bingung dengan anaknya yang hanya memanggil tanpa salam dan singgah terlebih dahulu.
"Eh pelan-pelan naik tangganya, nanti jatuh terguling kasian dong tangga mamah di tibanin kamu!"
"Ndagel aja mah ndagel! heran bukan sayang sama anaknya malah sama tangganya."
Andini segera masuk ke dalam kamar, melempar tas serta sepatu lanjut masuk ke kamar mandi untuk segera mandi dan siap-siap.
15 menit sudah cukup buat dia kembali fresh dan wangi, ekstra cepat karena jam sudah hampir menunjukkan ke angka tiga. Tidak ada waktu santai lagi karena sore harus prepare buat magang di perusahaan ternama yang di idam-idamkan besok.
Turun kebawah langsung menuju dapur dan mengambil tempat makan yang akan ia isi dengan masakan sang mamah.
"Kamu mau kemana udah rapi terus ngapain bawa bekel segala? mau piknik?"
"Ck, mamah nich mana ada piknik sendirian begini, aku tuh mau ke kosan Tara mah. Tadi dia nggak masuk kelas, kata temennya sakit. Kasian aja kalo aku nggak njenguk dia kesana, maklum anak kosan nggak ada yang jagain mah."
"Iya juga sich, punya rumah di pelosok jadi repot kan jauh dari keluarga." Mamah duduk di kursi memperhatikan putrinya yang sedang sibuk memasukkan sayur ke dalam tempat yang berbeda.
"Ikannya tambahin Din, kasian sendirian doank nggak ada temannya. Kali aja pas kamu mau makan nanti udah bertelur."
"Mamah nich gaje banget, lagian mana aku tau ini pasangannya apa bukan. Ntar di ocehin bininya repot tuh ikan!"
Andini segera menutup bekal makanan dan ia masukkan ke dalam paperbag yang sudah ia siapkan.
"Jangan lama-lama loh sayang, anak perempuan hati-hati! nanti betah lagi di kosan berduaan. Mamah nggak mau tau ya, kamu sudah besar harus bisa menjaga dan tau konsekuensi apapun yang kamu perbuat!" ucap mamah yang selalu memperingatkan anaknya sebelum pergi bersama kekasihnya.
Andini memang di bebaskan untuk memiliki kekasih tapi harus bisa menjaga batasan dan menerima apapun konsekuensi yang ada.
"Iya mamahku sayang, muuuach....sayang mamah. Aku pergi dulu ya...!" Andini segera berlari menuju motornya.
"Hati-hati sayang! jangan kenceng-kenceng bawanya!" seru sang mamah yang entah terdengar atau tidak oleh putrinya.
Perjalanan dari rumahnya menuju rumah Tara hanya membutuhkan waktu 25 menit. Andini masuk ke parkiran kosan yang lumayan besar yang memiliki hampir 30 kamar kos di sana. Kosan yang terdiri dari kos pria dan wanita tanpa ada pembatas membuat ruang lingkupnya pun bebas. Andini bisa keluar masuk tanpa harus ijin terlebih dahulu setiap datang kesana. Tetapi dia tidak pernah mau jika Tara mengajaknya berlama di dalam kamar, cukup mengingat setiap pesan mamah sehingga dia bisa menjaga dirinya.
Dengan paperbag berisikan makanan, Andini melangkah menuju lantai 2 tempat kamar kos Tara yang kebetulan juga berada di sebelah pojok. Tak banyak orang di sana mungkin karena masih banyak yang belum pulang kerja atau sekolah hingga membuat suasana cukup hening.
Langkah Andini memelan saat melihat ada sendal wanita di depan kamar Tara. Tapi Andini masih berpikir jika itu kemungkinan adalah saudaranya yang datang menengok atau adiknya yang memang kos di tempat yang sama hanya beda kamar saja.
Melangkah pasti dengan senyum mengembang yang membuat lesung pipinya begitu terlihat. Tapi semua pudar saat dia dengan jelas mendengar suara lenguhan dari seorang wanita. Langkah Andini pun semakin berat tangannya membuka perlahan pintu yang tidak tertutup rapat.
Jelas terlihat, bahkan begitu menusuk ke relung jiwa, sang kekasih sedang memadu cinta dengan sahabatnya sendiri. Air mata itu lolos dari pelupuk mata dan tangannya melemah seketika hingga paperbag itu jatuh beserta isinya.
Tara yang mendengar suara di depan pintu segera menghentikan aksinya, melihat siapa gerangan yang mengganggu hingga membuatnya merasa tanggung.
"Andini...."
Sahabatnya pun yang mendengar itu segera memakai bajunya dan berlari menyusul.
"Andini.....gue..."
"Cukup! Kalian keterlaluan! jadi gini kelakuan kalian di belakang gue?" Andini berusaha untuk tetap tenang.
Tara mendekat dan ingin meraih tangan Andin tetapi segera di tepis olehnya. "Stop! jangan sentuh gue..."
"Gue bisa jelasin semuanya, ini nggak seperti yang loe pikirin. Gue sama Cika nggak ada hubungan apa-apa, gue khilaf Din."
Andin tersenyum miris, tangannya mengusap kasar air mata yang terus saja jatuh. Maju satu langkah dengan terus tersenyum.
"Nggak ada apa-apa? kayak gini nggak ada apa-apa? gue sebagai pacar loe malah nggak pernah lebih dari pegangan tangan dan yang begini masih loe bilang nggak ada hubungan?"
"Gue nggak buta Tara, dengan nafsu loe mencumbu dia yang jelas-jelas sahabat gue. Dan loe, gue nggak nyangka sama kelakuan loe. Kurang baik apa gue sama loe sampe loe nusuk gue dari belakang. Kalo loe suka sama dia loe ngomong sama gue!"
"Andin gue minta maaf, gue nggak ada maksud ngerebut dia dari loe, gue......"
"Apa? gue apa Cika? loe mau bilang khilaf juga? iya?" Andin tertawa...
"Nggak ada khilaf yang di lakukan berulang kali dan gue yakin ini bukan pertama kali! gue kecewa sama kalian berdua, mulai hari ini kita putus!"
"Sayang...."
"Dan loe, jangan anggap gue sahabat loe lagi, karena nggak ada sahabat yang tega nyakitin sahabatnya sendiri!" Andin tetap kalem, dia menahan emosinya.
"Please Ndin maafin gue!"
"Maaf? Oke, gue maafin loe tapi untuk bersama lagi, apa lagi kembali bersahabat sama loe. Sorry gue nggak minat sama penghianat!"
"Gue pamit, selamat bersenang-senang...." Andini segera berlari dan pergi dari sana.
"Sayang please dengerin aku dulu!" Tara berlari menyusul Andin dan menarik tangan Andin hingga langkahnya terhenti.
"Lepas!" Andin melepas kasar tangan Tara hingga sedikit membuat pemuda itu terhuyung ke belakang.
"Dengerin gue, nggak semudah itu kita putus, gue tau gue salah. Tapi gue cinta sama loe, kita ngejalin hubungan udah hampir dua tahun, nggak semudah itu buat gue lepasin loe dan lupain cinta kita gitu aja." lirih Tara dengan segala penyesalannya.
"Cinta? 2 tahun?" Andin tersenyum miris. "Loe yang buat semua berakhir, loe yang buat cinta ini hancur dan loe yang buat masa dua tahun sia-sia. Dan selamat loe berhasil buat gue benci sama loe!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
Lyeend
aku yg membacanya,aku pula yg sakit hati
2024-03-24
2
sherly
keren Andini, aku suka gaya looo, kasian banget si khilaf dijadiin kambing hitam Ama si Tara dan Cika...
2024-02-10
0
Yuliana Purnomo
lanjut /Good/
2024-01-25
0