Liora tak pernah menyangka jika pertemuannya dengan Marvin akan membawanya pada sesuatu yang menggila. Marvin, pria itu begitu menginginkannya meskipun tahu jika Liora adalah adik iparnya.
Tidak adanya cinta dari suaminya membuat Liora dengan mudah menerima perlakuan hangat dari kakak iparnya. Bukan hanya cinta yang Marvin berikan, tapi juga kepuasan diatas ranjang.
"Adikku tidak mencintaimu, jadi biar aku saja yang mencintaimu, Liora." ~ Marvin Leonardo.
📍Membaca novel ini mampu meningkatkan imun dan menggoyahkan iman 😁 bukan area bocil, bijak-bijaklah dalam membaca 🫣
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Red_Purple, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10 ~ CTDKI
Dengan diantar oleh supir, Liora dan Bi Sari pergi menuju ke swalayan. Liora sama sekali tidak merasa keberatan jika dia yang harus pergi keluar untuk berbelanja bahan makanan, karena hanya dengan cara itu dia bisa keluar dari rumah dan menghirup udara bebas.
Pandangannya terkunci pada mobil berwarna hitam yang baru saja keluar dari area hotel. Meskipun dari kejauhan, dia sangat yakin jika itu adalah mobil suaminya dan plat mobilnya pun sama. Tapi apa yang dilakukan oleh suaminya dihotel? Karena pekerjaan kah?
"Non, kok ngelamun." Bi Sari menepuk pelan bahu Liora saat melihat nyonya mudanya itu melamun dengan tatapan menatap keluar kaca mobil.
"Ah, tidak apa-apa, Bi." Liora tersenyum tipis, kemudian mengarahkan kembali pandangannya keluar kaca mobil, tapi mobil suaminya sudah hilang dari pandangan matanya.
Liora bisa saja menghubungi suaminya untuk bertanya, tapi Haikal selalu marah jika diganggu di jam kerja untuk sesuatu yang menurutnya tidak penting. Jadi Liora pikir dia akan menanyakannya nanti dirumah saja setelah suaminya pulang.
❄️
❄️
❄️
Sudah setengah jam Liora berdiri di balkon kamarnya, menatap sinar bulan sabit dan bintang-bintang di atas sana. Sesekali dia melihat ke arah gerbang yang tertutup rapat, bukan hanya sedang menunggu kepulangan suaminya, melainkan juga kakak iparnya.
Ucapan Marvin yang mengatakan tidak akan pulang membuat Liora resah, entah mengapa dia terus memikirkannya sepanjang hari. Biasanya Marvin sudah pulang lebih dulu sebelum Haikal, tapi malam ini kakak iparnya itu pun belum nampak batang hidungnya.
Dua puluh menit kemudian mobil Haikal datang memasuki halaman rumah. Tak seperti biasanya, kali ini Liora memilih diam di balkon tanpa berniat untuk menyambut kepulangan suaminya. Haikal yang masuk ke dalam kamar pun dibuat mencari keberadaan istrinya sebelum akhirnya dia melihat Liora tengah berdiri memunggunginya di balkon kamar.
Haikal melingkarkan tangannya di pinggang Liora, memeluknya dari belakang. "Aku sudah pulang, kenapa kamu tetap disini dan tidak menyambut seperti biasanya,"
"Biasanya juga kamu tidak suka disambut, jadi aku lebih suka berdiri disini sambil menatap bintang dilangit," jawab Liora dingin. Tumben-tumbenan suaminya mau memeluknya seperti ini, meskipun begitu Liora tak merasakan ada kehangatan dari pelukan itu.
"Kamu marah karena aku selalu menyuruhmu untuk tidak menungguku?" tanya Haikal dengan suara lembutnya, kemudian menyingkap rambut Liora dan membenamkan wajahnya di leher istrinya, memberinya kecupan-kecupan lembut.
Liora melepaskan tangan Haikal dari pinggangnya dan membalikkan badannya cepat. "Ada yang ingin aku tanyakan sama kamu, Mas. Tadi siang saat dijalan menuju ke supermarket aku seperti melihat mobil kamu keluar dari area hotel, apa benar itu mobil kamu?"
Haikal mengernyit dalam, seperti sedang berusaha mengingat-ingat sesuatu, "Ya, itu mungkin memang benar mobilku. Tadi siang aku memang sempat pergi ke hotel untuk bertemu dengan seorang klien. Kenapa? Kamu tidak sedang mencurigaiku yang macam-macam, kan?"
"Ah, tidak Mas." Liora menggeleng cepat, memaksakan sebuah senyuman diwajahnya.
Semudah itu Liora percaya. Meskipun Haikal belum benar-benar mencintai Liora, tapi Haikal tidak ingin istrinya itu tahu jika dirinya memiliki wanita lain diluar sana.
"Oya, kok tumben kak Marvin belum pulang, kamu nggak bareng sama dia tadi pulangnya?" akhirnya Liora memberanikan diri untuk bertanya.
"Kak Marvin sudah pulang dari tadi, mungkin dia sedang bersenang-senang dulu diluar." jawab Haikal. "Maklumi saja, kak Marvin kan masih sendiri, jadi wajar kalau dia masih ingin mencari kesenangan diluar sana."
"Ya sudah, aku mandi dulu ya," Haikal mengusap kepala Liora, kemudian berlalu masuk ke dalam kamar.
Ada rasa sesak yang tiba-tiba menyeruak masuk ke dalam dadanya, Liora menatap kembali ke arah pintu gerbang yang sudah tertutup rapat kembali sejak kepulangan suaminya. Apa benar yang dikatakan oleh suaminya jika Marvin mungkin sedang bersenang-senang diluar sana?
❄️
Jarum jam terus berputar, sudah sejak tadi Liora berbaring namun dia masih belum bisa memejamkan matanya. Disampingnya, Haikal sudah terlelap dalam mimpi-mimpi indahnya.
Liora menatap ke arah jam didinding yang sudah menunjukkan pukul dua dinihari, namun dia belum juga mendengar suara mobil kakak iparnya kembali. Rasanya Liora benar-benar sudah dibuat tidak waras dengan pikirannya sendiri, bagaimana mungkin dia sampai menunggu dan memikirkan kakak iparnya seperti ini.
Ditengah kegelisahannya, Liora mendengar suara mobil memasuki halaman rumah. Liora membalikkan badannya, mengibaskan tangannya di depan wajah suaminya untuk memastikan suaminya benar-benar terlelap sebelum dia bangun untuk melihat kebawah.
Dengan gerakan hati-hati Liora turun dari atas ranjangnya, membuka pintu kamarnya dan menutupnya kembali dengan pelan setelah dia keluar. Liora hanya ingin memastikan saja jika tadi memang Marvin yang pulang.
Tiba-tiba sebuah tangan menarik tangannya begitu Liora menuruni anak tangga terakhir, membawanya kebelakang tangga dan mendorong pelan tubuhnya hingga punggungnya menyentuh tembok.
Marvin merapatkan tubuhnya, menghimpit tubuh adik iparnya, "Apa kamu sedang menungguku? Hem?" tanyanya dengan senyuman menggoda.
Liora memalingkan wajahnya kesamping dengan cepat, debaran jantungnya berdetak lebih kencang dari sebelumnya. "Aku turun hanya untuk mengambil minum," kilahnya.
"Oh, benarkah?" tanyanya dengan satu alis terangkat, dia semakin ingin menggoda adik iparnya. "Padahal aku sangat berharap kamu sedang menungguku," ujarnya berpura-pura kecewa.
"Kakak darimana saja?" Liora memberanikan diri untuk menatap Marvin. "Kenapa sepagi ini baru pulang?"
Marvin tak langsung menjawab, matanya sibuk menjelajahi mata Liora. "Jika aku bilang aku baru saja mengabiskan malam dengan seorang wanita apa kamu akan percaya?"
Liora terkesiap ringan, namun dia berusaha untuk menyembunyikan rasa terkejut dan rasa kecewanya. "Percaya saja," jawabnya dengan pandangan tertunduk.
Marvin meraih dagu Liora, membimbingnya untuk kembali menatapnya. Tanpa aba-aba Marvin langsung mendekatkan wajahnya, saling menempelkan bibir mereka.
"Emmpptt..." Liora memukuli dada Marvin, bukan karena dia ingin menolak, melainkan karena dia tidak ingin ada yang memergoki mereka karena mereka masih ada diruang tengah.
Marvin memagut bibir Liora dengan rakus, memberikan gigitan-gigitan kecil namun penuh kelembutan. Liora tak membalas namun juga tak menolak ciuman Marvin, membuat Marvin semakin berani mengakses bibirnya dengan bebas.
Gaun satin tipis itu kini sudah tersekspos bagian bahunya, bibir Marvin semakin liar memberikan sentuhan-sentuhan disana, membuat Liora mendesah tertahan.
"Aku menginginkanmu, Liora." bisik Marvin ditelinga Liora.
Matanya kini sudah berkabut gairah, tangannya menyentuh wajah Liora dan menatap wajah itu sejenak sebelum dia kembali membungkam bibir adik iparnya itu dengan ciuman panasnya.
Liora merasa benar-benar menggila, bahkan kini dia sudah berani membalas ciuman kakak iparnya dengan kedua tangan yang melingkar di leher Marvin. Tangan Marvin tak tinggal diam, meremas bokong Liora dengan gemas, sementara satu tangannya terangkat menyentuh dada Liora yang masih terbungkus gaun tidur dan mengusapnya dengan lembut.
"Sudah Kak, nanti ada yang melihat kita," bisik Liora dengan napas tersenggal ditengah-tengah ciuman panas mereka. Ada rasa yang tidak pernah dia rasakan saat bersama dengan suaminya, namun dia dapatkan saat bersama dengan kakak iparnya, yaitu rasa nyaman.
Suara langkah kaki menuruni tangga mengagetkan keduanya. Marvin menarik tubuh Liora kedalam dekapannya saat langkah itu semakin dekat. Dalam kepanikan itu Liora bisa mendengar detak jantung Marvin yang terpompa sangat cepat.
"Bi... Bi Sari?" Audrey memanggil Bi Sari begitu dia menuruni anak tangga terakhir. "Perasaan tadi kayak dengar ada suara deh," gumamnya.
Audrey menggaruk kepalanya yang tidak gatal, kemudian mengedikkan bahu dan berlalu pergi menuju ke arah dapur untuk mengambil minum. Mungkin dia yang salah dengar karena matanya masih sangat mengantuk.
Marvin menghela napas lega saat mendengar suara langkah Audrey perlahan mulai menjauh. Sebuah senyuman terbit diwajahnya saat menyadari Liora yang kini tengah mendekapnya dengan sangat erat.
✳️
✳️
✳️
Bersambung.....
kaget gak.. tegang gak anuu muu