NovelToon NovelToon
Istri Jenderal Yang Mencuri Hatinya

Istri Jenderal Yang Mencuri Hatinya

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa Fantasi / Cinta Seiring Waktu / Mengubah Takdir / Transmigrasi ke Dalam Novel / Cewek Gendut / Era Kolonial
Popularitas:17.2k
Nilai: 5
Nama Author: ICHA Lauren

Aku membuka mata di sebuah ranjang berkelambu mewah, dikelilingi aroma parfum bunga yang asing.
Cermin di depanku memantulkan sosok wanita bertubuh besar, dengan tatapan garang dan senyum sinis—sosok yang di dunia ini dikenal sebagai Nyonya Jenderal, istri resmi lelaki berkuasa di tanah jajahan.

Sayangnya, dia juga adalah wanita yang paling dibenci semua orang. Suaminya tak pernah menatapnya dengan cinta. Anak kembarnya menghindar setiap kali dia mendekat. Para pelayan gemetar bila dipanggil.

Menurut cerita di novel yang pernah kubaca, hidup wanita ini berakhir tragis: ditinggalkan, dikhianati, dan mati sendirian.
Tapi aku… tidak akan membiarkan itu terjadi.

Aku akan mengubah tubuh gendut ini menjadi langsing dan memesona.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ICHA Lauren, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tatapan Tak Biasa

Amara mengira Seruni akan segera naik pitam karena ucapannya. Ia sudah membayangkan wajah sang kakak menegang, suara meninggi, bahkan mungkin akan mempermalukannya habis-habisan di depan Elias. Itu sebabnya, ia sengaja menahan senyum liciknya, menunggu momen ketika harga diri Seruni runtuh.

Namun yang terjadi justru di luar dugaan. Nateya hanya tersenyum tipis, penuh ketenangan.

“Tentu saja aku tidak keberatan, Amara,” ucapnya dengan suara halus. “Aku justru berterima kasih karena kau sudah bersusah payah memasak untuk Elias. Pekerjaan para pelayan di rumahku jadi berkurang."

Wajah Amara menegang. Ia tidak menduga Seruni akan merespons dengan kalimat yang terdengar seperti pujian, tetapi ternyata penuh duri.

Nateya melangkah setengah maju, senyumnya tak luntur.

“Tapi… lain kali kalau ingin melakukan sesuatu, jangan setengah-setengah. Buatlah makanan yang banyak sebagai ungkapan terima kasih. Ingat, Elias sudah punya istri dan anak. Seharusnya makanan itu dibuat untuk kami juga—aku, Julian, dan Anelis. Kalau hanya untuk Elias seorang, para serdadu di sini bisa berpikir macam-macam tentangmu.”

Nada suara Nateya kian tajam, meski tetap terdengar elegan.

“Takutnya, Nona Amara van deer Meer disangka suka merayu suami kakaknya."

Wajah Amara seketika merah padam, darahnya mendidih. Ia menggigit bibir, menahan gejolak, lalu bersuara dengan nada tersakiti.

“Kak Seruni, jangan hanya karena cemburu lalu Kakak memfitnahku seperti itu. Aku… aku hanya ingin tulus berterima kasih!”

Nateya terkekeh pendek, matanya memandang dengan tajam. “Adikku sekarang rupanya mudah sekali tersinggung. Kemarin kau hampir pingsan karena kehabisan darah, bukan? Lebih baik pikirkan kesehatanmu saja.”

Dengan santai, Nateya lalu menggandeng tangan Julian. “Aku pergi dulu. Ada urusan yang lebih penting."

Wajah Amara memanas, tetapi tidak bisa membalas. Ia hanya bisa menatap Elias dengan wajah setengah merajuk, setengah penuh dendam. Elias sendiri berdiri terpaku di tempat. Rahangnya menegang, menatap punggung Nateya dan Julian yang semakin menjauh.

***

Nateya pun membawa Julian ke barak pengobatan. Dokter militer bergegas menyambut Nateya dengan ramah.

“Selamat pagi, Nyonya Seruni,” dokter itu memberi hormat kecil. “Ada yang bisa kami bantu?”

Nateya langsung bertanya, “Mayor Ragnar. Bukankah ia masih dirawat di sini? Mengapa saya tidak melihatnya?”

Sang dokter bertukar pandang sebentar dengan perawat, lalu menjawab dengan nada hormat, “Mayor Ragnar menolak untuk terus dirawat di sini. Kondisinya membaik begitu cepat, semua berkat pertolongan Anda tempo hari. Sekarang Beliau sudah kembali ke tendanya sendiri, bahkan mulai menyibukkan diri dengan tugasnya.”

“Benarkah?” Nateya mengerutkan dahi. “Apa kondisinya benar-benar sudah pulih?”

“Secara medis, masih butuh pemulihan,” jawab sang dokter jujur. “Tapi semangat juang Beliau begitu kuat. Mayor Ragnar juga sempat menyampaikan bahwa dia ingin menemui Anda untuk berterima kasih.”

Nateya menghela napas, lalu tersenyum tipis. “Bisa tolong antarkan saya ke tendanya?”

Seorang serdadu segera menawarkan diri mengantar. Sambil menggandeng Julian, Nateya berjalan di antara deretan tenda dan barisan serdadu yang sedang berlatih fisik. Suara teriakan komando, derap langkah, dan dentuman kayu senjata tiruan terdengar menggema.

Julian terpukau, matanya berbinar. “Mama bolehkah aku melihat latihan mereka sebentar? Aku janji tidak akan pergi jauh,” katanya penuh semangat.

Menatap wajah anaknya yang berseri-seri, Nateya tersenyum hangat.

“Baiklah. Mama akan cepat kembali."

“Siap, Ma!” Julian memberi hormat ala serdadu, membuat Nateya tersenyum geli.

Tenda Ragnar terletak tak jauh dari tempat Julian berdiri. Setiba di tenda itu, Nateya menyingkap tirai dengan hati-hati. Namun begitu melangkah, matanya terbelalak.

Di dalam, Ragnar berdiri dengan tubuh tegap, setengah telanjang dada. Ia baru saja melepas seragam, hendak mengganti dengan kemeja baru. Luka di dadanya masih dibalut perban putih, tetapi garis otot dada dan bahunya terlihat jelas.

Ragnar sama terkejutnya. “Nyonya Seruni!” serunya kaget, buru-buru hendak mengambil kemeja.

Nateya, yang terkejut, malah tanpa sengaja tersandung pada lipatan karpet kasar di lantai tenda. Tubuhnya oleng ke depan.

Refleks, Ragnar mengulurkan tangan. Dalam sekejap, lengan kekarnya menahan pinggang Nateya, tubuh mereka hanya berjarak sejengkal.

Sesaat mata mereka bertemu—mata Nateya yang membelalak dan mata Ragnar yang berusaha menahan diri.

Nateya buru-buru melepaskan diri, wajahnya memerah.

“M-maaf, Mayor Ragnar. Aku tidak tahu kau sedang berganti pakaian.”

"Tidak apa-apa, Nyonya. Saya memang ceroboh. Harusnya saya menyuruh bawahan saya berjaga di luar.”

Lekas saja Ragnar meraih kemeja, hendak mengenakannya. Namun Nateya menahan gerakan pria itu.

“Tunggu dulu. Aku ingin memeriksa perban lukamu. Hanya sebentar.”

Ragnar terdiam, lalu mengangguk. Nateya mendekat, jemarinya hati-hati membuka sedikit perban di dadanya. Memberikan usapan lembut agar tidak menyakiti. Mata Nateya fokus seperti seorang dokter sejati.

Hanya saja di tengah keseriusan itu, ia bisa merasakan sesuatu. Dada Ragnar bergerak cepat, jantungnya berdegup lebih kencang di bawah sentuhan lembutnya. Dan, sebagai seorang dokter, Nateya tahu bahwa denyut itu bukanlah hal biasa.

Agar tidak menimbulkan salah paham, Nateya buru-buru menyelesaikan pemeriksaan. Jemari halusnya merapatkan kembali perban di dada Ragnar, lalu ia mundur selangkah, menjaga jarak aman.

“Lukamu sudah hampir kering,” ujar Nateya tenang. “Tapi kau tidak boleh melakukan latihan fisik yang berat dulu. Kalau bisa, pakailah baju yang longgar supaya balutan ini tidak tergesek. Atau.…”

Nateya terdiam sejenak, sebelum melanjutkan, “saat tidur, lebih baik tidak usah mengenakan baju atasan dulu. Itu akan mempercepat pemulihan.”

Untuk sesaat, Ragnar hanya memandang Nateya kemudian mengangguk.

"Saya mengerti, Nyonya. Saya masih bisa berada di sini, masih bisa bernapas sampai hari ini, semua karena pertolongan Anda. Saya akan mengingat budi itu selamanya, dan siap melakukan apa pun yang Anda minta."

Entah mengapa, Nateya merasa ada sesuatu dalam tatapan mata Ragnar yang melampaui sekadar ucapan terima kasih seorang prajurit kepada penolongnya. Namun, ia berusaha menepis hal itu.

Ragnar pun segera meraih kemejanya, menyampirkannya ke tubuh, dan mengancingkan perlahan. Suaranya kemudian terdengar lebih formal.

“Sebenarnya, sore nanti saya berniat datang ke rumah Anda. Arvid mengatakan Anda ingin berbicara sesuatu yang penting."

Nateya berdehem pelan, menata kata-kata dalam hatinya. “Ya, memang aku ada satu permintaan. Tapi, aku tidak akan memaksa bila kau tidak mau.”

Ragnar menatapnya penuh perhatian, sedikit mencondongkan tubuh. “Permintaan apa, Nyonya? Katakan saja. Saya siap mendengarkan."

Nateya menarik napas dalam-dalam, sebelum menatap lurus pada mata pria itu.

“Ragnar, apakah kau bersedia… menjadi ajudan pribadiku? Menggantikan Victor mulai besok.”

Suasana di dalam tenda mendadak senyap.

Nateya berdiri tegak, meski jantungnya berdetak lebih cepat. Ia tahu, permintaan ini akan menjadi titik balik. Ragnar bukan sembarang prajurit—ia punya harga diri, tanggung jawab, dan masa depan karier yang mungkin sulit ditinggalkan begitu saja.

1
Erna Fkpg
semoga ragnar mau jd ajudan pribadi seruni dr pd Victor yg berkhianat
Dewi hartika
kamu pantas di tinggalkan Elias,,karna jadi pria terlalu lambat dan kurang tegas,tinggalin aja ,karna membiarkan pelakor mendekat,lanjut thorr
Arinta Maya Hardjito
Tak tunggu selalu up-nya Thor 🩷❤️😘❤️😘
Erna Fkpg
emang ni Amara adik tiri TDK tau diri sama seperti ibunya perebutan suami orang
Erna Fkpg
lanjuuut
Erna Fkpg
ni suami emang minta digapar mulutnya udah kayak cabe
Erna Fkpg
jangan kira nateya yg sekarang mudah ditindas
Dewi hartika
hem sudah di tinggal baru rasa,lanjut thortt
Nurma Sari
thor tamabhin epesod donk.. aq ga puas baca satu epesed
Jjlynn Tudin
benci btul bgini ohh bnyk2 org knp mw minta tolg sama laki org puiii
Jjlynn Tudin
bukan Salah pelekor juga sih lelakinya yg Salah🤣
Nurma Sari
lanjut thorr aq suka sekali..
Erna Fkpg
lanjuuut thor
🌸 Maya Debar 🌸
Tak tunggu selalu upnya Thor 😍😍❤️🥰🤩🥰🥰🥰🤩🤩🤩🤩🤩🥰😍🥰
Nurhalimahbunga
Elias anj...
Nurhalimahbunga
jijik x lihat Amara dan Elias pasangan sampah cocok kalian ber 2
Maria Maria
ceraikan saja Elias buang ke tong sampah' suami bodoh begitu GK sesuai pangkat jenderal 🤮
Erna Fkpg
dasar suami bodoh malah membela orang lain dr pd istrinya mending buang aja kelaut
Nurhalimahbunga
ulat bulu kalah ini belum seberapa, masih banyak lagi kejutan dari nateya
Erna Fkpg
hahaha nateya dilawan mana bisa dokter dr masa depan
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!