(Gak jamin kalau kamu bakalan nangis bombay)
Audrey, seorang wanita pekerja keras yang mengabdikan hidupnya untuk karier. Dia tidak tampak tertarik dengan hubungan percintaan apalagi pernikahan. Di usia 28 tahun, ia bahkan tidak memiliki seorang kekasih ataupun teman dekat. Tidak ada yang tahu kalau Audrey menyimpan beban penyesalan masa lalu . Namun, kehidupannya yang tenang dan monoton mendadak berubah drastis ketika ia bertemu kembali dengan sahabat masa kecilnya, Sofia. Audrey tidak pernah menyangka kalau Sofia memintanya menikahi calon suaminya sendiri. Akankah pernikahan Audrey menjadi mimpi buruk atau justru kisah cinta terindah untuk seumur hidupnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ICHA Lauren, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20 Istri Pembantu
Alarm Audrey berbunyi nyaring, tanda waktu sudah menujukkan pukul lima pagi. Dengan mata yang masih berat, Audrey memaksa dirinya turun dari tempat tidur. Ia meregangkan tubuhnya yang terasa pegal lalu berjalan menuju kamar mandi. Audrey sengaja membasuh wajahnya berkali-kali dengan air untuk menghilangkan rasa kantuk yang masih menyerangnya. Air shower yang hangat membuat tubuhnya sedikit rileks. Setelah mandi, tempat pertama yang ditujunya adalah dapur. Ia harus membuat sarapan pagi untuk Reiner. Audrey memutuskan untuk membuat sandwich smoke beef untuk sarapan pagi. Dia ingat Sofia pernah mengatakan padanya kalau Reiner suka makan sandwich di pagi hari. Sambil membuat sandwich, Audrey memanaskan air untuk membuat minuman hangat.
Aku tidak tau apa yang diminum Si Tuan Besar saat sarapan. Aku siapkan saja ketiga minuman ini supaya dia bisa pilih sendiri.
pikir Audrey seraya meletakkan bubuk kopi, susu bubuk coklat, dan satu buah teh celup di samping cangkir kosong yang disiapkannya. Ia menulis di selembar kertas dan menuliskan sesuatu di meja.
Tuan, saya tidak menaruh racun di sandwich ini, jadi Anda bisa makan dengan tenang.
Audrey duduk sebentar di kursi meja makan lalu menyantap roti sandwich miliknya. Ia teringat masih harus melakukan tugas terberat di pagi ini, yaitu menyiapkan baju untuk Reiner, yang artinya dia harus masuk ke kamar pria itu. Audrey hanya berharap pintu kamar Reiner tidak dikunci atau bila tidak ia harus mengetuk pintu dan membangunkan Reiner. Mungkin dia akan memakinya dan menyuruhnya berhenti bekerja saat itu juga. Audrey bergidik ngeri membayangkannya dan berupaya mengusir rasa takutnya yang berlebihan. Perlahan-lahan, Audrey memegang pintu kamar Reiner dan mencoba membukanya.
Yes, aku selamat. Kamarnya tidak dikunci.
pikir Audrey lega.
Audrey berusaha untuk tidak mengeluarkan suara ketika berjalan memasuki kamar Reiner. Audrey melihat kamar pria itu didominasi warna biru maskulin dengan pengharum ruangan beraroma kayu. Barang-barang di kamar itu juga terlihat berkelas dan semua tersusun dengan rapi. Audrey melewati Reiner yang masih tertidur pulas dan bergegas menuju lemari baju.
Kenapa wajah Reiner menghadap kesini? Bagaimana kalau dia terbangun karena aku membuka lemari.
Audrey berhenti sejenak memandang wajah Reiner yang tidur dengan posisi miring ke arahnya. Wajahnya terlihat polos, damai, dan tampan saat sedang tertidur nyenyak. Audrey jadi teringat sikap Reiner yang sangat lembut dan penyayang saat masih bersama Sofia. Berbeda seratus delapan puluh derajat dengan sikap yang ditunjukkannya pada Audrey. Tapi Audrey sadar ia tidak bisa melemparkan kesalahan begitu saja pada Reiner. Siapapun yang berada di posisi Reiner pasti akan sangat membenci Audrey, karena telah menyebabkan kematian adiknya. Audrey mengusir pikirannya yang mulai melantur kemana-mana. Ia berhasil membuka pintu lemari dengan perlahan.
Baju mana yang harus aku pilihkan untuk dia?
Audrey berdiam sebentar memikirkan setelan baju yang harus disiapkannya untuk Reiner. Baju-baju itu semua terlihat bagus dan akan cocok dipakai oleh pria tampan seperti Reiner. Tiba-tiba Audrey teringat almarhum papanya yang selalu terlihat tampan dan gagah mengenakan setelan kemeja biru tua ketika hendak berangkat ke kantor.
Makasih, Pa sudah membantu Audrey.
gumam Audrey lirih.
Audrey mengambil setelan jas berwarna biru tua juga dasi yang berwarna senada. Ia meletakkan semuanya dengan hati-hati di kursi samping tempat tidur Reiner. Audrey merasa sangat lega karena bisa keluar dari kamar itu. Ia bergegas pergi ke ruang penyimpanan sepatu untuk menyiapkan sepatu dan kaos kaki yang akan dipakai Reiner. Tidak lupa Audrey meletakkan kantong plastik besar berisi baju kotor. Setelah semuanya siap, Audrey masuk ke kamarnya dan mengganti bajunya dengan baju kerja. Ia sengaja memilih blazer dengan setelan tanktop turtleneck berwarna merah maroon, agar bisa menutup sebagian lehernya. Audrey juga merias dirinya dengan make up yang sedikit lebih tebal supaya gurat-gurat kesedihan di wajahnya tidak lagi terlihat. Audrey membaca pesan dari ponselnya. Supir taksi online yang dipesannya sudah siap menunggu di bawah. Dengan langkah cepat, Audrey mengambil tas kerjanya dan menuju ke pintu utama.
Kecil sekali tombol-tombol angka ini. Aku harus pakai kacamata.
pikir Audrey khawatir.
Audrey mencari-cari kacamata yang biasa disimpannya di dalam tas. Namun, sebuah tangan yang kokoh mendadak menyentuhnya dari belakang.
"Begini saja tidak bisa," kata Reiner memencet tombol password pintu. Audrey terkejut merasakan kehadiran Reiner yang berdiri sangat dekat di belakang punggungnya. Gadis itu menoleh ke belakang sehingga matanya bertatapan langsung dengan mata Reiner untuk beberapa saat.
"Kamu ini mau ke kantor apa mau menyanyi di atas panggung? Makeupmu tebal sekali," kata Reiner menunjuk wajah Audrey.
"Maaf, Tuan, saya mau berangkat ke kantor. Terimakasih sudah membantu saya. Maaf kalau sudah membangunkan, Tuan," kata Audrey merasa malu.
"Membangunkan? Aku sudah bangun dari tadi. Kamu pikir aku bisa tetap tidur kalau ada orang yang mengendap-endap masuk ke kamarku," kata Reiner ketus.
"Maaf, Tuan, lain kali saya akan lebih hati-hati. Saya pamit dulu," kata Audrey buru-buru kabur dari Reiner. Audrey teringat dirinya tadi sempat memandang wajah Reiner saat tidur. Semoga saja Reiner tidak menyadarinya atau Audrey akan merasa malu seumur hidup di depan laki-laki itu.
...****************...
Pak Rizal mendatangi meja Audrey selesai acara briefing pagi, "Audrey, ikut ke ruangan saya. Ada yang mau saya sampaikan."
"Baik, Pak," jawab Audrey mengikuti Pak Rizal ke ruangannya.
"Drey, besok kita akan kedatangan staff baru di bagian piutang."
"Staff di bagian piutang, Pak? Bukannya sudah ada Yudha? Saya rasa kita belum memerlukan tambahan staff di bagian itu."
"Yudha sementara waktu akan dipindahkan ke bagian HRD untuk mengurus penggajian. Staff baru yang nanti akan menggantikan tugas Yudha."
Audrey terlihat bingung dengan perpindahan staff yang terkesan mendadak. Biasanya Pak Rizal selalu berdiskusi dulu dengan dirinya menyangkut perubahan staff apalagi tentang perekrutan karyawan baru untuk divisi finance. Pak Rizal tampaknya mengetahui isi pikiran Audrey dan mencoba menjelaskannya.
"Drey, ini perintah langsung dari direktur kita, jadi kita harus mematuhinya. Saya juga baru diinfo kemarin sore. Besok, tolong perkenalkan dia dengan semua staff dan jelaskan detail jobdesknya. Saya minta kamu membimbingnya selama tiga bulan ke depan ini. Saya rasa Karin sudah mulai bisa mengerjakan pekerjaannya sendiri."
"Iya, Pak, saya mengerti. Apa saya boleh lihat profile karyawan baru itu?"
"Maaf, Drey, saya sendiri tidak punya profilenya. Kata Manager HRD nama staff baru kita Tristan, usianya sekitar 26 tahun, hanya selisih dua tahun lebih muda darimu. Dia lulusan dari luar negri, jadi pasti cepat belajar. Saya percayakan dia padamu."
"Baik, Pak, saya akan bantu semaksimal mungkin," jawab Audrey menenangkan atasannya.
Menjelang istirahat makan siang, Audrey mendapat telpon dari Nicko.
"Selamat siang, Nona Audrey. Tolong kirimkan nomor rekening Anda dan email yang aktif kepada saya. Saya tunggu segera."
"Nomor rekening? Untuk keperluan apa, Tuan Nicko?" tanya Audrey curiga.
"Saya hanya menjalankan perintah Tuan Reiner, Nona. Mohon Nona turuti saja."
Audrey merasa kesal mendengar jawaban Nicko yang selalu membawa-bawa nama Reiner untuk menakutinya. Ia pun terpaksa menuruti permintaan Nicko.
"Baik, Tuan Nicko akan saya kirimkan segera."
Kurang lebih sepuluh menit, Nicko mengirimkan pesan ke ponsel Audrey.
Nona saya sudah mengirimkan uang lima ratus juta rupiah ke rekening Anda. Silahkan dicek. Uang itu sebagai kompensasi bulanan dari Tuan Reiner. Saya juga mengirimkan menu sarapan pagi dan makan malam yang harus disiapkan untuk Tuan Reiner selama sebulan. Kalau ada bahan makanan yang kurang atau sesuatu yang Nona tidak mengerti, Nona bisa menghubungi Bi Mila. Terima Kasih.
Audrey mengecek notifikasi masuk dari rekening banknya. Memang benar ada transferan uang masuk lima ratus juta rupiah.
Untuk apa dia mengirimkan uang sebanyak ini? Apa untuk merendahkan aku lagi? Atau mungkin uang ini dianggap sebagai gajiku sebagai pembantunya? Aku harus bertanya padanya nanti.
aq lebih lebih & lebih padamu Reiner😍😍😍😍
emak" labil🤣🤣🤣
stelah hasil pnyelidikanmu terkuak,kamu akan mnyesal Reiner😡😡😡😡
Knp Audrey bodoh ea,hnya demi prsahabatan lgsung memutuskan mau" aja...
penderitaanmu akan di mulai dari prnikahan ini Audrey