NovelToon NovelToon
Malam Yang Merenggut

Malam Yang Merenggut

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir
Popularitas:4.8k
Nilai: 5
Nama Author: megawati

Terdengar Musik yang terus di putar dengan kencang di sebuah bar hotel, disertai dengan banyaknya wanita cantik yang menikmati serta berjoget dengan riang. Malam yang penuh dengan kegembiraan, yang tak lain adalah sebuah pesta bujang seorang gadis yang akan segera menikah dengan pujaan hatinya. Ia bernama Dara Adrianna Fauza, gadis cantik dan manis, anak sulung seorang pengusaha sukses.

"Dar, gue ngak nyangka banget Lo bakalan nikah. Selamat ya bestie?" Ucap salah seorang gadis yang merupakan teman SMA dara.

"Iya. Makasih yah bestie. Gue doain semoga Lo cepet nyusul yah? Biar gantian, gue yang di undang." Ucap Dara sambil tersenyum.

Dara yang merasa haus pun segera mengambil sebuah jus untuk di minum, ia pun meminumnya.

Pesta terus berjalan dengan lancar, semua teman dara menikmati pesta dengan bahagia. Seketika dara yang sedang bersama dengan teman-temannya pun menjadi pusing. Mata menjadi sangat berat, pandangannya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon megawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab

"N-nyonya..." Ucap Dara.

"Jangan panggil saya Nyonya. Panggil saya Mama mulai sekarang." Ucap Astrid halus.

Dara menatap wanita cantik yang sudah terlihat sedikit keriput di wajahnya. Dia tak tau harus menjawab apa.

Kenapa Astrid malah mendukung pernikahan ini sekarang? Apa yang di katakan Brama pada orang tuanya tadi?

"Sudah, tidak perlu bengong. Mama baru saja membelikan kebutuhan kamu selama hamil, dan juga cucu pertama mama." Ucap Astrid mengikis senang seraya melirik pelayanannya.

Beberapa pelayan lain muncul dan berbaris membawa kotak di setiap tangan. Mereka menumpuk rapi kotak itu di atas meja hingga menggunung, bahkan lebih tinggi dari Dara!

"Kalau masih kurang, minta saja sama calon suami kamu. Brama bisa memberikan apa saja yang kamu inginkan. Tidak perlu sungkan sama kami semua disini. Kamu sudah menjadi bagian dari keluarga Pranaja sekarang." Ucap Astrid menepuk lembut lengan Dara.

"Sekarang kamu istirahat. Mama akan memanggil kamu saat makan malam nanti." Ucap Astrid lagi.

Semua pelayan yang berjumlah lusinan itu menunduk sopan kepada Dara, kemudian mengikuti Astrid pergi.

Dara membuang napas setelah menahannya cukup lama. Dia berjalan mendekat pada tumpukan kotak di atas meja dengan perasaan membingungkan.

Ada sedikit rasa bahagia karena seseorang mau mengakui bayinya. Akan tetapi, Dara segera menepis rasa itu ketika bayangan Aldo dan Arman terlintas dalam benaknya.

Arman dan Aldo pasti akan semakin membencinya jika sampai tahu bahwa dia telah mengandung bayi dari Omnya Aldo.

Semua orang tahu bahwa Brama lebih terpandang dan berkuasa dari keluarga mana pun. Mereka bisa menganggap Dara telah memanfaatkan Aldo demi mendekati Brama. Walaupun Dara baru tahu fakta itu belum lama ini.

Dara tak ingin hidup dengan masalah rumit. Terlebih lagi, Dara harus menjaga kandungannya yang lemah. Tetapi, apakah dia punya pilihan lain?

Dia tak akan bisa menentang keputusan Brama karena tak memiliki kuasa apapun. Dan Dara pun tahu, Brama bisa bener-bener membuat Dara keguguran jika dia sampai menghindar dari pernikahan ini.

Dara tak mau kehilangan bayinya! Dara mau tak mau harus menuruti ucapan Brama untuk menikah dengannya.

***

Astrid baru saja keluar dari kamar Dara setelah membawakan makan malam untuknya. Sebelumnya, calon ibu mertuanya itu ingin menyuapi Dara seperti Siska, namun Dara gegas menolak dengan alasan perutnya terasa mual dan belum bisa menelan makanan.

Dara pikir, Astrid akan membiarkan dirinya kembali beristirahat dan melewatkan makan malam. Namun, Dara salah. Astrid justru membawa Faizal dan Brama ke kamarnya.

"Dara bilang sedang mual. Berikan sesuatu untuk dia," kata Astrid dengan raut wajah panik.

"Anda juga pernah hamil, Nyonya. Mual pada kehamilan trimester pertama itu normal. Nona Dara mungkin tidak suka dengan bau makan ini," balas Faizal.

Siska langsung menunduk setengah badan di depan Brama dan Astrid.

"Maafkan saya. Seharusnya, saya lebih teliti menyiapkan makanan untuk Nona Dara." Ucap Siska dengan suara bergetar.

Dara jadi merasa bersalah melihat Siska memohon maaf, padahal dirinya hanya bersandiwara. Dia terpaksa menerima makanan itu meskipun benar-benar sedang tak ingin mengunyah sesuatu.

"Mbah Siska, aku akan memakan itu. Aku sekarang sudah merasa lapar," ucap Dara lirih, tanpa berani menatap Brama maupun Astrid karena takut kebohongannya terbongkar.

"Siapkan makanan lain," perintah Brama.

"Tidak! Aku hanya mau makan ini," Cegah Dara. Siska sudah susah payah membuatkan makanan untuknya, Dara tak ingin menyia-nyiakannya.

Siska lantas menyiapkan meja kecil di atas ranjang karena Dara tak diizinkan menapak lantai. Seperti biasa, Siska mulai menyuapi Dara.

Karena dilihat banyak orang, Dara jadi merasa sangat malu. Wajahnya sampai memerah dan kesulitan mengunyah makanan.

Dari sudut matanya, Dara melihat Faizal membisikkan sesuatu pada Brama. Pria itu pun langsung duduk di tepi ranjang dan menyuruh Siska pergi.

"A-apa yang Anda lakukan, Tuan?" Tanya Dara gugup ketika melihat Brama mulai menyendok makanan untuknya.

"Kamu tidak bisa lihat?"ucap Brama terdengar dingin dan ketus. Dara jadi menunduk semakin dalam karena takut.

Astrid spontan mencubit kecil lengan Brama.

"Jangan dibentak! Kamu itu harus bicara lembut sama istri kamu!" ucap Astrid.

"Istri? Aku kan belum resmi menikah dengan dia! Aku bukan istrinya." Batin Dara.

"Buka mulut kamu!" Perintah Brama. Kali ini, suaranya terdengar pelan dan sedikit halus.

"Anda terlihat menyeramkan kalau tidak tersenyum. Nona Dara bisa ketakutan." Bisik Faizal di telinga Brama.

Otot-otot di leher Brama mulai mencuat karena emosi mendengar Astrid dan Faizal yang terus memerintah dirinya.

"Kalian keluar dari sini sekarang! Dara tidak nyaman ada banyak orang di sekeliling dia!" Bentak Brama kesal.

Bentakan Brama berhasil membuat semua orang keluar dari kamar itu meninggalkan dirinya dan Dara berdua.

Justru Brama sendirilah yang membuat Dara merasa tak nyaman. Dara semakin gelisah ketika melihat tangan Brama yang menggenggam sendok mulai bergerak ke arah mulutnya.

"Kamu ngak mau makan?"tanya Brama dengan nada mengancam.

Dara pun menutup mata dan menerima suapan demi suapan yang diberikan oleh pria itu. Hingga perutnya terasa penuh karena Brama terus memaksa Dara menghabiskan semua makanan yang di sediakan.

Setelah menghabiskan makan malamnya, Brama menuju kamar mandi yang berada di kamar Dara. Suara gemericik air terdengar samar dari tempat Dara berbaring.

"Kenapa dia ngak pergi-pergi?" Gumam Dara.

Brama keluar dari kamar mandi setengah jam kemudian hanya memakai kimono tipis. Kemudian duduk santai di samping Dara.

Dara langsung bangkit terduduk karena terkejut.

"A-apa yang Anda lakukan disini?" Tanya Dara.

"Tidur. Mau apa lagi? Kenapa? Kamu mau berlatih untuk malam pertama kita?" Ucap Brama sambil mengangkat kedua alisnya.

"Kamu lupa malam itu, bukan? Tenang saja, aku akan mengingatkan kamu," bisik Brama.

"T-tuan, saya tidak...!" Ucap Dara terhenti.

GREP!

Brama berhasil menangkap pinggang Dara. Kemudian menggeser lembut telapak tangannya ke arah perut gadis itu dengan gerakan menggoda.

Dara yang mendapatkan serangan mendadak itu hanya bisa terdiam dengan jantung berdebar-debar kencang. Dia ingin menyingkirkan tangan Brama dari perutnya, namun belaian tangan pria itu, anehnya membuat dirinya tenang.

Apakah karena janin di dalam rahimnya yang merespon sentuhan sang ayah? Dara bertanya-tanya dalam hati.

"Aku tidak akan melakukan itu hari ini. Bersabarlah," ucap Brama seolah Daralah yang menginginkannya.

Brama menggeserkan badan ke bawah dan menyandarkan kepala di bantal. Matanya terpejam dengan tangan yang masih terus membelai lembut perut Dara.

"Jangan terlalu tegang. Tidur saja," gumam Brama.

"Tuan. Pergilah ke kamar Anda. Saya tidak nyaman tidur bersama orang lain." Ucap Dara.

Tak ada jawaban.

"Tuan...?" Panggil Dara.

Terdengar dengkuran halus dari mulut Brama sesaat kemudian. Dia benar-benar sudah tertidur!

"Bagaimana ini?" Batin Dara panik.

Dara memastikan sekali lagi bahwa pria di sampingnya benar-benar telah tidur. Lalu mengangkat pelan tangan Brama dan memindahkannya. Dia menggeser badan perlahan dan turun dari ranjang.

Dilihatnya sofa yang terlalu kecil untuk kakinya yang jenjang. Terpaksa, Dara tidur di sofa itu dengan posisi tak nyaman.

"Bagaimana bisa jadi seperti ini?" Gumam Dara.

Dalam semalam, nasibnya berubah drastis karena Brama. Sekarang, pria itu kembali mengubah kehidupannya dengan mudah seperti membalik telapak tangan.

Di saat Dara memejamkan mata, bayangan Aldo tiba-tiba muncul dalam kepalanya. Dara kembali membuka mata agar tak terbayang wajah Aldo yang sedang tersenyum padanya.

Dara tak sanggup membayangkan pria yang disangkanya akan menjadi sosok suami sampai tua itu akan berakhir menjadi keponakannya.

Dara tiba-tiba menangis dan merasa sangat sedih. Dia tak pernah menyangka akan menikah dengan pria berumur yang tak dikenalnya dengan baik. Apalagi, pria itu telah menorehkan luka dalam hidupnya.

Apakah dirinya akan baik-baik saja setelah menikah dengan Brama Pranaja?

"Bagaimana dengan kak Rangga? Tuan Brama pasti menyuruh keponakannya untuk menikah dengan kak Rangga supaya rencana pernikahan aku gagal. Gara-gara aku, kak Rangga harus terpaksa menikah dengan wanita yang tidak dia cinta." Batin Dara.

Dara terisak-isak semakin sedih seorang diri, selagi pria yang mengacaukan hidupnya sedang tidur dengan nyenyak, bahkan telah bermimpi indah.

Keesokan harinya, Brama bangun lebih dulu dengan perasaan nyaman. Dia menggeliat dan meregangkan otot-ototnya, kemudian mencari-cari sesuatu di sampingnya.

Kosong!

Dimana Dara?

Brama membuka mata, lalu melihat di sekelilingnya. Dia terkejut ketika mendapati Dara tidur meringkuk dan memeluk dirinya sendiri di sofa.

Dengan langkah gontai karena belum sepenuhnya sadar, Brama menggendong Dara dan membaringkan di ranjang. Dia pun ikut berbaring lagi seraya memasukkan tangan di gaun tidur Dara untuk membelai perut gadis itu.

Nyaman. Tubuh Dara begitu hangat dan membuat hati Brama menjadi senang. Tanpa sadar, pria itu kembali terbuai ke alam mimpi.

Dara membuka mata tiga puluh menit kemudian. Dia sangat terkejut saat merasakan telapak tangan Brama menempel di kulit perutnya.

Bagaimana bisa dia berpindah tempat tanpa di sadari ? Sejak kapan Brama membawanya ke ranjang?

"Dasar mesum?" Gumam Dara lirih.

Dara ingin menyingkirkan tangan Brama darinya. Namun, Brama justru menarik Dara ke dalam pelukannya.

"S-sesak, Tuan..." Rintih Dara.

Telinga Brama berkedut-kedut mendengar suara lembut yang sangat dekat dengannya. Dia tersenyum, kemudian mengendurkan pelukan tanpa melepasnya.

"Bangun, Tuan!" Seru Dara.

"Sudah dari tadi," balas Brama dengan suara parau.

Brama mengedipkan mata sejenak.

"Mata kamu indah". Kata Brama tanpa sadar.

"Tuan! Tolong lepaskan saya." ucap Dara berusaha melepaskan diri, tetapi tangan brama tidak bergerak sedikit pun.

Hanya dengan kain tipis yang menutup tubuh pria itu, Dara dapat merasakan setiap lekukan tubuhnya. Wajah Dara merona dalam sekejap ketika menyadari itu.

"Kamu juga mengatakan kalimat yang sama malam itu. Punya niat menggoda?" gumam Brama.

"Tidak! Saya ingin ke kamar mandi, lepaskan saya," pintah Dara dengan cepat.

Brama akhirnya melepaskan Dara. Gadis itu langsung berlari kecil ke kamar mandi.

"Jangan lari-lari! Dasar, apa kamu lupa kalau sedang hamil?" Seru Brama.

Selagi Dara bersembunyi di kamar mandi selama hampir satu jam, Brama telah meninggalkan kamarnya. Dara membuka sedikit pintu dan keluar sambil bernapas lega.

***

Saat ini, Brama tengah berhadapan dengan wanita yang lama tak dijumpainya. Jasmine Aurelia Pranaja/Meyson, kakak perempuan brama yang berusia enam tahun lebih tua darinya, juga ibu dari keponakannya, Aldo Meyson.

"Apa yang membawa kamu ke sini? Sudah lama kamu tidak mengunjungi aku, sampai tidak menghadiri pertunangan Aldo," ujar Jasmine sambil menyeruput teh dari cangkir porselen bermotif bunga dengan gaya anggun.

"Kamu tidak akan melewatkan pernikahan keponakan kamu kan?" Tanya Jasmine.

"Aku juga ingin membicarakan masalah itu, Nyonya Meyson. Dua minggu lagi, jadwalku sangat padat. Aku harus datang menghadiri pembukaan pameran besar perhiasan-perhiasan baru dari perusahaanku yang akan di selenggarakan di beberapa negara." Ucap Brama tersenyum miring.

Jasmine meletakkan cangkir di pisin dengan cukup kencang sehingga menimbulkan suara berdenting keras. Brama dapat melihat emosi pada sorot mata kakak perempuannya. Berharap agar Brama akan hadir di pernikahan putranya, Brama malah membuat Jasmine makin kesal karena alasan yang di berikan Brama.

(Entah apakah alasan Brama menemui Jasmine kakaknya? Apakah ada hubungannya dengan Dara? Tunggu next partnya ya...)

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!