Sifa Kamila, memilih bercerai dari sang suami karena tidak mau diduakan. Ia pun pergi dari rumah yang dia huni bersama Aksa mantan suami selama dua tahun.
Sifa memilih merantau ke Jakarta dan bekerja di salah satu perusahaan kosmetik sebagai Office Girls. Mujur bagi janda cantik dan lugu itu, karena bos pemilik perusahaan mencintainya. Cinta semanis madu yang disuguhkan Felix, membuat Sifa terlena hingga salah jalan dan menyerahkan kehormatan yang seharusnya Sifa jaga. Hasil dari kesalahannya itu Sifa pun akhirnya mengandung.
"Cepat nikahi aku Mas" Sifa menangis sesegukan, karena Felix sengaja mengulur-ulur waktu.
"Aku menikahi kamu? Hahaha..." alih-alih menikahi Sifa, Felik justru berniat membunuh Sifa mendorong dari atas jembatan hingga jatuh ke dalam kali.
Bagaimana kelanjutan kisahnya? Kita ikuti yuk.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28
"Sifa ada?" Tanya seorang pria yang menggendong ransel dan mengangkat tas besar baru turun dari ojek.
"Anda siapa?" Tanya Siti, menatap pria yang nampak kerepotan dengan barang bawaan.
"Saya Perto Mbak, tetangga Sifa di kampung" ujar Perto lalu membayar ojek online yang masih menunggu ketika yakin bahwa dia tidak salah alamat.
"Sebentar ya" Siti masuk ke dalam meninggalkan Perto.
"Loh-loh, kok aku nggak disuruh masuk sih, malah pagarnya dikunci" Perto gelisah di luar pagar.
Padahal Siti hanya ambil handphone menghubungi Sifa. Siti memastikan bahwa yang dikatakan pria itu benar. Ia tidak mau menerima tamu sembarangan.
"Suruh Perto masuk saja Siti, Dia benar teman aku" jawab Sifa di seberang telepon.
"Okay..." jawab Siti, setelah yakin bahwa Perto benar teman Sifa, Siti menyilakan Perto masuk dan menunjukkan kamar di samping rumah. Kamar yang dulu di tempati supir Felix, ketika Felix masih jaya.
Di restoran, Sifa menutup telepon dari Siti, kemudian memesan makan siang.
"Siapa tamu kamu Sif?" Alvin rupanya mendengar apa yang Sifa bicarakan dengan Siti.
"Ini yang ingin aku katakan sama kamu Al" Sifa menceritakan siapa Perto yang saat ini membutuhkan pekerjaan. Sifa yang memang membutuhkan tenaga pria, kemudian merekrut Perto teman SMK nya yang baik itu.
"Terus... Dia mau tinggal sama kamu?" Alvin nampak posesif.
"Lalu menurut kamu aku harus bagaimana Al?" Sifa minta pendapat, tentu akan menyuruh Perto kos saja, jika Alvin tidak mengizinkan tinggal di rumah.
"Biar tinggal di rumah aku saja" Saran Alvin, sepertinya tidak ingin ada laki-laki di rumah Sifa.
"Baik Al, awalnya aku mau Perto tinggal di rumah, karena ada alasan, tetapi kalau menurumu begitu aku nggak masalah"
"Alasan apa?" Alvin melirik Sifa
Sifa percaya jika ada Perto tinggal di rumahnya, multi fungsi. Perto pandai bela diri tentu saja bisa mengamankan rumah jika ada pengganggu, bisa dimintai tolong ini itu yang seharusnya dikerjakan laki-laki. Namun, rupanya Alvin keberatan.
"Okay... jika teman kamu itu tinggal di rumah kamu, lalu akan kamu suruh tidur dimana?" Alvin sebenarnya sependapat dengan Sifa, tetapi walaupun bagaimana dia seorang pria.
"Di samping rumah itu kan ada kamar bekas supir Felix Al, rencanannya Perto aku suruh tidur di situ" Sifa menceritakan jika Perto orang baik dan tidak akan neko-neko.
"Baiklah..." Alvin akhirnya menyetujui, dengan adanya Perto tentu bisa merangkap menjadi satpam di rumah Sifa. Lagi pula dalam waktu dekat, Alvin akan pulang ke negara K, minta restu kepada Minji sang mama dan papa Adhitama untuk menikahi Sifa.
"Terimakasih Al, kamu sudah percaya sama aku" Sifa tiba-tiba menggenggam tangan Alvin yang berada di atas meja.
Alvin mengulum senyum, baru kali ini Sifa mau menyentuhnya, tentu membuat dada Alvin berdetak kencang.
Tak.
Pelayanan restoran meletakkan minuman di atas meja, membuat Alvin berpaling dari wajah Sifa yang tersipu malu. Mereka lanjut makan sore lebih tepatnya karena saat ini sudah jam tiga sore.
Makan pun selesai, Alvin mengantar Sifa pulang sekaligus ingin tahu seperti apa pria yang akan tinggal bersama Sifa. Tiba di rumah, Perto sudah duduk seorang diri di depan garasi yang saat ini kosong. Begitu Sifa datang, Perto segera berdiri menyambut kedatangan Sifa dan Alvin.
"Kamu," Alvin menatap Perto dengan dahi berkerut.
"Saya Tuan" Perto membungkuk menjabat tangan Alvin sopan.
"Loh, kalian sudah saling kenal?" Sifa bingung melihat interaksi keduanya.
"Aku sudah kenal calon suami kamu Sifa" Perto mengatakan pernah bertemu Alvin di sawah ketika Alvin ambil motor yang tertinggal. Mereka sempat berkenalan, tetapi Alvin lupa nama Perto.
Sifa hanya mengangguk-angguk. Lalu Alvin merasa lega ternyata pria ini yang akan tinggal bersama Sifa.
"Perto... kenapa kamu tidak telepon aku kalau mau datang hari ini?" Tanya Sifa, ia segera banyak bertanya ketika mereka sedang beristirahat di ruang tamu.
"Kejutan dong Sifa" Perto tertawa.
****************
"Jadi... wanita rambut pirang itu yang membeli rumah saya?" Tanya Felix dengan suara tinggi. Dia menyisir rambutnya dengan jari ke belakang. Sungguh menyesal telah menjual rumah itu jika tahu Sifa pembelinya. Tidak menyangka sama sekali wanita rendahan seperti Sifa mampu membeli rumah yang harganya tidak murah.
"Begitulah hasil penyelidikan saya Tuan, rumah itu saat ini telah dia jadikan tempat usaha" papar orang suruhan Felix itu.
"Selain parfum apa lagi yang wanita itu produksi?" Selidik Felix, walaupun sebenarnya tidak mau mendengar tentang kesuksesan Sifa. Namun, Felix penasaran juga.
"Yang saya dengar saat ini, usaha wanita itu sudah merambah ke produk kecantikan lainya Tuan" ajudan mengatakan jika Kamila sedang membuat sabun yang wanginya sepanjang hari. Bukan hanya itu saja, tetapi juga produksi sampoo, pasta gigi dan semua itu dibuat tanpa bahan kimia, hingga banyak diminati kaum hawa.
"Cukup" ujar Felix, telinganya merah mendengar semua itu. "Antar saya pulang" perintah Felix tidak mau tahu lebih banyak lagi keberhasilan Sifa selanjutnya yang akan membuat hatinya terbakar.
"Mari Tuan" ajudan Felix memberi jalan agar tuanya berjalan lebih dulu menuju dimana mobil diparkir.
"Tumben, Mas Felix pulang lebih cepat" Dania menyambut kedatangan suaminya itu ketika tiba di rumah. Tangan ringkih itu bermaksud ambil alih koper suaminya, tetapi dengan cepat bibi ambil lebih dulu.
"Kepalaku pusing, Nia" Felix menarik dasi dengan kasar lalu melempar ke tempat tidur. Felix menjatuhkan badannya di tempat tidur tanpa melepas alas kaki. Dia kini benar-benar lelah, lelah dengan semua hal yang menimpa hidupnya. Pulang ke rumah pun bukan membuatnya lebih tenang, justru kesal melihat rumah kecil yang membuatnya sumpek.
Dania menarik napas panjang, tidak mau bertanya apapun tentang suaminya yang sedang kacau, karena akhir-akhir ini Felix akan marah jika Dania bertanya saat lelah begini.
Dania berjongkok di lantai, melepas sepatu suaminya dengan hati-hati. Kemudian keluar kamar meletakkan sepatu di rak. Walaupun kakinya terasa nyeri untuk berjalan, tetapi Dania tidak mau menjadi wanita bobrok dan pada akhirnya Felix berpaling ke wanita lain.
Sore harinya menjelang magrib Dania ke kamar hendak membangunkan Felix. Jika selesai mandi nanti, Dania akan mengajak berbicara suaminya itu.
Perlahan-lahan Dania membuka pintu hingga terbuka sedikit, samar-samar mendengar suaminya sedang berbicara dengan seseorang di telepon dan menyebut nama Sifa.
Tut!
Felix mematikan handphone sepihak lalu melempar ke kasur.
Dania yang masih di depan pintu terperangah ketika Felix lagi-lagi marah. "Sifa? Siapa yang Mas Felix maksud?" Tanya Dania dalam hati. Wanita itu lalu masuk mendekati Felix yang wajahnya merah padam.
"Mas, sebaiknya mandi dulu" titah Dania lembut, mungkin dengan mandi kepala suaminya itu akan dingin tidak marah-marah terus. Niat hati ingin bertanya kepada Felix menunggu tenang, tetapi jangankan tenang. Yang ada kemarahan Felix semakin memuncak.
"Malas" ketus Felix, enggan menatap wajah Dania yang sudah tidak lagi menarik baginya.
Dania lantas berdiri, lebih baik mengalah lalu duduk di depan cermin. Dia menatap wajahnya yang kusam itu rasanya tidak kuat, lalu menunduk. Apa salah jika dia berpikir mungkin ini yang membuat Felix tidak lagi lembut seperti dulu. Ada keinginan di hati Dania untuk merawat wajahnya walaupun tidak kembali seperti dulu, setidaknya lebih segar. Namun, semua itu hanya menjadi angan-angan karena tidak ada tabungan lagi.
"Mana handuknya?" Tiba-tiba Felix sudah berdiri di samping Dania.
Dengan cepat Dania mengusap air matanya agar tidak diketahui Felix, karena justru membuat pria itu bertambah pusing. "Aku ambilkan" Dania berdiri lalu ke luar hendak ambil handuk.
Sementara Felix masih di pinggir kaca, tatapan matanya tertuju pada parfum di botol kecil, lalu mengangkat dan meneliti. "Kamila?" Felix geram karena ternyata istrinya itu menggunakan produk tersebut.
Praakk!
"Maaass..." teriak Dania, mulutnya menganga lebar, mengangkat kedua tangan sejajar dengan dagu, ketika minyak wangi miliknya dibanting suaminya hingga aroma menguar ke seluruh kamar kecil itu.
"Kenapa kamu menggunakan parfum murahan ini Dania?!"
...~Bersambung~...