NovelToon NovelToon
Sebuah Pilihan

Sebuah Pilihan

Status: sedang berlangsung
Genre:Beda Usia / Dijodohkan Orang Tua / Enemy to Lovers
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: keisar

Hidup Kian berubah drastis setelah kecelakaan tragis yang merenggut nyawa ibu Keira, putri dari sahabat dekat kakeknya. Di tengah keputusasaan, Kian harus menghadapi permintaan terakhir dari ayah Keira yang sedang kritis—sebuah permintaan yang mengguncang hatinya: menikahi Keira dan melindunginya dari segala ancaman yang mengintai. Terjebak di antara janji yang berat dan perasaannya yang masih tak percaya pada cinta karena Stella, mantannya yang mengkhianati.

Kian dihadapkan pada pilihan sulit yang
akan menentukan masa depan mereka berdua. Haruskah ia memenuhi janji terakhir itu atau mengikuti kata hatinya yang masih dibayangi cinta masa lalu? Di tengah kebimbangan dan tekanan dari berbagai pihak, keputusan Kian akan mengubah hidup mereka selamanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon keisar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sahabat lama

Setelah perjalanan yang cukup panjang, akhirnya kereta mereka tiba di stasiun Nippori. Kian melirik Keira yang masih terlelap di sampingnya, wajahnya terlihat damai .

“Kak, bangun kak,” bisik Kian lembut, menggoyangkan tubuh istrinya perlahan. Keira membuka matanya dengan malas, rasa kantuk masih tampak jelas di wajahnya. “Ayo kak, kita udah sampai,” lanjut Kian sambil tersenyum hangat.

Keira mengangguk pelan, masih setengah terjaga saat ia mengikuti Kian keluar dari kereta. Tapi begitu kaki mereka menginjak peron, angin dingin yang menyambutnya langsung membuat kantuknya lenyap seketika. Hawa dingin yang menggigit menusuk kulit, membuat Keira merapatkan coat-nya lebih erat. Tanpa berpikir panjang, ia menarik tangan Kian, ingin segera mencari tempat yang lebih hangat.

Kian memahami situasi itu, dan dengan sigap memimpin langkah mereka menuju pintu keluar stasiun bersama Shintaro. Namun, bukannya mereda, angin di luar semakin kencang dan dingin, menusuk hingga ke tulang. Kian mengernyitkan dahi, merogoh ponselnya untuk mengecek suhu saat ini.

“Holy shit!” serunya tak percaya ketika layar ponselnya menunjukkan angka empat derajat Celsius.

Keira meliriknya, sedikit cemas melihat ekspresi Kian yang tampak kaget. “Kenapa?” tanyanya, meski ia juga merasakan betapa dinginnya suhu saat ini.

“Nggak apa-apa,” jawab Kian sambil cepat-cepat membuka aplikasi chat, menghubungi sahabat lamanya, Tara.

Kian: Tar! Sherlock, cepetan, gua udah nyampe Nippori. Dingin banget gila!

Tara membalas dengan cepat memberikan lokasi rumahnya. Kian langsung menyimpan lokasi itu dan tanpa banyak bicara, ia menggenggam tangan Keira lebih erat dan memberi isyarat pada Shintaro untuk segera bergerak.

“Ayo, kita ke tempat Tara sekarang, di sini makin dingin,” ucap Kian sambil mempercepat langkah. Keira hanya mengangguk, sambil berusaha menahan kedinginan yang semakin menusuk.

Mereka bertiga pun bergegas menuju rumah sahabat Kian, berharap segera menemukan kehangatan yang lebih dari sekadar coat tebal dan genggaman tangan.

Ditengah perjalanan, Kian baru merasakan kalau Keira dan Shintaro mulai tidak tahan.

Kian melepaskan ransel besar yang sedari tadi ia tenteng di bahunya, lalu dengan cekatan membuka resleting dan mengeluarkan beberapa perlengkapan yang sudah ia persiapkan. Dari dalam ransel, ia mengeluarkan tiga earmuff dan beberapa syal tebal. Tanpa ragu, ia memberikan satu set kepada Shintaro dan Keira.

“Nih, pakai ini biar nggak terlalu kedinginan,” ucap Kian, sambil menyerahkan syal dan earmuff pada istrinya. Keira dengan cepat menerima dan langsung memasangnya, rasa hangat sedikit mengusir dingin yang menusuk tadi.

“Thanks,” ucap Shintaro sambil menerima set perlengkapan dari Kian, memasang earmuff di telinganya. Ia jelas merasa sedikit lebih nyaman sekarang.

Setelah memastikan semua mengenakan perlengkapan dengan baik, mereka pun kembali melanjutkan perjalanan, kini dengan sedikit perlindungan dari hawa dingin yang menggigit.

......................

Setelah melewati banyak gang sempit dan jalan berliku, akhirnya mereka tiba di sebuah rumah yang terlihat lebih besar dibandingkan rumah-rumah lain di sekitarnya. Pintu kayu dengan cat yang sedikit mengelupas memberikan kesan klasik yang hangat, namun suasana dingin dari luar tetap menusuk tulang.

Tok...tok...tok...tok...

Kian mengetuk pintu, tidak, lebih tepatnya ia menggedor dengan sedikit tenaga ekstra. Hawa dingin semakin menusuk, dan Kian tampak sedikit tidak sabar. Tak lama, pintu terbuka, menampakkan sosok wanita yang langsung dikenali oleh Kian.

“Kian!” seru wanita itu dengan antusias, refleks melingkarkan pelukannya di tubuh Kian. “Ya ampun, udah lama banget kita nggak ketemu!”

Keira berdiri di belakang Kian, memperhatikan dengan penuh selidik. Wanita itu terlihat begitu dekat dengan suaminya, membuat perasaan tidak nyaman mulai muncul di hati Keira. “Siapa dia? Kok akrab banget sama Kian?” gumam Keira dalam hati, rasa cemburu perlahan merambat.

“Iya Dra, gue juga kangen, tapi... boleh nggak gue masuk dulu? Dingin banget nih, lo makin lama bacot di sini, kita bisa mati kedinginan bareng istri gue sama temen gue,” canda Kian, menggigil sedikit sambil tersenyum jahil.

“Oh, iya, iya, maaf ya!” Wanita itu langsung mempersilakan mereka masuk dengan terburu-buru. Begitu mereka melangkah masuk, kehangatan rumah langsung menyambut, mengusir udara dingin yang menusuk dari luar.

“Ra, kenalin, ini istri gue,” Kian memperkenalkan Keira. “Ini Andra, sahabat gue.”

Andra, wanita dengan rambut sebahu itu, tersenyum hangat dan mengulurkan tangannya ke Keira. “Andra,” katanya singkat.

Keira, yang awalnya merasa terganggu, langsung balas tersenyum sambil menyambut tangan Andra. “Keira,” jawabnya, merasa sedikit lega setelah tahu bahwa hubungan antara Andra dan Kian hanya sebatas persahabatan.

“Kalo Tara mana, Dra?” tanya Kian sambil melirik ke arah sekitar rumah.

Andra pun menjawab, “Dia lagi di kamar, ngerjain tugas kuliahnya.”

“Dimana kamarnya? Udah lama banget gua nggak ketemu si anjing itu,” ujar Kian dengan begitu semangat .

Andra terkekeh, mengerti betul persahabatan kocak antara Kian dan Tara. “Sini gue tunjukin.” Ia memimpin Kian ke sebuah pintu di ujung koridor. “Ini kamarnya. Gua tinggal dulu ya, mau tunjukin kamar kalian ke istri lo sama temen lo,” katanya sambil berlalu pergi.

Kian membuka pintu perlahan, lalu melihat Tara sedang duduk membelakanginya di sofa, sibuk dengan layar laptopnya. Dengan spontan, Kian mendekatkan diri dan berteriak keras, “WAAA!”

Tara tersentak, hampir menjatuhkan laptopnya. “Kontol!” makinya sambil berbalik cepat, matanya membelalak. Begitu melihat Kian berdiri di sana dengan senyum lebar, Tara hanya bisa menggeleng kesal. “Tai, anjing lu, Ian!”

Kian tertawa keras dan langsung merangkul Tara dengan erat. “Brader! Kemana aja lu? Anjing, gua udah nikah, lu nggak dateng! Waktu lu nikah aja gue bela-belain dateng, dasar nggak tahu diri!”

Tara tersenyum lebar sambil membalas rangkulan Kian. “Ya sorry Ian, sibuk banget nih,” balas Tara. “Tapi yang penting sekarang lu udah di sini. Gimana honeymoon-nya?”

Kian tertawa kecil. “Baru nyampe sini, bray. Gue langsung cari lu, tuh.”

Keakraban yang langsung terjalin membuat suasana ruangan menjadi hangat.

“Eh, sebenernya, lu ngapain pindah ke Jepang sih?” tanya Kian sambil duduk santai di sofa, matanya melirik ke arah Tara yang masih sibuk dengan laptopnya.

Tara berhenti mengetik sejenak, lalu menatap Kian. “Pertukaran pelajar, lah. Tapi setelah empat bulan di sini, gua punya rencana buat pindah kewarganegaraan,” jawab Tara dengan santai, seolah keputusan sebesar itu bukanlah hal yang aneh.

“Wih, beneran?” Kian menatap Tara dengan wajah heran sekaligus sinis. “Gak nasionalis, lu. Udah nggak cinta sama negara, hah?”

Tara mendengus sambil melempar tatapan tajam ke arah Kian. “Eh tai, lu tau sendiri gimana bobroknya pemerintahan di negara kita. Apalagi soal data. Tapi di Jepang? Beda, bray. Data bapak gua yang udah almarhum aja masih ada, dijaga bener-bener sama mereka,” ucap Tara dengan nada serius.

Kian hanya mengangguk pelan, mengakui kebenaran ucapan Tara. “Oh, bener sih. Di sini emang segalanya rapi dan tertata,” tambah Kian, membiarkan keheningan menyelimuti mereka sesaat.

Namun, keheningan itu tak berlangsung lama ketika Kian tiba-tiba menyeringai jahil. “Eh, ngomong-ngomong, deket rumah ini masih ada lapangan basket kan?”

“Iya, ada. Kenapa emangnya?” jawab Tara sambil mengangkat alis, curiga dengan arah pembicaraan Kian.

Kian tersenyum lebih lebar, matanya bersinar penuh tantangan. “Gimana kalo kita ngelakuin hal gila?”

Tara semakin penasaran, ia menatap Kian dengan setengah tertawa. “Hal gila apaan lagi nih?”

“Ayo kita main basket, yang kalah... telanjang dada di tengah lapangan selama sepuluh detik!” Kian menantang dengan semangat, jelas menikmati reaksi kaget Tara.

Tara langsung mengangkat satu alisnya, menatap Kian dengan tatapan menantang. “Oke, siapa takut!”

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!