NovelToon NovelToon
Airin - Selalu Kamu Bayang Rinduku

Airin - Selalu Kamu Bayang Rinduku

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Selingkuh / Cinta Terlarang / Pengganti / Diam-Diam Cinta / Kehidupan di Kantor
Popularitas:12.4k
Nilai: 5
Nama Author: Chiknuggies

Original Story by : Chiknuggies (Hak cipta dilindungi undang-undang)

Aku pernah menemukan cinta sejati, hanya saja . . . Arta, (pria yang aku kenal saat itu) memutuskan untuk menjalin kasih dengan wanita lain.

Beberapa hari yang lalu dia kembali kepadaku, datang bersama kenangan yang aku tahu bahwa, itu adalah kenangan pahit.

Sungguh lucu memang, mengetahui Arta dengan sadarnya, mempermainkan hatiku naik dan turun. Dia datang ketika aku berjuang keras untuk melupakannya.
Bak layangan yang asyik dikendalikan, membuat aku saat ini tenggelam dalam dilema.

Hati ini. . . sulit menterjemahkan Arta sebagai, kerinduan atau tanda bahaya.

°°°°°°

Airin, wanita dengan senyuman yang menyembunyikan luka. Setiap cinta yang ia beri, berakhir dengan pengkhianatan.

Dalam kesendirian, ia mencari kekuatan untuk bangkit, berharap suatu hari menemukan cinta yang setia. Namun, di setiap malam yang sunyi, kenangan pahit kembali menghantui. Hatinya yang rapuh terus berjuang melawan bayang masalalu

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chiknuggies, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 18

Mengambil piring yang ada pada jemari ibunya, ia menanyai tanggapanku mengenai kepribadian Sandi selama bersamaku, dia memintaku menjawab menurut sudut pandangku sebagai seorang wanita.

"Nak airin, menurut kamu, Sandi itu gimana." Tangannya menahan piring yang coba aku raih, hingga tangan kami berdua menggenggam piring yang sama. Keringat tiba-tiba saja menetes dari dahiku, mencoba untuk memikirkan kalimat yang tepat demi menjaga sosok Sandi di hadapan ibunya sendiri.

"Sandi baik kok tante, di tempat kerja dia rajin." Pukas ku, memilih lingkungan kerja sebagai topik, bermaksud bahwa hubungan kami sebatas teman kerja.

Ibunya mengendurkan genggaman tangannya, membuka bibirnya sedikit, seperti ada ada kalimat yang sedang tertahan demi menjaga perasaan kami berdua.

Aku bercermin dari matanya, membaca pikiran mengenai apa yang ingin dia sampaikan kepadaku, juga bermaksud untuk mencari tahu maksud dari percakapan kami saat ini.

"Malam ini, kamu mau kan temenin Sandi dulu? Kalo emang perlu, mamah telpon ibu kamu ya buat minta izin." Pintanya serius.

Ekspresi nya yang semula ramah dan bersahabat, kini menjadi tegas dan bersungguh-sungguh. Bagian kelopak matanya, tertutup bayangan yang terbentuk dari cahaya yang tertahan oleh rambutnya.

Aku yang semulanya percaya diri saat menjawab setiap pertanyaan dari ibunya kini menjadi ciut, akibat dari perubahan ekspresi nya yang drastis dari wajah nya. Penuh perasaan gugup aku mencoba mengiyakan ajakannya, untuk menginap di rumah ini.

Dengan sangat berhati-hati aku menjawab. "Boleh kok tan, lagian juga, tante nggak usah telpon ibu saya soalnya saya nge-kos tan. (Lalu dengan sedikit nada bercanda aku melanjutkan) Baru kali ini Airin di ajak nginep di rumah cowok sama ibunya." Aku cengengesan, menertawai lelucon yang membungkus jawabanku.

Wajahnya semakin murung, membuatku merasa bersalah melemparkan jawaban barusan.

"Sebenernya . . . Ah nggak usah deh (ia kembali menahan kalimatnya) ya udah, kamu lanjut lagi sana ngobrol sama Sandi." Ia membalikkan tubuhku ke arah kamar dan mendorong punggungku, wajahnya pun kini kembali menjadi bersahabat.

Aku yang masih keadaan heran akan seluruh tingkah laku, berikut permintaan yang disampaikan, berjalan menuju kamar Sandi dengan kikuk, menoleh kebelakang sebentar hanya untuk melihat ibunya mengayunkan tangan, bermaksud menyuruhku segera masuk kedalam.

Dengan kedua tangan yang penuh memegang piring berisikan masakan buatan ibunya, aku meminta Sandi untuk membukakan pintu dari dalam, karena aku tidak sanggup memutar knop pintu dengan kedua tangan yang sibuk.

Kembali ke posisi semula, duduk berhadapan, namun kini kami di pantau oleh camilan gurih, yang membuatku melupakan ujung dari topik pembicaraan terakhir kami berdua.

Dapat kunikmati pemandangan, dimana Sandi yang sepertinya semakin melambung tinggi tanpa arah. Ahh~ aku terjebak lagi, terperangkap dalam pesona pria maskulin beraroma floral dari minuman yang telah ia campur sedemikian rupa.

Pipinya sudah merah padam, melawan tekanan darah yang kian tinggi dipacu jantung. Dengan pandangan nanar menatapku penuh makna, jemarinya salah tingkah, gemetar menuang vodka yang sudah kurang dari setengah botol di hadapanku.

Dengan sedikit ekspresi lega, ia angkat sloki, dan membuka kembali obrolan yang sempat terputus tadi. "Jadi, sebenernya tuh lu orang yang kayak gimana si rin? Dan tipe pria apa yang lu cari." Celetuknya sambil meneguk minuman itu.

Aku mendongak sedikit, menghela nafas sebelum akhirnya memilih jawaban yang paling mencerminkan diriku. "Gw sebenernya manusia simple kok San, gua coba mengalir aja kayak air." Pukas ku yang pada akhirnya lebih memilih untuk menggunakan kalimat template yang sering kudengar.

Dia sedikit menunjukkan ketidak sepahaman nya terhadap jawaban dariku, dengan alis yang ia angkat, dia protes. "Mengalir? Gw sedikit setuju dibagian lu kayak air, tapi air yang sulit di bendung jeramnya. (arusnya)" Sindir Sandi kepadaku.

Tanpa menungguku yang ingin berdebat, dia melanjutkan. "Terus lu cari cowok kayak apa? Atau mungkin sekarang, lu masih kepikiran buat balik ke Arta."

Aku tersedak camilan yang tengah aku makan, mencoba berlari dari topik pembicaraan yang melibatkan Arta di dalamnya. "Mamah kamu jago banget masak ya, nggak salah kalo masakan kamu enak banget San di resto." Dengan gugup, kalimat acak terlempar dari mulutku.

"Nggak usah ngalihin topik Rin." Gerutunya berwajah muram.

Kembali, aku hanya bisa menghela nafas sebelum menjawab seadanya dengan menjelaskan betapa penuhnya cinta yang ku berikan kepada Arta, namun perasaan ini tetap tidak dapat berbohong bila mengingat kejadian tempo lalu.

"Gw juga nggak tau San sama apa yang gw mau, gw cuma pengen tenang aja sekarang, mau bahagia."

Bolehkan? Aku merasa bahagia menjalani hidup. Sama seperti dulu ketika aku masih menemukan ruang untuk menitipkan hati, yang pada akhirnya ia bawa pergi.

Aku lanjut menjelaskan caraku menatap dunia kepada Sandi, mengenai aku yang hanya dapat berfokus untuk membentangkan layar. Mengenai kemana aku berlabuh, terserah kepada angin yang akan menghembuskan arah dan tujuanku.

"Ya masalah hidup gw, terserah tuhan aja San. Gw udah cape berencana di atas yang maha merencana." Aku mencoba memberanikan diri mengambil alih gelas berisi vodka yang ada pada genggaman Sandi.

Sandi yang melihat gelagat ku yang ingin ikut mencicipi minumannya, menguatkan jemari kepada gelas yang ia pegang.

"Terus sekarang, setelah ngerokok, lu mau coba ini juga?" Merujuk kepada minuman keras yang saling kami tarik satu sama lain.

Sandi menggenggam pergelangan tanganku dengan tangan yang satunya, membuatku langsung menatapnya, luluh.

"Gw mau coba sedikit, gw lagi rapuh San." Aku memohon untuk Sandi melepaskan tanganku, dan mengendurkan genggaman pada gelas yang ingin ku rebut darinya.

Ia menarik tangannya dengan kuat, hingga aku tidak dapat mengambil alih gelas tersebut. Dengan sekali tegukan, ia menghabiskan cangkir terakhir yang ingin ku minta sisanya.

"Aaakhhh..!! AIRIN! minum itu bukan pelarian. (Dia mulai melantur dengan artikulasi yang tidak beraturan.) Minum itu, tradisi. Lu nggak bisa asal minum kalo cuma buat ngilangin sakit hati lu. . ." Lepasnya menuangkan perasaan menggunakan mulutnya yang mengeluarkan uap.

Aku paham bahwa dia sekarang sudah sampai pada batasnya, dilihat dari matanya yang sayu dan caranya mencengkram bahuku dengan kedua tangan dengan kuat.

"San apaan sih!" Tidak nyaman, aku coba melepaskan tangannya dari bahuku dengan cara mendorong tubuhnya.

Nafasnya berat dan terengah-engah di hadapanku, meracau mengenai prilaku ku barusan yang ingin merebut gelas miliknya.

"Lu nggak boleh. . . Gw. . G- ahhh~"

*Dab!*

Akhirnya dia jatuh pingsan dalam pelukanku.

Mencoba mencerna kejadian ini, aku terdiam sebentar meski wajahnya telah berada di pundakku yang tidak siap untuk menyambut tubuhnya.

"E-eh!?" Aku menahan tubuh Sandi yang hampir terjatuh ke lantai.

Sedikit menggerutu di tinggal sadar oleh pemilik rumah yang mengundangku, aku menggerutu di samping telinganya. "Gimana si San, kan gw tamu kok di tinggal tidur gini."

Aku sedikit tersenyum, menertawakan tindakan Sandi yang selalu memaksakan diri ketika minum, karena ini bukan kali pertama dia seperti ini.

Memeluk dan mengusap tubuhnya yang berulang kali menyentak akibat tidak mendapatkan posisi yang nyaman, aku mencoba untuk membangunkan nya sebentar agar dia bisa tidur di atas ranjang.

Namun, hal tidak terduga kembali terjadi ketika, aku yang masih dalam posisi memeluk Sandi, dikejutkan oleh suara ketukan, disusul dengan bunyi knop pintu yang di putar secara agresif.

Aku kalang kabut mendengar suara barusan, merasa akan ada kesalahpahaman yang pasti tidak dapat aku luruskan setelahnya.

Dengan segenap tekad, juga sekuat tenaga, aku dorong tubuh Sandi yang sudah tergulai lemas pada tubuhku.

Berbisik keras, aku turut mengguncang tubuhnya. "Sandi!! Bangun! Ibu lu mau masuk tuh." Ucapku panik.

*Kclek!*

Pintu sudah siap terbuka, dengan grendel telah mencapai ujungnya, sedangkan aku masih berusaha untuk mendorong tubuh Sandi dengan sisa tenaga terakhir.

Waktu berjalan lambat, pikiran ku di paksa untuk berfikir cepat demi menghindari hal yang akan terjadi kedepannya.

*Ngieeeettt~*

Suara gesekan pintu, berdecit panjang dan perlahan akibat di dorong oleh ibunya yang entah ingin masuk karena prihal apa.

Inilah akhirnya, pintu sudah terbuka hampir setengahnya, sedangkan aku masih berusaha menggeser tubuh Sandi yang tidak mampu aku gerakkan.

Begitu pintu telah cukup terbuka hingga aku dapat melihat ibunya berada di muka pintu, aku lihat dia masih belum menyadari keadaanku, karena tangannya masih sibuk merapikan selimut juga bantal yang kini tengah berada di pelukannya.

"Nak airin (perlahan ibunya mengangkat kepala) ini tante bawain bantal, sama selimut buat ka . . . " Belum lengkap menyelesaikan kalimat, seluruh barang bawaan yang dia bawa, terjatuh di lantai, segera ketika ia melihat kami tengah berpelukan.

1
Misssyah
semangat ya.
Misssyah: sama sama /Smile/
Chiknuggies: makasih kakak/Joyful/
total 2 replies
Van
thor.. mana fanserv nya torr😭
Chiknuggies: Hai Van, kamu tau lokasinya. /Shhh/
total 1 replies
Van
keren binggow
Chiknuggies: Terimakasih /Shy/
total 1 replies
Van
berat banget jadi ruel;(
Chiknuggies: /Cry/
total 1 replies
Van
kacau banget bikin emosi naik turun!!
Chiknuggies: Hai, pembaca setia /Applaud/
gimana rasanya satu tahun bersama saya./Smile/
total 1 replies
Van
awwww poor airin/Sob//Sob/
Chiknuggies: Turut berdukacita /Facepalm/
total 1 replies
Sara la pulga
Aduh, terharu banget!
Necesito dormir(눈‸눈)
Gemes banget deh ceritanya!
Tuxedo Mask
Seru banget! 😍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!