Amrita Blanco merupakan gadis bangsawan dari tanah perkebunan Lunah milik keluarganya yang sedang bermasalah sebab ayahnya Blanco Frederick akan menjualnya kepada orang lain.
Blanco berniat menjual aset perkebunan Lunah kepada seorang pengusaha estate karena dia sedang mengalami masalah ekonomi yang sulit sehingga dia akan menjual tanah perkebunannya.
Hanya saja pengusaha itu lebih tertarik pada Amrita Blanco dan menginginkan adanya pernikahan dengan syarat dia akan membantu tanah perkebunan Lunah dan membelinya jika pernikahannya berjalan tiga bulan dengan Amrita Blanco.
Blanco terpaksa menyetujuinya dan memenuhi permintaan sang pengusaha kaya raya itu dengan menikahkan Amrita Blanco dan pengusaha itu.
Namun pengusaha estate itu terkenal dingin dan berhati kejam bahkan dia sangat misterius. Mampukah Amrita Blanco menjalani pernikahan paksa ini dengan pengusaha itu dan menyelamatkan tanah perkebunannya dari kebangkrutan.
Mari simak kisah ceritanya di setiap babnya, ya ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reny Rizky Aryati, SE., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14 Batas Kesabaran Denzzel
Pandangan Denzzel tersorot tajam kepada Amrita yang berbaring di lantai.
Rupanya Denzzel benar-benar marah terhadap tindakan nekat Amrita yang ingin menyakiti dirinya sendiri.
"Apa yang kau lakukan ini, Amrita ?" tanya Denzzel.
Suara paraunya terdengar berat saat dia berbicara pada Amrita.
"Gunting ???" ucap Denzzel.
Amrita hanya menangis tanpa menjawab sedangkan ekspresi wajahnya berubah murung.
"Kau ingin melukai dirimu sendiri, tahukah kalau aku tidak menyukainya, ini bencana bagimu dan aku", kata Denzzel.
Denzzel mengumpat pelan seraya memukul keras lantai kamar di kedua sisi Amrita lalu beranjak berdiri.
"Kau gila, Amrita !" kata Denzzel sembari mengambil gunting dari atas lantai.
Denzzel menatap tajam ke arah Amrita sekali lagi.
"Kau pikir jika kau mati maka semua masalah akan selesai dan aku membiarkan keluargamu terbebas begitu saja, tidak, Amrita", lanjutnya.
Denzzel mendengus kesal seraya mendongakkan kepalanya.
"Aku pasti memusnahkan tanah perkebunan Luhan hingga tak tersisa jika sesuatu terjadi padamu, dan aku bersumpah untuk itu, Amrita", kata Denzzel.
Kata-kata Denzzel langsung menyadarkan Amrita hingga dia terbangun.
"Kau sangat kejam, Lambert", ucap Amrita.
"Sesuatu tidak akan terjadi tanpa alasan karena kau memaksakan hal buruk terjadi pada semua orang maka aku bertindak yang seharusnya", kata Denzzel dengan suara paraunya.
"Kenapa kau begitu jahatnya dan apa salahku padamu hingga kau merenggut kegadisanku ??? Hah ???" pekik Amrita dengan penuh kebencian.
"Apa !?" sahut Denzzel sembari menoleh ke arah Amrita yang masih terduduk di lantai kamarnya.
"Aku membencimu !!!" jerit Amrita marah.
Denzzel menghela nafas panjang seraya mendongak asal.
"Baiklah, baiklah, baiklah, aku terima jika kau membenciku, kau puas sekarang", kata Denzzel.
"Tidak !" sahut Amrita lalu berdiri.
"Kau akan kemana ?" panggil Denzzel sembari menarik tangan Amrita hingga menghadap ke arahnya.
"Lepaskan !" ucap Amrita dengan mata melotot.
"Pikirkan baik-baik ucapanku ini, dan pikirkan yang kukatakan ini dengan kepala jernih !" kata Denzzel.
"Tidak akan...", sahut Amrita menggeram kesal.
Amrita berusaha melepaskan genggaman tangan Denzzel namun pengusaha itu menarik kembali tubuh Amrita hingga mendekat padanya.
"Baumu sungguh menyengat, cepatlah mandi sekarang karena kita harus pergi ke tanah perkebunan Luhan !" ucap Denzzel.
Denzzel menarik tangan Amrita ke arah kamar mandi lalu memaksanya segera mandi.
"Cepatlah mandi !" perintah Denzzel.
"Tidak ! Aku tidak akan ikut denganmu ! Karena aku tidak peduli akan tanah itu lagi !" teriak Amrita dari dalam kamar mandi sembari menggedor-gedor keras.
"Diamlah dan segeralah mandi !" kata Denzzel dengan tetap berdiri menunggu di depan pintu kamar mandi.
"Biarkan aku keluar, Lambert !!!" teriak Amrita dengan terus menggedor-gedor pintu.
"Diamlah, Amrita !!!" bentak Denzzel.
"Tidaaaak !!!" jerit Amrita.
Denzzel sangat kesal dengan ulah Amrita yang menolak segera mandi sedangkan mereka harus berangkat ke tanah perkebunan Luhan hari ini karena Denzzel ingin meninjau tanah tersebut.
Namun Amrita tidak dapat diajak berkompromi dan terus-menerus berteriak histeris dari dalam kamar mandi.
Pandangan Denzzel sekali lagi tertuju pada kamar mandi di dekatnya sambil berkata lirih.
"Dasar perempuan keras kepala !" gerutunya kesal.
Pintu kamar mandi digedor keras dari dalam.
"DOK ! DOK ! DOK !"
"Buka pintunya, Lambert sialan !" teriak Amrita.
"Dia benar-benar sulit dinasehati, sepertinya aku harus bertindak tegas padanya", kata Denzzel.
Denzzel terlihat tidak sabaran terhadap sikap Amrita yang tidak dapat dikendalikan, dia menghampiri pintu kamar lalu membukanya.
"BRAK... !"
Denzzel berdiri di depan kamar mandi sembari melangkah masuk.
"A-apa yang akan kau lakukan ???" tanya Amrita panik.
"Mandi !" sahut Denzzel lalu menutup pintu kamar mandi.
"A-aku bisa mandi sendiri !" kata Amrita seraya melangkah mundur.
"Tidak, aku tidak percaya lagi yang kau katakan", sahut Denzzel.
Denzzel mulai membuka kancing tuxedo Navinya saat dia di kamar mandi.
"Kau mau apa disini ?" tanya Amrita gugup.
"Mandi bersamamu", sahut Denzzel datar.
"Bukankah kau sudah mandi dan berganti pakaian rapi, untuk apa kau mandi lagi denganku ?!" kata Amrita semakin gelisah tak karuan.
"Sudah kukatakan bahwa aku akan mandi bersamamu bahkan aku akan berendam di dalam bak mandi denganmu, Amrita", sahut Denzzel.
"Jangan lakukan itu karena aku bisa mandi sendiri !" cegah Amrita..
"Benarkah itu ???" ucap Denzzel.
"Ya...", jawab Amrita cepat.
"Lalu ?" kata Denzzel dengan tatapan dinginnya.
Amrita menoleh ke arah bak mandi di dekatnya kemudian menjawab ucapan Denzzel.
"Aku akan mandi dan berendam di bak ini", sahut Amrita.
"Oh, iya ?!" ucap Denzzel.
Amrita segera masuk ke dalam bak mandi lalu berendam dengan mengenakan gaun tidurnya.
"Dan aku akan berendam dengan masih memakai gaun tidurmu ?" tanya Denzzel sembari melipat kedua lengannya ke depan.
"Keluarlah, baru aku akan melepaskannya !" sahut Amrita tanpa menatap ke arah Denzzel.
Denzzel terdiam seraya membuang muka ke arah lain.
"Percayalah padaku, kali ini aku akan mandi dengan sungguh-sungguh", kata Amrita.
"Cepatlah mandi karena aku akan menunggumu diluar sana, mandilah dalam waktu singkat, kau mengerti !" ucap Denzzel.
"Ya, baiklah..., aku akan patuh padamu...", sahut Amrita.
Denzzel segera beranjak pergi dari arah bak mandi dimana Amrita berendam disana lalu berjalan keluar kamar mandi tanpa menutupnya kembali.
"Aku akan mengawasimu dari luar !" teriak suara parau Denzzel dari luar kamar mandi.
Rupanya Denzzel sengaja membiarkan pintu kamar mandi terbuka lebar-lebar karena dia tidak ingin kejadian seperti Amrita mencoba melukai dirinya tadi terulang kembali.
Kamar tidur di Asyer Estate memang tersedia fasilitas kamar mandi pribadi, jadi bagi setiap orang yang tinggal disini tidak perlu merasa susah-susah lagi, untuk mencari fasilitas kamar mandi untuk mereka.
Terlihat Denzzel berjalan kesana kemari tanpa henti, sesekali pandangannya teralihkan kepada Amrita yang masih mandi.
Diliriknya jam mewah yang melingkar erat pada tangannya.
"Hampir lewat lima belas menit, dia juga belum selesai mandi", ucapnya.
Denzzel mulai tidak sabaran terhadap Amrita, disuruh cepat mandi malah berlama-lama berendam di bak mandi.
"Cepatlah, Amrita !" teriak Denzzel dari luar kamar mandi.
"Aku baru saja menggosok gigiku, mana mungkin aku bisa selesai cepat", teriak Amrita dari dalam kamar mandi.
"Apa ?!" ucap Denzzel tertegun.
Denzzel semakin kesal pada sikap Amrita yang sengaja membuatnya menunggu lama.
"Cepatlah selesaikan mandimu, sudah sekitar dua puluh menit kamu masih disana !" teriak Denzzel.
"Dan aku baru selesai menggosok gigiku, aku masih belum membasuh badanku dengan sabun", teriak Amrita dari kamar mandi.
"Jangan menunda-nunda waktu, kita sudah sangat terlambat, Amrita !" sahut Denzzel.
"Tunggulah sekitar sepuluh menit lagi karena aku baru mau membersihkan sabun dari tubuhku", kata Amrita.
"Jangan banyak alasan, Amrita !" sahut Denzzel.
"Tapi aku mengatakannya secara terus terang", kata Amrita.
Denzzel benar-benar frustasi atas sikap Amrita, dia kehilangan kendali emosinya terhadap istrinya itu.
Pengusaha estate itu segera melangkahkan kakinya ke arah kamar mandi.
"Jika kau masih cari gara-gara kepadaku maka aku akan memaksamu keluar dari bak mandi saat ini juga", kata Denzzel.
Denzzel telah berdiri di dekat pintu kamar mandi yang terbuka lebar sembari menatap dingin ke dalam sana.
"Apa masih bersikeras mencari masalah denganku ?" tanyanya.
"Tidak...", sahut Amrita seraya menatap lurus.
"Jika tidak maka segeralah selesaikan mandimu kalau tidak aku akan benar-benar mengangkatmu dari sana", ucapnya dengan sorot mata dingin.
"Baiklah, aku akan menyelesaikan mandiku", sahut Amrita tanpa ekspresi.
"Aku akan tunggu disini sampai kau selesai mandi", kata Denzzel.