NovelToon NovelToon
Tetangga Gilaku

Tetangga Gilaku

Status: sedang berlangsung
Genre:Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Cinta Murni / Teman lama bertemu kembali / Enemy to Lovers
Popularitas:3.3k
Nilai: 5
Nama Author: Karangkuna

"Meskipun aku ditodong dengan pisau, aku tidak akan pernah mau menjadi pacarnya. Kalau begitu aku permisi."

"Apa?! Kau pikir aku bersedia? Tentu saja aku juga menolaknya. Cih! Siapa yang sudi!"

Raga heran kenapa setiap kali di hadapkan pada gadis itu selalu akan muncul perdebatan sengit. Bri jelas tak mau kalah, karena baginya sang tetangga adalah orang yang paling dibencinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Karangkuna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 20

Petugas iuran sampah dan keamanan sudah biasa datang setiap bulan ke kompleks perumahan mereka. Pak Gugun sang sekertaris komplek yang biasanya mengutip iuran tersebut. Setiap penghuni akan dengan sigap menyerahkan uang iuran sebelum kembali ke kesibukan masing-masing. Namun, hari itu, ketika Pak Gugun mengetuk pintu rumah Raga, tak ada jawaban.

Bri, yang baru saja keluar dari rumahnya, melihat pria itu itu berdiri agak kebingungan.

“Kemana Mas Raga?” tanya petugas pada dirinya sendiri, mencoba memastikan.

Bri menjawab dengan agak ragu. “Mungkin sedang mandi Pak.”

“Tapi sudah tiga kali saya datang dan tidak ada jawaban,” keluh petugas.

Memandang rumah Raga yang tampak sepi, Bri berpikir sejenak. Tidak biasanya Raga tidak ada di rumah pada jam seperti ini. Meski mereka sering beradu argumen dalam percakapan bernada baku, Bri tetap merasa bertanggung jawab sebagai tetangga yang baik.

“Akan saya talangi dulu iurannya,” ucap Bri akhirnya. Ia menyerahkan sejumlah uang kepada petugas, yang kemudian mencatatnya dalam buku administrasi sebelum pergi.

Namun, Bri masih merasa gelisah. Ia melangkah mendekati rumah Raga dan mengetuk pintu. “Raga?” panggilnya.

Tak ada jawaban.

Ia mencoba memutar gagang pintu dan terkejut saat pintu terbuka dengan mudah. Tidak dikunci.

Bri ragu-ragu melangkah masuk. Ruangan itu remang-remang, hanya diterangi sinar matahari yang menerobos melalui celah tirai. Hawa dalam rumah terasa pengap, seolah sudah beberapa waktu tidak ada yang membuka jendela.

Bri mencibir. "Kalau ada maling masuk, mungkin dia hanya akan menangis karena tidak ada barang berharga di rumah ini," gumamnya, sambil melangkah masuk.

Langkahnya terhenti ketika melihat sosok Raga tergeletak di lantai.

“Raga!” serunya panik. Ia segera bergegas menghampiri, berlutut di samping pria itu, dan mengguncangnya perlahan. “Raga, kau mendengar suaraku?”

Tidak ada reaksi. Wajah Raga tampak pucat, keringat dingin membasahi pelipisnya, dan napasnya terdengar pendek dan berat. Tanpa pikir panjang, Bri mengeluarkan ponselnya dan menelepon ambulans.

Suara detak monitor dari pasien di sebelah terdengar beriringan dengan napas teratur Raga. Bri duduk di kursi di samping ranjang, menunggu pria itu sadar. Suasana di rumah sakit itu tampak ramai sekali, semua ranjang penuh dan berbagai macam orang berlalu-lalang dengan bermacam tujuan.

Beberapa menit kemudian, kelopak mata Raga bergerak, dan perlahan ia membuka mata. Wajahnya masih tampak lemah saat matanya menangkap sosok Bri.

“Sedang apa kau di sini?” Suaranya serak.

Bri menghela napas lega. “Kau akhirnya sadar. Kau tahu seberapa mengkhawatirkannya keadaanmu tadi?”

Raga mencoba bangkit, tetapi tubuhnya masih terlalu lemah. Bri segera menopangnya.

"Tidak perlu berlebihan. Aku baik-baik saja,” gumam Raga.

"Ya, baik-baik saja sampai aku menemukannya dalam posisi seperti ikan kering di tengah ruangan."

Raga memijat pelipisnya. "Bri."

"Apa!"

"Beri aku waktu satu menit untuk benar-benar sadar sebelum kau mulai menceramahiku."

Beberapa saat kemudian dokter datang dan menjelaskan bahwa Raga memiliki penyakit lambung yang parah akibat pola makan yang buruk.

Raga terdiam sesaat. “Jangan beri tahu siapa pun,” pintanya dengan nada lemah.

Bri menatapnya tajam. “Apa maksudmu?”

“Jangan beri tahu orang lain tentang keadaanku,” ulang Raga. “Aku tidak ingin ada yang tahu.”

Bri mengernyit, merasa ada sesuatu yang disembunyikan Raga. Namun, melihat ekspresi serius pria itu, ia memilih untuk tidak membantah dulu.

“Baiklah, aku tidak akan memberitahu siapa pun,” katanya akhirnya.

Setelah Raga diperbolehkan pulang, Bri memastikan pria itu mendapatkan perawatan yang cukup. Bri jelas tidak sukarela menolongnya itu hanya karena dia menganggap Raga sebagai tetangganya dan tentu saja dia sebagai manusia yang berhati baik dan suka menolong sesama maka dari itu hatinya tergerak untuk memastikan pria itu tidak tergeletak di rumahnya.

Ia datang hari itu, membawa makanan yang sudah disiapkannya sendiri. “Apa kau serius memasak ini sendiri?” tanya Raga ketika melihat semangkuk bubur hangat di hadapannya.

Bri melipat tangan di dada. “Menurutmu dari mana? Dari langit?”

Raga terkekeh pelan. “Ini benar-benar bisa dimakan ya? Tampilannya agak kurang meyakinkan,” ucap Raga sembari memandangi bubur putih itu.

Bri mendesah. “Jangan banyak tingkah. Makanlah.”

Mata Raga sedikit melembut. Ia mengambil sendok dan mulai menyuap bubur buatan Bri. “Terima kasih,” gumamnya lirih.

Bri hanya menatapnya pura-pura tidak peduli. “Makanlah sampai habis.”

Seiring waktu, kondisi Raga mulai membaik. Bri yang tidak bisa setiap saat datang ke sana sesekali membawakannya makanan entah dia yang membuatnya atau dia beli di toko langganannya.

Malam itu Bri mampir ke rumah Raga karena pria itu meminta Bri untuk membawakannya makan malam. Setelah Bri tiba dia bergeas ke dapur untuk menghangatkan kembali makanan itu dan Raga naik ke atas untuk membersihkan diri.

Bri yang saat itu baru keluar dari dapur, membawa semangkuk sup, dikejutkan dengan suara ketukan pintu. Dia bergegas le depan untuk membuka pintu dan melihat seorang pria yang tengah menatapnya dengan ekspresi curiga. Dari cara penampilannya, jelas bahwa ia adalah teman Raga.

“Siapa kau?” tanya pria itu tajam.

Bri mengangkat alis, tidak menyukai nada interogatif itu. “Tetangganya.”

Pria itu masih menatapnya curiga. “Apa yang kau lakukan di sini?”

Bri menghela napas, emosi di dirinya sepertinya terbangun. “Memangnya apa urusanmu.”

Tatapan pria itu semakin tajam. “Apa kau pacaranya yang baru?”

Bri mendecak. “Bah! Pacar?!" Serunya bersamaan dengan Raga yang baru turun dari atas.

“Apa-apaan kau ini. Jangan bersikap seperti itu padanya,” ujar Raga, berjalan pelan ke ruang tamu.

“Dia banyak membantuku, hari ini aku minta tolong padanya untuk membelikanku makanan.” Pria itu masih tampak skeptis, tetapi akhirnya ia tidak berkata lebih jauh.

"Kenapa kau tidak pesan padaku saja?" tanya tampak seperti dikhianati temannya.

"Mulai hari ini kau bisa mengurusnya. Aku pergi dulu." Bri yang hendak melangkah meninggalkan tempat itu namun berhenti sejenak ketika pria asing itu bicara kembali.

"Sebenarnya ada hubungan apa diantara kalian berdua?" Bri dan Raga lalu berpandangan sejenak. Bri melemparkan padangan jijik pada pria itu.

"Hubungan? Kan aku sudah bilang, aku ini tetangganya. Menurutmu hubungan apa yang bisa terjadi di antara kami berdua."

"Pacar mungkin?". Pria itu tetap tidak mau mengalah.

"Meskipun aku ditodong dengan pisau, aku tidak akan pernah mau menjadi pacarnya. Kalau begitu aku permisi."

"Apa?! Kau pikir aku bersedia? Tentu saja aku juga menolaknya. Cih! Siapa yang sudi," balas Raga dengan setengah berteriak agar gadis itu mendengar protesnya. Sementara temannya hanya berdiri sambil menahan tawa melihat pertengkaran kecil itu.

1
Siska Amelia
okayy update kok dikit dikit
lilacz
dari segi alur dan penulisan membuat aku tertarik
lilacz
jgnn lama-lama update part selanjutnya ya thor
Karangkuna: terima kasih untuk dukungannya :)
total 1 replies
ulfa
wah genre favorit aku, dan ceritanya tentang enemy to lovers. ditunggu next part ya kak. semangat /Smile/
Karangkuna: happy reading, terima kasih sudah mampir :)
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!