Ketukan palu dari hakim ketua, mengakhiri biduk rumah tangga Nirma bersama Yasir Huda.
Jalinan kasih yang dimulai dengan cara tidak benar itu, akhirnya kandas juga ... setelah Nirma dikhianati saat dirinya tengah berbadan dua.
Nirma memutuskan untuk berjuang seorang diri, demi masa depannya bersama sang buah hati yang terlahir tidak sempurna.
Wanita pendosa itu berusaha memantaskan diri agar bisa segera kembali ke kampung halaman berkumpul bersama Ibu serta kakaknya.
Namun, cobaan datang silih berganti, berhasil memporak-porandakan kehidupannya, membuatnya terombang-ambing dalam lautan kebimbangan.
Sampai di mana sosok Juragan Byakta Nugraha, berulangkali menawarkan pernikahan Simbiosis Mutualisme, agar dirinya bisa merasakan menjadi seorang Ayah, ia divonis sulit memiliki keturunan.
Mana yang akan menang? Keteguhan pendirian Nirma, atau ambisi tersembunyi Juragan Byakta Nugraha ...?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cublik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 08
Batin Nirma begitu berisik dipenuhi tanda tanya, tidak mungkin Linda tahu dengan sendirinya, sebab jarak kabupaten dan kampung halaman sang ibu sangatlah jauh, disana juga belum ada sinyal. Hanya di kota kecamatan yang sudah terdapat sinyal alat komunikasi melalui telepon genggam.
Melihat Nirma berdiri kaku dengan mulut terkatup rapat, Linda menjadi lebih semangat. “Lihat kan Wee! Suster dambaan kita bungkam, berarti beritanya benar adanya. Ck … malang betul nasib anak mu Nir. Punya ibu tak bermoral macam kau, eh … ayahnya pun tak kalah bejat.”
“Jangan bawa-bawa anakku, Lin!” Giginya bergemeletuk, ia masih bergeming di pintu masuk ruang istirahat, menatap tajam pada sosok pongah.
Linda sama sekali tidak takut, malah semakin ingin menindas, apalagi mendapatkan dukungan dua rekan sejawat mereka yang jelas-jelas ikutan menghakimi Nirma.
“Sayangnya, tanpa perlu aku berusaha begitu gigih, kau sendiri yang menjerumuskan anak mu untuk dijadikan bahan hujatan. Nirma … Nirma, sudah lah! Akui saja kalau dirimu tu sama sekali belum berubah, masih gatal serta murahan!” Linda mendecih, memperlihatkan ekspresi jijik sambil bersedekap tangan.
Wanita yang biasanya masih bisa menahan diri, kini kehilangan kendali. Sudah ia bilang, kalau cuma dirinya saja yang dicaci maki, masih bisa tahan, tapi tidak dengan buah hatinya. Nirma mengikis jarak, meletakkan asal kotak bekal di atas meja.
Gerakan ibu muda itu sama sekali tidak terbaca, sehingga Linda masih terlihat begitu arogan, tetapi ….
PLAK!
“Aku diam, bukan berarti menerima begitu saja kau caci maki. Namun, masih menganggap mu manusia, tapi hari ini dapat kulihat wujud aslimu yang macam Hewan, berotak tapi sayang tak berakal.” Nirma menurunkan tangan kanannya yang baru saja singgah di pipi kiri Linda.
Dua orang perawat yang ada disitu terhenyak, menatap ngeri sosok Nirma. Mereka begitu terkejut akan tindakan berani itu.
"Kau?!” Linda tidak terima, ingin membalas, tapi lengannya di cekal.
Nirma menghempaskan tangan Linda, kemudian melesak maju, yang mana membuat temannya itu mundur berakhir punggungnya menabrak dinding tembok. “Aku tak peduli kalau kau keponakan pemilik rumah sakit, bila mulut busuk mu tak jua jerah, maka bersiaplah mendapatkan lebih dari ini, Jahanam!”
Nirma melepaskan cengkeramannya di kerah baju Linda, lalu berbalik menatap jijik dua rekan sejawat yang dulu akrab. “Kalian tu, lebih menjijikan daripada sampah busuk! Dasar penjilat tak tahu malu! Tak nya ingat sewaktu baru masuk kerja? Berkelakuan macam lalat mengerubungi ku agar diajari cara kerja di RS ini, tapi begitu mendengar kabar yang belum tentu benar, dan si pemberi berita adalah keponakan pemilik rumah sakit, langsung saja bertingkah layaknya orang tak berotak!”
Brak.
Suara bantingan pintu lemari begitu nyaring terdengar, ketiga sosok tadi masih bergeming layaknya patung, netra mereka menatap tidak percaya pada Nirma. Terlebih si Linda, selain menahan marah, ia dilanda rasa malu luar biasa, hendak membalas, tapi rasa takut itu masih menyergapnya, apalagi pipinya begitu nyeri.
“Akan ku adukan kau ke pemilik rumah sakit ini!” mencoba mengancam demi menyelamatkan harga dirinya.
“Oh ya ….” Nirma berbalik, bersedekap tangan, menatap pongah. “Silahkan! Cepat sana pergi! Atau menunggu sampai ku tampar lagi baru kau enyah, IYA?!”
Tidak perlu dipinta dua kali, ketiga sosok itu terburu-buru pergi. Selepasnya tubuh Nirma luruh di lantai.
“Ya Allah, hamba pasrah.” Ia mengusap wajahnya, sejujurnya dirinya begitu cemas. Takut bila sampai dipecat, tapi rasa sakit hatinya tak bisa disepelekan begitu saja.
"Ya Rabb, hanya Engkau lah satu-satunya penolong hamba." Nirma mengepalkan telapak tangan yang bergetar hebat. Ini kali pertama ia menggunakan kekerasan, biasanya hanya menghela napas, sedikit membalas dengan kata-kata tajam, selebihnya cuma diam dan menghindari.
Semua sifat mengalah dan menahan diri itu semata-mata hanya demi masa depan buah hatinya. Dia yang dulu naif, egois, mudah diperdaya, kini telah berubah menjadi sosok tanggung jawab, penyabar. Semua itu ia lakukan agar sang anak tidak kelaparan akibat dirinya kehilangan pekerjaan.
Beberapa menit kemudian, Nirma sudah bisa mengendalikan perasaannya, ia mulai membenahi penampilan lalu keluar dari ruangan istirahat, bersiap memulai hari ini.
.
.
Betul saja perkataan Linda tadi pagi menjadi kenyataan. Wanita itu benar-benar mengadukan Nirma pada sang atasan yang tidak lain tantenya sendiri.
Disinilah Nirma, berdiri di hadapan meja kerja istri dari pemilik rumah sakit tempatnya bekerja.
"Kau tahu apa salahmu, suster Nirma?" wanita berpenampilan modis itu menatap lekat wajah sedikit pucat.
"Ya, saya sadari bila telah keterlaluan, Bu. Tapi, hal tersebut bukan sepenuhnya salah saya. Suster Linda_"
"Apapun masalahnya, tak dibenarkan menggunakan kekerasan, apalagi kau sendiri sudah bekerja lebih lama dari dia, seharusnya bisa menahan diri!" sela nya cepat.
Nirma menutup matanya, dalam hati melakukan sugesti agar amarahnya teredam, setelah beberapa detik ia kembali menatap segan. "Maaf Bu, lain kali saya akan lebih berusaha lagi untuk menahan diri."
"Harus! Bila kau gagal, hanya ada dua pilihan; mengundurkan diri, atau di pecat dengan cara tidak hormat!" ucapnya mengancam.
"Kau sudah boleh pergi!" usirnya tanpa mau lagi menatap sang bawahan.
Tak ada yang bisa dilakukan oleh Nirma, selain mengangguk sedikit menunduk lalu keluar dari ruangan sang atasan. Ia berjalan ke belakang bangunan sepi, bersandar pada dinding tembok.
"Astaghfirullah." Berulangkali ia mengucapkan istighfar seraya memegang dadanya yang terasa sesak.
"Ini sungguh tak adil. Seharusnya dia mendengarkan dulu penjelasanku, bukan langsung menghakimi secara sepihak," gerutunya lirih, sangat menyayangkan sikap semena-mena atasannya.
"Ya Rabb, tolong perluas lagi rasa sabar hamba-Mu ini, agar tak mudah terprovokasi oleh keadaan yang semakin hari bertambah keji saja perkataan mereka." Nirma mengusap wajahnya, meminta sungguh-sungguh kepada Sang Maha Pencipta.
Ibu dari Kamal itu berada di posisi tidak menguntungkan, bertahan sulit, mundur pun tak mungkin, sedangkan maju terasa seperti berjalan di atas bara api.
"Seandainya saja masih ada Kak Dwi, Mbak Indah, dan Bu Bidan Ika, pasti hari-hari ku tak seberat ini," monolognya menyebut nama rekan kerja baik hati yang sudah berhenti.
Nirma mengusap kasar air matanya, menghela napas dalam, lalu mulai beranjak dari sana. Namun, langkahnya terhenti kala mendengar suara familiar.
"Anda tenang saja! Saya pastikan tak akan lama lagi dia dipecat secara tidak hormat. Bila dirinya masih mencoba bertahan, maka hari-harinya bertambah berat lantaran tekanan yang didapatkannya."
Mata Nirma membola, ia jelas tahu siapa gerangan yang tengah dibincangkan oleh Linda lewat telepon genggam, tapi dengan siapa wanita itu berbicara?
"Tak ku sangka, ternyata kau begitu rendah. Demi rupiah sampai rela melakukan hal hina. Lin ... Lin, mau-maunya jadi keset. Ck ck ...."
Telepon genggam itu terjatuh membentur lantai. "Kau ..?!"
.
.
Bersambung.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Kakak boleh minta tolong.
Karya GAMALA di plagiat di KBM. Tolong bantu report, kasih bintang buruk.
Ya Allah, tega banget tu orang mencuri karya ku, nggak tahu apa dia gimana perjuangan ku dalam menulis, ibarat kata ... Kaki jadi kepala, Kepala jadi kaki😭.
Lucunya, ia plagiat plek ketiplek, dasar males berusaha 👎👎
Tolong banget ya Kak🙏.
Terima kasih banyak sebelumnya Kak 🙏 ❤️
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Gak tahu aja mereka, kalau juragan Byakta dan Aji sudah mepersiapkan seminggu sebekum hari H.nya.
merusak suasana saja 😂
itu perut sebuncit apasih? kok disebut-sebut terus, jangan bilang sebuncit orang hamil tujuh bulan 😆