Cinta yang terhalang restu dan rasa cinta yang amat besar pada kekasihnya membuat Alea Queenara Pradipta mau menuruti ide gila dari sang kekasih, Xander Alvaro Bagaskara. Mereka sepakat untuk melakukan hubungan suami istri di luar nikah agar Alea hamil dan orangtua mereka mau merestui hubungan mereka.
Namun di saat Alea benar-benar hamil, tiba-tiba Xander menghilang begitu saja. Bertemu lagi lima tahun kemudian, tetapi Xander telah menikah.
Lalu bagaimana nasib Alea dan anaknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Marica, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kabar Menyakitkan
"Bagaskara kembali."
Dua kata yang keluar dari mulut Romi berhasil menggetarkan hati orang di sekelilingnya. Baru saja mereka membicarakan keluarga itu, mereka langsung mendapatkan kabar jika mereka kembali. Jangan ditanya seberapa terkejut Alea mendengar kabar itu.
Jantungnya berdegup kencang, ada rasa senang, gugup, sekaligus bingung, membayangkan jika tiba-tiba dirinya kembali dipertemuan dengan Xander setelah sekian lama. Apakah laki-laki itu masih sama seperti dulu?
"Kakek, siapa keluarga Bagaskara?" tanya Axelio berhasil memecah keheningan di tempat itu.
"Keluarga papi kandung Axel." Bukan Romi yang menjawab, tetapi Nina.
"Jadi papi kandung Axel sudah kembali?" tanya Axelio.
"Kita belum tahu, Sayang," jawab Nina. Pandangan Nina mengarah pada sang suami, kemudian mengenggam tangannya. "Setelah beberapa hari sebaiknya kita menemui mereka. Aku minta kau turunkan egomu demi anak dan cucu kita," pinta Nina.
"Baiklah," balas Romi diikuti anggukkannya.
Suasana kembali hening, Brian mulai merasa canggung dengan situasi yang terjadi lantaran dirinya hanyalah orang asing. Brian lantas memutuskan untuk pamit.
"Ehmmm." Brian berdehem ketika melihat waktu pada jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. "Maafkan aku sebelumnya. Ini sudah malam, sebaiknya saya pulang," pamit Brian.
Semua orang menoleh ke arah Brian juga melihat waktu pada jam besar yang ada tidak jauh dari ruang makan. Benar, waktu sudah malam.
"Kau benar, Brian. Ini sudah malam," ucap Romi.
Semua orang berdiri, berjalan meninggalkan ruang makan. Berjalan bersama menuju pintu keluar sembari mengobrol santai.
"Uncle Brian," panggil Axelio membuat langkah semua orang terhenti.
"Ada apa, Axel?" tanya Brian.
Axelio yang mendongak, agar bisa menatap wajah Brian. "Uncle, kau tidak kecewa karena papi kandung Axel pulang, 'kan?" tanya Axelio.
Brian mengulas seyum tipis lantas berjongkok, mensejajarkan tingginya dengan bocah itu. "Kenapa Uncle harus kecewa? Uncle malah senang kau akan berkumpul dengan papi kandungmu," jawab Brian.
"Tapi Uncle tidak jadi menikah dengan mami Axel dan jadi papi Axel," ucap bocah itu lagi.
"Dasar anak ini. Bicaralah seperti anak seusiamu, Axelio. "Alea langsung membungkam mulut Axelio dengan tangannya.
Brian tertawa kecil begitu juga dengan yang lainnya, "Uncle bisa jadi papi cadangan Axel tanpa harus menikahi maminya Axel."
Setelah mengucapakan kalimat itu Brian kembali berdiri, mengarahkan pandangannya ke arah Alea, membuat mereka bertatapan, tetapi Alea lebih dulu memutuskan pertemuan pandangan itu. Alea menoleh ke arah Lena.
"Lena, tolong bawa Axel ke kamarnya. Aku akan mengantar Brian ke teras," pinta Alea.
"Baiklah, Kak," sahut Lena diikuti anggukkannya. "Ayo Axel, Aunty antar ke kamar," ajak Lena.
"Iya, Aunty." Axelio menerima uluran tangan Lena. "See you next time, Uncle." Axelio melambaikan tangannya ke arah Brian.
"See you too." Brian membalas lambaian tangan Axelio.
Semua orang memerhatikan Axelio yang pergi bersama Lena. Setelah bayangan Axelio menghilang, semuanya kembali fokus pada Brian.
"Kau hati-hati di jalan," pesan Romi sembari memeluk Brian ala pria. "Maaf jika sambutan kami kurang menyenangkan," sambung Romi.
"Saya sangat tersanjung dengan undangan makan malam ini," balas Brian.
"Sampai bertemu lagi, Brian." Giliran Nina yang bicara pada Brian.
"Sampai jumpa, Tante," balas Brian.
"Alea, antar Brian ke teras," suruh Nina dibalas anggukkan oleh Alea.
"Ayo, Brian. Aku akan mengantarmu ke luar," ajak Alea dibalas anggukkan oleh Brian.
Alea dan Brian lantas berjalan beriringan menuju teras, melangkah sembari mengobrol santai.
"Kau senang Bagaskara kembali?" tanya Brian.
"Jujur aku tidak tahu, Brian. Lagi pula aku belum memastikan jika Xander ikut kembali atau tidak," jawab Alea.
"Jika dia ikut kembali bagaimana?" tanya Brian.
"Aku akan memukulnya," jawab Alea membuat Brian terkekeh.
"Itu harus. Bila perlu aku akan membantumu," tawar Brian.
"Tentu saja," balas Alea.
Obrolan keduanya terhenti saat mereka sampai di mobil milik Brian. Laki-laki berbalik membuat keduanya berdiri saling berhadapan. "Baiklah aku pulang dulu," pamit Brian.
"Hmm, hati-hati di jalan," pesan Alea.
"Oh iya, kau sudah dapat undangan reuni, 'kan?" tanya Brian.
"Ya, aku sudah mendapatkannya," jawab Alea.
"Mau datang bersamaku?" tawar Brian dengan ragu.
"Tentu, kabari aku saja," balas Alea.
"Okey," ucap Brian diikuti senyumannya. "Good night and ... see you," salam Brian.
"See you too." Alea membalas sapaan Brian.
-
-
Alea kembali ke dalam rumah setelah Brian pergi. Rupanya kedua orang tuanya menunggunya di ruangan tengah rumah itu. Raut wajah mereka sangat tegang. Alea bahkan melihat kilatan amarah di wajah Romi. Hal itu membuat Alea merasa penasaran. Perempuan itu lantas duduk di sofa single dekat sofa yang orang tuanya dudukki.
"Ada apa?" tanya Alea.
Romi dan Nina sama-sama menoleh ke arah Alea, memandang putri mereka dengan raut wajah cemas dan juga iba. Tarikan napas mereka begitu berat, semakin membuat Alea penasaran dengan apa yang sedang terjadi.
"Mami, Papi, ada apa?" tanya Alea sekali lagi.
Nina menggerakan tangannya, mengisyaratkan pada Alea untuk mendekat. Alea pun beranjak dari tempat duduknya, berpindah tempat duduk di antara Alea dan Romi.
"Kalian kenapa terlihat sangat cemas?" tanya Alea, raut wajahnya ikut cemas.
"Alea ... setelah ini Mami harap kau bisa mengontrol dirimu sendiri," ucap Nina. Ia menarik tangan Alea, menumpuk tangannya di punggung tangan putrinya itu..
"Sebenarnya ada apa, Mam? Jangan membuat aku takut," balas Alea.
"Tadi Nino kembali memberikan kabar, laki-laki berengsek itu sudah menikah dengan wanita lain," ungkap Romi. Suaranya bergetar seperti menahan amarah.
Suasana menjadi hening, Nina terus menatap Alea, memerhatikan perubahan raut wajah putrinya. Alea memang terlihat biasa saja, tetapi Nina tahu Alea merasakan sakit yang luar biasa. Remasan tangan Alea terasa di tangannya.
"Alea, control your self!" Nina mengusap punggung tangan Alea.
Alea menoleh ke arah Nina dengan menunjukkan senyuman yang ia paksa. Bohong jika Alea mengatakan jika dirinya baik-baik saja, mendengar laki-laki yang amat dirinya cintai, ia tunggu selama lima tahun, tetapi kembali dengan membawa wanita lain.
"Aku tidak apa-apa, Mam. Don't worry," balas Alea. "Kami sudah lama tidak bertemu dan berhubungan. Jadi ... apa salahnya jika dia menikah dengan wanita lain," ucap Alea.
"Alea —"
"Aku ke kamar dulu, Mam," tukas Alea.
Ia beranjak dari tempat yang sedang ia duduki, berniat untuk kembali ke kamar. Namun baru beberapa langkah, Alea kembali berhenti karena panggilan dari Romi.
"Alea, tunggu!" cegah Romi. Pria paruh baya itu berdiri, memandang Alea yang berdiri membelakangi dirinya. "Lebih baik kau menikah saja dengan Brian. Tidak ada yang bisa kau harapkan lagi dari laki-laki keparat itu."
Alea nampak menarik napas sangat berat, sebelum berbalik menatap Romi dengan matanya yang sudah dipenuhi oleh air mata, bisa dipastikan air mata itu akan keluar dalam sekali kedipan saja.
"Maaf, Pi. Untuk saat ini Alea tidak kepikiran untuk menjalin hubungan dengan laki-laki manapun." Setelah mengatakan kalimat itu Alea kembali berbalik, berlari menuju kamarnya.
astaga kapan dapat karma dia
penasaran dengan ortu Xander saat tau ada cucu nya
pasti seru