Sinopsis:
Cerita ini hanyalah sebuah cerita ringan, minim akan konflik. Mengisahkan tentang kehidupan sehari-hari Bulbul. Gadis kecil berusia 4 tahun yang bernama lengkap Bulan Aneksa Anindira. Gadis ceria dengan segala tingkahnya yang selalu menggemaskan dan bisa membuat orang di sekitar geleng-geleng kepala akibat tingkahnya. Bulbul adalah anak kesayangan kedua orangtua dan juga Abangnya yang bernama Kenzo. Di kisah ini tidak hanya kisah seorang Bulbul saja, tentunya akan ada sepenggal-sepenggal kisah dari Kenzo yang ikut serta dalam cerita ini.
Walaupun hanya sebuah kisah ringan, di dominan dengan kisah akan tawa kebahagian di dalamnya. Akan tetapi, itu hanya awal, tetapi akhir? Belum tentu di akhir akan ada canda tawa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yuliani fadilah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 10 ikut sekolah
"Ya udah, Kenzo berangkat," ujar Kenzo, membenarkan tata letak tasnya, menjadi menggendongnya dengan sempurna.
Bulbul segera turun dari kursi yang gadis itu duduki. "Bulbul ikut!"
"Apaan sih Bul! Jangan ngada-ngada!" sewot Kenzo, menatap Bulbul sinis.
"Pokoknya Bulbul ikut!" kekeh gadis itu, yang sudah berdiri berhadapan dengan Kenzo.
Winda menghela napasnya mendengar perdebatan kecil antara keduanya. "Bulbul di rumah aja, jangan ikut Abang. Abang itu mau sekolah bukan mau main, yah."
Bulbul mengalihkan tatapannya menjadi menatap Winda, mengerucutkan bibirnya. "Kata si Epul juga sekulah itu tempat main, Mama!" kekeh gadis itu.
"Kalo mau main sama Mama aja, gak perlu ikut Abang sekolah," ucap Winda, seraya menggibaskan tangannya mengkode pada Kenzo agar segera berangkat.
Bulbul mengelengkan kepalanya tegas. "Endak! Main cama Mama endak celu! Bulbul endak mau! Bulbul mau ikut cama Bang Jojo aja main baleng cama Bang Jojo di cekulah!" cerocos gadis itu dengan lidahnya yang masih berbelit-belit.
Kenzo segera berbalik badan, mengerti akan apa yang Winda suruh. Tanpa membuang-buang waktu, Kenzo segera lari meninggalkan ruang makan itu menuju garasi. "ASSALAMUALAIKUM, KENZO BERANGKAT!" teriaknya yang masih berada di area ruang makan.
Sepontan Bulbul membalikan badannya, menatap keberadaan Kenzo sekarang yang sudah hilang dari posisi awalnya. "IIH, ABANG! BULBUL IKUT!" ujarnya sama-sama berteriak, ikut berlari mengejar Kenzo.
Kenzo membuka pintu utama rumahnya, dengan segera ia menutupnya kembali.
Bruk!
Baru saja mengejar sampai di ruang tamu, namun apalah dayanya, gadis itu tidak pandai berlari. "HUAAA! ABANG! BULBUL MAU IKUT! ENDAK MAU POKOKNYA BULBUL IKUT!" teriak Bulbul diiringi tangisan.
Tangannya terus menggedor-gedor pintu utama yang berpintu dua itu.
"ABANG! BULBUL PEN IKUT!" teriak Bulbul kembali, sambil berusaha membuka pintu itu.
"MAMA! BULBUL PENGEN IKUT CEKULAH!" racaunya dan mencebikan bibirnya kesal.
Winda menghampiri Bulbul, berjongkok mengsejajarkan tinggi badanya. "Iya, iya, iya ... nanti Bulbul sekolah yah, tapi gak sama Bang Jojo."
Bulbul menggelengkan kepalanya tegas, sambil mengusap-usap matanya yang basah. "Endak mau! Bulbul mau cekulah cama Bang Jojo!"
Winda menganggkat tubuh anaknya itu, menggendongnya menuju ruang tamu. "Sekolah sama si Eful gak mau? Padahal, kan lebih asik bareng si Eful, kan."
"Tapi, Bulbul juga mau cekulah baleng Bang Jojo!"
Winda menghela napasnya dengan kasar. "Di sekolah Bang Jojo temen-temennya pada bandel semua. Emang kamu mau digangguin, terus dicubit-cubitin sama temen-temen sekolah Bang Jojo kaya dulu lagi!"
Bulbul mengerucut bibirnya, dan menggelengkan kepalanya tidak mau.
"Ya, makannya sekolahnya bareng sama si Eful aja, yah?"
Bulbul kali ini hanya mengangguk, mengiakan. Perkataan Winda. Pikirannya hanya satu yang penting sekolah.
Kenzo telah keluar dari gerbang rumahnya, mengendarai motor vespa kuningnya, atau Winda bilang tadi dengan sebutan si Kucrit.
Remaja itu mengendarai sepeda motor tersebut dengan kecepatan di atas rata-rata, mengingat bahwasanya ia sudah terlambat, bahkan benar-benar terlamabat.
Sinar mataharipun perlahan mulai maju berpancar sempurna dari upuk timur, tepat di atas kepalanya.
"Kutu kupret! Gue beneran terlambat ini, auto di hukum gue!" monolognya sambil sesekali melirik jam di pergelangan tangannya.
"WOY MINGGIR LO BOCIL, GUE UDAH TELAT!" ujar Kenzo berteriak pada anak yang mengenakan seragam merah putih, yang terlihat berjalan santai sambil membawa sebuah plastik minuman, melewati jalan raya yang memang tidak begitu banyak kendaraan yang berlalu lalang.
Kenzo memberhentikan laju motornya, memundurkan kembali motor vespa itu sampai tepat di sebelah anak SD tadi.
Kenzo Membuka kaca helm yang cowok itu pakai. "Heh! tuyul, lu kalo mau nyeberang liat kanan, kiri dulu! Kalo ketabrak terus langsung mati di tempat mampus lo! Masih mending kalo langsung mati, lah kalo kagak mati gimana? Makin mampus lo!" cerocos Kenzo, masih sempat-sempatnya memberi wejengan pada orang lain sampai melupakan bahwa ia sudah terlambat.
Sementara pada anak itu yang hanya menatap heran Kenzo dengan masih asik menyedot minuman di plastiknya.
"Om, nama aku Abimana Putra Adiwijaya Raden Batara. Bukan tuyul!" protes anak itu.
"Buset nama lu panjang bener, itu nama atau Rel kereta api!" sahut Kenzo setelah mendenger nama yang di ucapkan oleh anak itu.
"Nama, Om!"
Kenzo melebarkan pupil matanya. "HEH! Apa lu bilang Om?! Heh! Nama lu siapa tadi ... Purta Raden Raden---" ujar Kenzo mengingat nama anak itu. "Ribet amat nama lu, Deden aja lebih estetik!"
"Lo bilang apah tadi, Om? Lu manggil gue Om? Heh! Deden, lo kagak liat muka gue masih imut-imut kaya gini!" sambungnya menatap sinis anak itu.
Anak itu menghela napasnya. "Abimana Putra Adiwijaya Raden Batara, Om. Bukan Deden!"
"Ribet lo tuyul, nama Deden lebih berwibawa dan estetika!" kekeh Kenzo. "Lo ngapain di sini bukanya sana sekolah, ini udah jam berapa tuyul!" sambung Kenzo sambil melihat jam di pergelangan tangannya.
"Noh liat udah mau jam delapan!" ujar Kenzo sambil menunjukan jam di pergelangan tangannya.
Anak itu menyedot membali minuman yang masih tersisa setengah plastiknya itu. "Om juga ngapain disini, bukannya sekolah!"
Seketika Kenzo membelalakan bola matanya, tangannya terulur menepuk kepalanya yang terhalang oleh helm. "Wah, wah, wah! Bisa-bisanya gue nyeramahin lo dulu tuyul!"
"Demi dewa neptunus, gue udah telat, bener-bener telat! Wah, sialan! Gara-gara lo si bocil!" cerocos Kenzo seraya menyalakan mesin motornya kembali.
Anak itu menggaruk kepalanya menatap heran Kenzo yang sudah mengendarai motornya di depan sana.
Kenzo memberhentikan kembali motornya, remaja itu menoleh ke arah belakang dimana masih ada anak SD tadi. Kenzo memundurkan kembali motornya tepat di hadapan anak itu.
"Lo, sono berangkat, ngapain masih ngejugrug disini. Sono sekolah!" kenzo kembali berujar, "Sekolah lu dimana hah?!" sambung Kenzo menatap-natap ke arah sisi sebelah kirinya mencari bangunan sekolah SD.
"Ini, Om. Ini sekolah aku." ujar anak itu sambil menunjukan bangunan sekolah SD tepat di belakang ia sedang berdiri sekarang.
Kenzo mengikuti arah tunjuk anak yang berdiri di sebelahnya. Mulutnya terbuka sedikit, benar saja di hadapannya ini adalah sekolah SD Nusantara. Sialan, ia tidak menyadarinya, buang-buang waktu saja dengan kembali menghampiri bocah itu.
Kenzo menyentil jidat anak itu. "Kenapa kagak dari tadi lu ngomong Jubaedah!"
"Om, enggak nanya," Anak itu kembali menyahuti.
"Om, Om, Om, gue bukan Om, lo. Muka gue masih imut kaya gini juga!" ujar Kenzo menatap sinis Deden, dan kembali menyalakan mesin motornya pergi dari tempat itu.
"Aneh," gumam Deden menatap motor Kenzo yang melaju dengan kecepatan di atas rata-rata.
Kenzo mengendarai motornya bak seorang pembalap profesional, badannya meluak-liukan mengikuti gerak motor itu.
Suara kelakson dari pengendara-pengendara lainpun saling bersahutan, tentunya akibat perbuatan remaja itu.
"MANGAP-MANGAP! BAPAK-BAPAK, EMAK-EMAK! SAYA LAGI BURU-BURU INI DEMI KESELAMATAN, KESEJAHTERAAN, JIWA DAN RAGA SAYA!" teriak Kenzo masih sambil mengendarai.
Setelah menjadi pembalap profesional dadakan, akhirnya Kenzo tiba di dekat wilayah sekolahannya.
Baru saja hendak membelokan stang motor itu untuk masuk ke dalam gerbang sekolah yang memang terlihat sudah tertutup. Seseorang sama-sama hendak masuk ke gerbang itu. "WOY MINGGIR WOY!"
Bruk!
Kenzo terpaksa membelokan sepeda motornya sampai menambrak tiang tembok yang terdapat disana. Agar tidak menabrak orang yang hendak masuk tadi. Bisa jadi berabe urusannya kalo beneran nabrak orang. Nanti, jika masuk ruang sakit, koma dan akhirnya meninggal. Bisa-bisa nanti ia terkena pidana. Tidak!
Siswi yang hendek ditabrak oleh Kenzopun menghindar, sesampai bokongnya mendarat sempurna ke bawah sana.
"Woy, sialan! Kalo bawa motor tuh, yang benar!" pekik siswi itu, tak lupa ringisan keluar dari bibirnya.
Kenzo yang masih dengan posisi awalnya yang bisa di bilang nyungseb itu, dengan helm yang dikenakannya sampai terlihat dengan posisi miring. Kenzo mengabaikan protesan siswi itu dan memilih segera bangkit. "AAAAAA! MOTOR GUE YA ALLAH, MOTOR GUE!" teriak Kenzo histeria sambil menegakkan motornya yang tadi sempet menindih kakinya.
Kenzo segera mengecek kondisi motornya. "Kucrit, lu kagak papa, kan?"
Siswi yang masih duduk itu, menatap datar Kenzo dan melempar batu berukuran kecil ke arah Kenzo sampai pas mengenai kepalanya yang untungnya masih mengenakan helm. "Cowok sinting! Bener-bener sinting, lo! Bukannya khawatirin manusia dulu! Malah khawatirin motor!"
••••