NovelToon NovelToon
Cahaya Terakhir Senja

Cahaya Terakhir Senja

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Playboy / Bad Boy / Idola sekolah
Popularitas:3.2k
Nilai: 5
Nama Author: Allamanda Cathartica

Berawal dari hujan yang hadir membalut kisah cinta mereka. Tiga orang remaja yang mulai mencari apa arti cinta bagi mereka. Takdir terus mempertemukan mereka. Dari pertemuan tidak disengaja sampai menempati sekolah yang sama.

Aletta diam-diam menyimpan rasa cintanya untuk Alfariel. Namun, tanpa Aletta sadari Abyan telah mengutarakan perasaannya lewat hal-hal konyol yang tidak pernah Aletta pahami. Di sisi lain, Alfariel sama sekali tidak peduli dengan apa itu cinta. Alfariel dan Abyan selalu mengisi masa putih abu-abu Aletta dengan canda maupun tangis. Kebahagiaan Aletta terasa lengkap dengan kehadiran keduanya. Sayangnya, kisah mereka harus berakhir saat senja tiba.

#A Series

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Allamanda Cathartica, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 3: Jejak Langkah yang Tertinggal

Jalanan aspal di kota basah diguyur hujan. Pengendara motor pun menghentikan aktivitas mengemudi mereka, meneduh di depan toko-toko yang memiliki bangunan besar, berdesakan dengan pejalan kaki yang ikut berteduh di sana. Berbekal jas hujan dari rumah ternyata sia-sia, air hujan tumpah seakan ingin menyiram sampai bagian terkecil dari kota ini. Jas hujan tidak dapat lagi melindungi baju yang mereka kenakan agar tidak tersentuh air. Suara guntur menggelar seperti musik yang mengiri datangnya hujan yang belum juga reda. Kilat pun menyambar menjadi pemandangan yang miris. Pohon-pohon besar menari-nari tertiup angin yang sangat kencang, daun-daunnya terpontang-panting mengikuti arah angin berembus.

Dinginnya angin masuk menembus baju Aletta, menyeruak hingga dapat menggetarkan tulang-tulang. Telapak tangan mungil itu berulang kali Aletta tiup untuk menghantarkan rasa hangat, walaupun hanya bagian tangannya saja. Giginya bergemerutuk menahan hawa dingin yang semakin menjadi-jadi. Berbeda dengan Alfariel, dia terlihat tenang-tenang saja sambil memandangi kendaraan yang berlalu-lalang di depannya. Alfariel menoleh ke samping, menatap kasihan ke arah Aletta yang menggigil. Buru-buru, Alfariel melepas jaket jeans yang dia kenakan dan menyelimuti tubuh mungil Aletta dengan jaketnya yang terlihat kebesaran di tubuh Aletta.

Kepala Aletta mendongak ke atas. “Eh, nggak usah,” ucap Aletta tergesa.

“Nih, pakai jaket punya gue,”  jawab Alfariel sambil menyodorkan jaketnya.

“Gak usah sok jadi pahlawan deh. Basi tau gak?” Aletta berusaha menggoda, sambil mengambil jaket itu dan menyodorkannya kembali kepada Alfariel.

Alfariel hanya tersenyum ringan lalu berkata, "Udah pendek, keras kepala lagi."

Alfariel tetap melanjutkan kegiatannya yang memakaikan jaket miliknya ke tubuh Aletta. Membungkus tubuh Aletta agar tidak kedingingan. Lagipula Alfariel masih bisa menahan hawa dingin, berbeda dengan Aletta yang kewalahan untuk mengusir angin dingin yang menyentuh kulit-kulitnya sensitif. Tanpa sadar, Alfariel mengulas senyum.

Aletta membalas dengan tersenyum balik ke Alfariel. Yang mendapat balasan, mengangguk senang. Sekarang Aletta tidak merasa kedinginan lagi. Namun, bagaimana dengan laki-laki di sampingnya? Dia kedinginan, kah? Netra cokelatnya kembali mendapat sesuatu yang membuatnya heran. Lelaki itu meringis memegangi kakinya. Ada apa dengan kakinya?

Aletta menunduk dan mendapati darah yang mengalir dari kaki laki-laki tersebut. Sepertinya lukanya masih baru. Aletta tidak tinggal diam. Dia membuka tas ranselnya dan mengeluarkan sebuah kotak putih. Aletta kemudian berjongkok di hadapan Alfariel, dia menyentuh luka Alfariel dengan tisu untuk membersihkan darah yang menempel di luka terbuka itu. Alfariel tersentak kaget dengan sesuatu yang menyentuh kakinya.

“Lo ngapain disitu?” tanya Alfariel sambil menyingkirkan tangan Aletta dari lukanya.

Aletta tersenyum paksa. “Cari upil gajah! Lo nggak lihat gue lagi ngapain?”

"Huh! Dasar pendek!" dengus Alfariel.

Aletta menekan tisu dengan kuat sehingga membuat Alfariel terjengkit karena sakit. “Kasar banget, sih?”

"Udah diem aja! Nanti kalau luka lo nggak segera diobati bisa infeksi." Tanpa banyak bicara lagi, Aletta kembali berkutat dengan kegiatannya.

Alfariel tidak dapat menolak, memang ini yang dia butuhkan sekarang. Luka yang terbentuk karena terkena goresan benda tajam. Entah saat kapan, Alfariel tidak tahu. Hanya saja rasa pedihnya mulai muncul saat lukanya terkena air hujan. Berkat Aletta, kaki Alfariel tidak lagi pedih. Bagaimana tidak? Aletta mengobatinya dengan sangat hati-hati. Seolah-olah jika Aletta melakukan kesalahan sedikit akan membuat Alfariel berteriak kesakitan. Alfariel melihat wajah Aletta yang tampak serius, dia bisa merasakan sentuhan lembut dari tangan Aletta yang langsung membuat getaran di hati Alfariel. Dengan telaten, Aletta membebat kaki Alfariel dengan perban. Alfariel yang melihatnya berdecak kagum, lilitan perbannya sangat rapi.

“Selesai.” Aletta tersenyum menampilkan deretan giginya yang rapi.

“Makasih.” Alfariel menurunkan celana abu-abunya yang tergulung. Dia sangat berterima kasih kepada perempuan pendek yang Alfariel sendiri tidak tahu siapa namanya. Sungguh, dia perempuan baik yang pernah Alfariel temui hingga saat ini.

Narendra Alfariel Xavier, lelaki dengan seribu ketampanan yang dapat dengan mudah memikat hati para wanita. Lahir dari keluarga terpandang membuat Alfariel menjadikannya sebagai kesombongan tersendiri. Teknik bergaul yang memilih selalu diterapkan Alfariel. Dia tidak mau berteman dengan orang yang tidak sederajat dengannya. Sombong. Begitulah Alfariel.

Satu lagi, Alfariel tidak suka diatur apalagi dikekang. Keras kepala menjadi indentitas yang wajib ada dalam diri seorang Alfariel. Anehnya, Alfariel belum mempunyai seorang kekasih untuk pengganti perempuan pujaannya dulu, padahal sekarang dia sudah menginjak tahap remaja yang seharusnya penasaran dengan apa itu yang namanya cinta, bergonta-ganti pasangan seperti yang dilakukan teman-temannya. Hingga umur yang ke 17 tahunnya belum sedikitpun dia tertarik dengan perempuan lain. Bukan tidak normal, Alfariel masih mengalami depresi sejak ibunya dinyatakan menghilang saat kecelakaan pesawat 8 tahun silam. Alfariel memang terlihat sehat, tetapi tidak dengan jiwanya. Gio, sang ayah, sangat khawatir dengan sikap Alfariel yang berubah semenjak kejadian memilukan itu. Beberapa cara sudah Gio lakukan untuk menghibur putra tercinta, sampai dia harus memanggil psikiater lagi dan lagi untuk menyembuhkan luka hati Alfariel yang semakin mendalam.

Keheningan memasuki celah diantara mereka, tatapan mata Alfariel menyiratkan sesuatu yang ingin dia ungkapkan, tetapi pikiran Alfariel menolak untuk berbicara, memilih bungkam untuk jawabannya. Alfariel terus saja berpikir tanpa ada tujuan yang jelas, otaknya memprogram cara untuk menghentikan hujan ini secepatnya. Alfariel bosan menghitung rintik hujan yang berjatuhan sejak pertama kali tetesan air jatuh menyentuh permukaan bumi. Sampai saat ini tetap saja tidak ada perubahan, tidak deras, tidak juga reda. Hari yang sama sekali tidak beruntung bagi Alfariel, kakinya terluka, belum lagi dia harus terjebak hujan bersama perempuan menyebalkan itu.

Di sisi lain, Aletta masih menetralkan degup jantungnya yang semakin lama semakin berpacu cepat. Bukan karena Aletta mengidap penyakit jantung, tetapi Aletta untuk pertama kalinya mengagumi laki-laki dengan sepenuh hati. Tidak ada lagi rasa ragu yang menghantui setiap detik. Dulu Aletta pernah mengagumi teman laki-lakinya, saat dia tersenyum memandang, bayangan laki-laki itu semakin kabur. Hanya pujian yang terlontar, tampan. Ternyata Aletta sekadar mengagumi ketampanannya lewat netra cokelatnya yang menilai, bukan dengan hati. Cepat datang dan mudah berlalu.

“Woi!” Tangan Aletta melambai di depan wajah Alfariel.

Alfariel mengerjap beberapa kali.

”SMA mana lo? SMA Global ya?” pertanyaan beruntun terlontar dari mulut Aletta. Dia ingin mengajak Alfariel berbincang supaya tidak terlihat canggung. Namun, tidak ada respons dari Alfariel.

Alfariel mendongak menatap langit. “Hujannya sudah lumayan reda. Apa lo nggak mau pulang?" tanya Alfariel tanpa melihat wajah Aletta. Kemudian, dia bangkit dari duduknya.

”Ya sudah, kalau lo masih ingin disini. Gue pulang dulu.” Alfariel mengambil tas ranselnya kemudian pergi berlalu.

Alfariel menjinjing tas ranselnya dengan tangan kanan, lalu dia berjalan hendak pulang. Lima langkah terhenti, Alfariel memutar tubuhnya ke belakang, dia ingin melihat perempuan yang menolongnya tadi untuk yang terakhir kalinya dalam pertemuan mereka yang berakhir beberapa detik yang lalu. Alfariel memalingkan wajahnya ketika Aletta menatapnya juga, Alfariel menghembuskan napas dan melanjutkan langkahnya tanpa memikirkan perasaan yang sedang Alfariel rasakan. Ada rasa yang mengganjal di dasar lubuk hatinya, rasa takut kehilangan, tetapi dengan siapa? Mungkinkah Aletta? Alfariel menggelengkan kepalanya kuat-kuat menepis segala pikiran bodoh yang mengisi otaknya. Alfariel merasa seakan raganya masih tertinggal di tempat itu, tempat dimana Alfariel pertama kali berjumpa dengan Aletta.

Aletta ingin berteriak, tetapi ada sesuatu yang mengganjal tenggorokannya. Aletta menatap punggung Alfariel yang tampak terlihat semakin kecil dari tempat dia duduk. Bulir air lolos jatuh dari kelopak mata Aletta, manik cokelat itu menatap nanar ke arah perginya lelaki tampan yang baru saja dia temui. Gadis itu berjalan gontai menyebrang jalan, dia mengangkat sepedanya yang terjatuh. Setetes air jatuh melewati ujung rambut hitam milik Aletta, rambutnya yang lembap dia biarkan terurai bebas. Raut wajah Aletta memancarkan kesedihan. Matanya memerah menahan air mata yang berdesak ingin keluar lagi. Kedua netra cokelatnya tergenang air yang ingin tumpah dan menenggelamkan dirinya dalam kelamnya roda kehidupan.

Mengapa harus ada perpisahan jika rasanya sesakit ini?

Aletta dengan susah payah menelan ludah.

Merelakan Alfariel pergi.

Sungguh sangat menyakitkan.

***

Bersambung …..

1
Oryza
/Speechless/
Hindia
nah kan bener ada backingannya
Hindia
pantes aja ya ternyata dia punya backingan
Hindia
sok sok an banget
Hindia
parah banget mita
Hindia
sumpah bu tya ini sangat mencurigakan
Hindia
lah berarti selama ini alfariel ngode gak sihh kalau emang ekskul tari itu ada sesuatu
Hindia
Alurnya ringan, sejauh ini bagusss
Hindia
Walahhh alfariel mah denial mulu kerjaannya
Hindia
Gass terus abyan
Hindia
Tumben banget nih si Fariz agak bener otaknya
Gisala Rina
🤣🤣
Gisala Rina
udah lupa ajah nih anak 🤣🤣
Gisala Rina
mungkin ada alasan yang bikin papa lu ga bicara jujur.
Gisala Rina
jangan gitu. begitu juga itu papa lu alfariel 🤬
Gisala Rina
mang eak mang eak mang eak sipaling manusia tampan 1 sekolah 😭
Gisala Rina
cowok bisa ngambek juga yaa ternyata hahaha
Gisala Rina
Kwkwkwkwk kalian kok lucu
Gea nila
mending kamu fokus ajah alfariel. emang sih bakal susah. tapi ya gimana lagi 😭
Gea nila
wkkwkwk sabar ya nasib jadi tampan ya gitu
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!