Di negara barat, menyewa rahim sudah menjadi hal lumrah dan sering didapatkan.
Yuliana adalah sosok ibu tunggal satu anak. Demi pengobatan sang anak, ia mendaftarkan diri sebagai ibu yang menyewa rahimnya, hingga ia dipilih oleh satu pasangan.
Dengan bantuan alat medis canggih, tanpa hubungan badan ia berhasil hamil.
Bagaimana, Yuliana menjalani kehamilan tersebut? Akankah pihak pasangan itu menyenangkan hatinya agar anak tumbuh baik, atau justru ia tertekan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kinamira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cinta Yuliana
Sean menyentuh perutnya yang terasa penuh, bengkak, dan terasa akan meledak. Ia yang memaksa menghabiskan kini tengah menikmati hasil kerakusannya.
"Hebat sekali, sampai bersih," ucap Yuliana yang tengah merapikan kembali rantang bekal itu.
"Hm," Sean berdehem, kemudian bersendawa ringan, membuatnya merasa sedikit lega.
"Ah!" pria itu menepuk-nepuk perutnya. Kekenyangan seperti itu membuatnya merasa malas untuk bekerja.
"Sudah ya, aku mau pulang," ucap Yuliana sudah bersiap menenteng tas bekalnya kembali.
Sean membuka mulutnya ingin menyahut, namun Yuliana kembali bicara.
"Oh, ya kapan istrimu sampai rumah?" tanya Yuliana membuat wajah pria itu seketika dingin.
"Kenapa menanyakan hal itu? Itu bukan urusanmu! Rumahku rumah istriku, dia bisa datang dan pergi kapanpun dia mau! Ingat posisimu Anna!" ucapnya dengan ketus, membuat Yuliana membulatkan matanya menatapnya penuh heran.
"Hey, aku hanya bertanya, tidak lebih. Jika dia datang, alangkah baiknya kan aku tidak bertemu. Kamu tau sendiri, istrimu tidak menyukaiku. Aku hanya tidak ingin bertengkar kembali," ucap Yuliana tak kalah ketusnya.
Wanita itu kemudian berbalik, pergi dan tidak mengatakan apapun lagi. Dengan langkahnya yang diiringi hentakan kaki pelan.
"Dasar, dia selalu saja sensitif jika mengenai istrinya," gerutu Yuliana terus berjalan di sepanjang jalan, yang ia ingat dilewatinya tadi.
Yuliana terdiam beberapa saat memandang tiga macam lift yang berderet di depannya.
"Kenapa banyak sekali," gumamnya memilih masuk ke lift tengah, mengingat itu yang digunakan tadi.
Yuliana menekan tombol nomor satu, untuk turun. Cukup lama ia berdiam diri di sana. Matanya tertuju pada angka di atas yang menunjukkan setiap lantai yang dilewatinya. Tanpa ada halangan dari lantai lainnya, ia mulus turun hingga lift berhenti di lantai paling bawah.
Yuliana mengambil dua langkah untuk keluar. Namun, langkahnya langsung mundur melihat suasana berbeda dari sebelumnya.
"Wowowo ini di mana?" gumamnya terkejut melihat puluhan mobil dan motor yang berada di depan sana.
"Apa parkiran bawah tanah?" gumamnya mencoba berpikir.
"Lalu lantai berapa dong?" gumamnya mengerutkan kening heran.
"Eh, eh, eh!" Melihat seseorang di luar dan pintu lift akan tertutup, membuatnya segera menekan tombol buka dan berlari keluar, sebelum lift kembali membawanya naik.
Yuliana menatap lift tersebut, lalu menatap dua orang pria di depan sana. Wanita itu kemudian berjalan mendekati keduanya.
"Permisi, halo. Bisa bantu saya?" tanya Yuliana dengan ramah dan sopan.
"Ah, ya ada apa Nyonya?" tanya salah satu diantaranya sembari menatap penampilan Yuliana yang cukup sederhana namun elegan.
"Ini pertama kalinya saya ke sini, dan hanya mengantar makanan. Saat saya tekan lantai pertama malah sampai di sini. Kalau boleh tau, jalan keluarnya di lantai berapa ya?" tanya Yuliana dengan sesopan mungkin.
Kedua pria itu diam beberapa saat saling memandang.
"Apa anda orang Asia?"
"Iya," jawab Yuliana sembari mengangguk pelan.
"Oh, baiklah. Mari kami antar," ajak keduanya membuat Yuliana merasa lega.
Ia hendak mengikuti langkah keduanya, namun tiga langkah kemudian, ia berhenti, memandang keduanya curiga. "Ah, maaf, lift ada di sana. Kita mau ke mana?" tanyanya membuat dua pria itu pun sontak berhenti melangkah.
"Jalan keluarnya ada di sana Nyonya," jawab pria itu membuat Yuliana memandang heran. Ia berusaha mengingat-ingat, arah depan gedung itu. Dan yang ditunjuknya sangatlah berbanding terbalik. Namun, ia tak ingin langsung berucap menuduh membuatnya berusaha tetap tenang.
"Maaf, saya lewat pintu utama saja. Lantai berapa ya?" tanyanya berusaha bersikap tenang, meski hatinya mulai waspada.
Ponselnya yang ia pegang di depan dada, diarahkan ke mode panggilan nomor Sean.
"Tidak perlu takut, ikut kami saja," ucapnya hendak meraih tangan Yuliana.
Yuliana pun segera menekan panggilan itu. Hatinya berdebar semakin cepat. Berharap panggilannya terhubung.
Yuliana segera mundur beberapa langkah. "Maaf saya permisi," ucapnya segera berbalik akan pergi.
"Hey, hey, hey, tidak perlu takut, kita mau bantu kok." Kedua pria itu segera menghadang.
"Ayo ikut kami," ucap salah satu di antaranya kemudian keduanya menarik Yuliana dengan memaksa.
"Lepas, lepas!" pekik Yuliana semakin panik.
"Tolong lepaskan!" teriak Yuliana.
"Jangan melawan ikut dengan kami!" balas kedua pria itu terus menyeret paksa Yuliana.
Sementara itu di ruangan Sean. Pria yang mendapat panggilan dari nomor tidak dikenal itu, langsung diangkat, mengingat yang dipanggil adalah nomor pribadinya.
Rasa cemas langsung berkumpul, membuatnya segera berlari keluar ruangan.
"Anna, kamu di mana? Apa yang terjadi?" tanya Sean menatap lift merasa bingung harus ke lantai mana.
"Tolong! Aku di lantai 1 parkiran!" teriakan Yuliana itu membuat Sean segera masuk lift, menekan angka satu berharap segera sampai.
"Hey kamu menelepon siapa?" Teriakan pria di sana membuat Sean semakin cemas.
"Anna! Anna hey!" teriak Sean memanggil.
Detik kemudian panggilan itu berakhir. "Oh, shit!" gumamnya berharap bisa segera sampai.
"Anna!" teriak Sean saat telah sampai di area parkiran itu, suaranya menggema di penjuru tempat.
Yuliana yang sudah di bawa ke bagian cukup tersembunyi, mendengar suara Sean membuatnya merasa lega. Yuliana menutup tubuhnya yang mana pakaiannya sudah dirobek paksa.
"Itu? Itu suara Tuan Sean?" ucap keduanya saling memandang dengan panik.
Keduanya lalu menatap Yuliana, lalu tanpa mengatakan apapun mereka berlari meninggalkan Yuliana.
Yuliana menghela nafas lega, ia memeluk lututnya sendiri, dan mulai menangis. Segala ketakutan bermunculan dalam benaknya.
"Anna!" suara Sean diikuti langkah yang mendekat membuat Yuliana mengangkat pandangannya, tubuhnya bergetar dan air matanya mengalir dengan derasnya.
"Hey apa yang terjadi," Sean bertekuk lutut menangkup wajah Yuliana yang tampak pucat pasi.
"Kamu baik-baik saja kan?" tanya Sean beralih menatap perut dan area bawah Yuliana.
Penampilan Yuliana yang hancur menghadirkan sebuah amarah dan rasa khawatir yang besar dalam dirinya.
Bibir Yuliana bergetar ingin berucap, namun ketakutannya masih menguasai dirinya.
"Anna, hey. Katakan siapa yang melakukan ini padamu? Bicaralah Anna," ucap Sean menangkup wajah Anna, dan mengusap setiap air mata yang jatuh.
Yuliana menggeleng tangisannya semakin pecah, membuat amarah Sean tidak lagi bisa dikendalikan.
"Anna! Katakan apa yang terjadi, berhentilah menangis! Ini baru beberapa menit, tidak mungkin kau sudah diperk*sa kan!" sentak Sean dengan suara meninggi. Wajahnya memerah, dan pundak yang naik turun, seiring hembusan nafasnya yang terdengar kasar menyentuh wajah Yuliana.
Yuliana diam beberapa saat, lalu mengangguk. "Iya, iya. Itu belum terjadi, mereka baru mencium dan merobek bajuku. Kamu yakin itu kan?" ucap Yuliana dengan suara bergetar.
Perkataan yang terkesan aneh bagi Sean, membuat pria itu memandang dengan heran.
"Aku tidak melanggar kontraknya. Kata Mommy, aku tidak masalah berhubungan denganmu, asal tidak berhubungan dengan orang lain. Kau percaya itu kan? Mommy tidak akan memintaku menggugurkan kandungan ini kan?" ucap Yuliana kemudian diikuti dengan suara tangisannya yang pecah.
Deg ....
Sean terdiam membisu. Tatapannya teduh memandang wajah takut Yuliana.
"Wanita ini ...." Sean tidak mampu berkata lebih, ia hanya terus memandang Yuliana.
"Aku mencintainya Sean, dia sudah mulai bergerak. Aku tidak ingin kehilangannya. Bantu aku jelaskan pada Mommy," ucap Yuliana dengan suara tangis pilunya membuat hati Sean semakin nyeri.
Perlahan Sean menarik Yuliana masuk dalam pelukannya, mengusap lembut puncak kepala wanita yang selalu membuat hatinya terkejut.
Yuliana bukan mengkhawatirkan dirinya, tapi khawatir kehilangan janinnya. wanita itu terlalu terikat akan kontrak, membuatnya selalu dibayangi ketakutan akan kesalahan kecilnya.
"Kenapa kamu begitu mencintainya, padahal dia bukan anakmu? Jika baru seperti ini, kamu sudah sedih, bagaimana nanti?" batin Sean merasa cinta Yuliana sudah terlalu besar untuk janinnya itu.
Aku tunggu episode selanjutnya kak, Semangat! 🔥
Aku tunggu episode 63 nyaa kakk!
Semangat bikin ceritanya kakk! 🔥
sean jgn terlalu berharap anna mau kembali sama kamu/Sly/
Semoga Yuliana Baik-baik Saja dan Selamat dari Clara,aku bakal sedih kalau ada hal yg terjadi sama Yuliana dan anak-anak nya🤍.Dan semoga Sean bisa cepat minta maaf langsung ke Yuliana.
Aku tunggu episode selanjutnya kak, Semangat 💪