Cassandra Magnolia Payton, seorang putri dari kerajaan Payton. Kerajaan di bagian utara atau di negeri Willems yang dikenal dengan kesuburan tanahnya dan kehebatan penyihirnya.
Cassandra, gadis berumur 16 tahun berparas cantik dengan rambut pirangnya yang diturunkan oleh sang ayahanda dan mata sapphiernya yang sejernih lautan. Gadis polos nan keras kepala dengan sejuta misteri.
Dimana kala itu, Cassandra hendak dijodohkan dengan putra mahkota dari kerajaan bagian Timur dan ditolak mentah-mentah olehnya karena ia ingin menikah dengan orang yang dicintainya dan memilih kabur dari penjagaan ketat kerajaan nya dengan menyamar menggunakan penampilan yang berbeda, lalu pergi ke kekerajaan seberang, untuk mencari pekerjaan dan bertemulah dengan Duke tampan yang dingin dan kejam.
Bagaimana perjalanan yang akan Cassandra lalui? Apakah ia akan terjebak selamanya dengan Duke tampan itu atau akan kembali ke kerajaan nya sendiri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon marriove, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB XIX. Meraih Kemenangan
Langit di atas medan perang Lembah Malam makin kelam, angin dingin berdesir membawa bau darah dan debu. Prajurit Kekaisaran Bulan berdiri dalam formasi kokoh, napas mereka berat tapi penuh kepastian. Di atas bukit kecil, Alaric memandang medan perang dengan mata elang yang begitu tajamnya, pedang kebanggaan miliknya berada di tangan kirinya, sikap tubuhnya tegak siap merata hanguskan musuh yang mengusik hidupnya.
Di bawah sana, pasukan Kekaisaran Matahari mulai bergerak dengan lambat. Jumlah mereka berkali lipat lebih banyak, namun medan perang berbatu ini bukanlah tempat yang mudah bagi mereka. Alaric tahu betul keunggulan ini adalah senjata utamanya.
"Nath," panggil Alaric, suaranya begitu datar. Matanya tetap fokus menatap kebawah, baju perang khasnya mengayun-ayun, terlihat indah jika dilihat dari jauh.
Di sebelahnya, Nathanio—teman sekaligus tangan kanan Alaric—menyerahkan peta, "Mereka terlihat santai, Duke. Tapi mereka sudah mencari celah di barisan kita dan mereka tidak terlalu bodoh."
Alaric mengangguk pelan, "Bagus. Biarkan mereka datang. Sekali mereka masuk ke perangkap, tamatlah riwayat mereka, " senyum seringai menghiasi wajah tampannya, Nathanio bergedik ngeri. Dia tidak sabar untuk menyaksikan keganasan sang Duke.
Nathanio terkekeh kecil, mengejek sang atasan, "Anda memang menyeramkan, Duke. Saya tidak yakin mereka bisa menyisakan orang yang hidup dengan jumlah banyak."
" Kau terlalu banyak bicara, Nath," potong Alaric malas mendengar ocehan tangan kanannya itu.
Nathanio hanya mengangkat bahu sambil menyeringai. Alaric mengangkat tangannya, memberi isyarat kepada pemanah di belakangnya, "Panah pertama, lepaskan!"
Langit dipenuhi ratusan anak panah yang melesat cepat, hujan kematian menghujani barisan depan musuh. Jeritan terdengar di udara, tapi pasukan Kekaisaran Matahari terus maju, melangkahi tubuh teman-teman mereka yang gugur.
Nathanio bersiul pelan melihat kegigihan musuh didepan sana, dia seperti melihat pertunjukan yang begitu mengesankan yaitu 2 Kekaisaran terbesar sedang berperang!
"Bukan waktunya bercanda! Kau bawa pasukan cadangan ke sisi kanan. Waktunya menyergap, jangan lelet!" perintah Alaric dingin.
Nathanio tertawa kecil, memutar pedangnya, "Baik, Duke kejam," Nathanio melesat pergi, memimpin serangan dari sisi kanan dengan kecepatan yang membuat musuh tak sempat bereaksi.
Sementara itu, di garis depan, ksatria Kekaisaran Bulan sudah terlibat dalam pertarungan brutal. Suara logam beradu logam menggema, bercampur dengan jeritan kesakitan. Alaric sendiri akhirnya turun dari bukit, bergabung di tengah pertempuran. Dengan pedangnya, ia memotong siapa saja yang mendekat tanpa ampun.
Menghunuskan pedangnya begitu cepat, memenggal kepala musuh yang niat membunuhnya. Darah berceceran dimana-mana, baju, wajahnya sudah berlumurkan darah. Alaric tidak menyerah untuk meratakan musuh didepannya, di samping itu dia selalu memberikan perintah ke pasukannya mengingat dia adalah pemimpinnya.
Nathanio kembali ke sisi Alaric dengan napas terengah-engah, "Duke, musuh mulai mengeluarkan penyihir utama mereka. Serangan sihir pertama tadi membuat barisan kita hancur!"
Benar saja, dari kejauhan, seorang penyihir Kekaisaran Matahari melangkah maju. Tongkatnya memancarkan cahaya merah menyala sebelum melepaskan bola api besar ke arah pasukan Kekaisaran Bulan.
"PERISAI SIHIR!" teriak salah satu penyihir dari pasukan Alaric, tapi bola api itu lebih cepat. Ledakan besar terjadi, membuat tanah bergetar dan memaksa barisan tengah mundur beberapa langkah.
Alaric menggeram, mengangkat tangannya lagi, "Kirim sinyal ke bukit timur. Sekarang,Nath!"
Kilatan hijau melesat ke langit, diikuti oleh mantra badai yang menghantam pasukan Kekaisaran Matahari. Angin kencang bercampur petir membuat mereka panik dan tercerai-berai.
Namun, di tengah kekacauan itu, mata Alaric tertuju pada seseorang. Seorang pemuda sedang menyembuhkan dirinya menggunakan sihir healer dengan rambut pirang cerah berdiri dengan pedang yang berlumurkan darah.
Alaric langsung saja bergerak tanpa berpikir, hanya mengikuti nalurinya yang menginginkan untuk melindungi lelaki itu. Ia memotong jalan melalui musuh, melindungi pemuda itu dari serangan brutal "Berdiri di belakangku!" katanya singkat.
Pria muda itu hanya mengangguk, terlalu terkejut untuk berbicara. Alaric bertarung dengan intensitas yang luar biasa, melindungi pemuda itu sambil mendorong musuh mundur.
Nathanio mendekat, wajahnya penuh rasa ingin tahu, "Duke, kenapa Anda repot-repot menyelamatkan lelaki ini?"
"Diam, Nath. Lihat saja surai keemasannya, dia adalah orang penting!" jawab Alaric sambil terus bertarung.
Mereka akhirnya membawa pemuda itu ke garis belakang. Nathanio menatap Alaric dengan alis terangkat, "Duke, dia seorang bangsawan bukan?,"
"Hm, dia adalah Putra Mahkota Payton," jawab Alaric dingin, "Aku tidak akan membiarkannya mati di medan perang, dan kau! Antar Putra Mahkota ke tenda para tabib, " titah Alaric yang tidak ingin dibantah. Dengan bantuan Nathanio, Alaric berhasil membawa pemuda itu ke garis belakang pasukan mereka, di mana tabib segera merawat luka-lukanya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Di perpustakaan Kediaman Hexton, Cassa sedang disibukkan membaca buku tebal tentang sihir, dia ingin seperti Kakaknya! Rambutnya diikat sembarangan, dan wajahnya sudah berkeringat setelah latihan bela diri yang melelahkan. Dia memanfaatkan waktu tanpa Alaric agar bisa bebas di kediamannya, tentu saja dia melakukan ini dengan sembunyi-sembunyi.
Ia menutup buku itu dengan keras, "Kenapa sihir begitu rumit?! Membuatku pusing saja," gerutunya.
Salah satu teman dekat Cassa yang merupakan seorang pelayan, mendekat, membawakan segelas air, "Lav, kamu jangan terlalu keras pada dirimu sendiri. Duke pasti tidak ingin kamu terlihat kelelahan seperti ini, kamu kan kesayangan Duke Hexton," godanya.
Cassa meminum air itu dengan cepat, matanya kembali terpaku pada buku, tidak menanggapi godaan temannya, "Aku harus lebih kuat, Sher. Kalau tidak, aku hanya akan menjadi beban dihidupnya dan juga ini adalah keinginanku. Tenang saja!"
Setelah istirahat sebentar, Cassa melanjutkan latihannya di halaman belakang. Ia mencoba mantra perisai, tapi malah menimbulkan ledakan kecil. Tanah bergetar, dan pelayan-pelayan berlarian panik.
"Aku baik-baik saja!" seru Cassa, meski wajahnya penuh debu. Kemudian melanjutkan latihannya, dia mencoba sihir lainnya seperti sihir penyembuhan, sihir teleport. Dia begitu ingin latihan sihir tapi menggunakan elemen yang sudah dibagi.
"Bagaimana caranya agar aku bisa mengetahui aku menguasai sihir apa? Aku tidak memiliki alat yang berbentuk bola itu!, " gumamnya.
"Hmm, Ayah memiliki elemen air dan api. Kakak memiliki elemen es dan air, terus Ibu memiliki elemen tanah dan es. Aku apa ya?, " Cassa terhanyut dalam pikirannya, tidak memperhatikan sekitar. Detik selanjutnya, dia merasakan keanehan dari tubuhnya. Di dalam tubuhnya seperti ada gelombang yang ingin keluar dari tubuhnya. Tidak ingin berlama-lama, dia membaca buku sihirnya kembali lalu mencoba nya.
Ternyata dan ternyata, dia berteleport ke tempat yang tidak diketahuinya, "Selamat datang, Ratuku.. "
***
Pertempuran terus berlangsung hingga malam tiba. Pasukan Kekaisaran Matahari akhirnya mulai mundur, tidak mampu menghadapi serangan gabungan dari pasukan Alaric dan strategi penyihirnya.
Saat fajar menyingsing, pasukan Kekaisaran Matahari mengibarkan bendera putih tanda menyerah. Seorang utusan dari pihak mereka datang ke perkemahan Alaric dengan pesan perdamaian.
"Yang Mulia Kaisar Matahari memohon aliansi dengan Kekaisaran Bulan," kata utusan itu, suaranya bergetar, "Kami mengakui kekalahan kami dan berharap bisa bekerja sama untuk masa depan yang lebih baik."
Alaric menerima pesan itu dengan tenang. Perang telah selesai, tapi Alaric tahu bahwa ini hanyalah awal dari konflik yang lebih besar. Kekaisaran Bulan telah menang, tapi perdamaian selalu menjadi sesuatu yang rapuh di dunia ini.
Dalam tenda pertemuan utama, Alaric duduk di kursi tengah dengan Utusan Kaisar Matahari yang datang, seorang pria paruh baya dengan rambut keperakan, berbicara dengan suara yang penuh penyesalan.
"Kekaisaran Bulan telah menunjukkan kehebatannya di medan perang, dan saya mengakui kesalahan kami karena melibatkan diri dalam konflik ini. Kami tidak ingin memperpanjang permusuhan. Sebagai tanda itikad baik, saya menawarkan aliansi resmi antara kedua kekaisaran."
Kaisar Bulan datang dan langsung duduk di samping Alaric, seorang pria dengan karisma yang luar biasa, menatap dalam-dalam ke arah utusan Kaisar Matahari — Tuan Kennedy, "Apa yang bisa menjamin bahwa ini bukan tipu daya lain untuk mendapatkan keuntungan dari kekuatan kami?" tanyanya dingin.
Kennedy menunduk sejenak, sebelum menjawab, "Saya bersumpah atas perwakilan nama kekaisaran kami. Jika pengkhianatan terjadi, biarkan kehancuran menimpa kami."
Suasana di tenda tegang. Alaric, yang sejauh ini hanya diam, akhirnya berbicara, "Aliansi bisa menjadi langkah yang bijaksana, terutama dengan ancaman dari wilayah lain yang mungkin akan memanfaatkan kelemahan kita. Tapi syaratnya, Kekaisaran Matahari harus memberikan kontribusi nyata. Tidak hanya janji kosong yang kami terima!"
Kennedy mengangguk cepat, "Kami akan memberikan sebagian wilayah perbatasan kami yang kaya sumber daya, sebagai tanda kesetiaan kami."
Kaisar Bulan tersenyum tipis, "Kalau begitu, aliansi ini diterima."
Keputusan itu membawa suasana lega ke dalam tenda. Para penasihat dan perwakilan mulai menyusun dokumen, tapi Alaric memilih meninggalkan tempat itu, kembali ke tenda pasukannya.
***
"Aku tidak menyangka kita akan berakhir dengan menyelamatkan seorang putra mahkota di tengah perang, tapi bukannya perwakilan Kerajaan Payton berada di garda tengah karena mereka memiliki sihir yang kuat?," ujar Nathanio sambil menuangkan anggur ke cangkirnya.
Alaric hanya mengangkat bahu, tatapannya datar, "Aku tidak tahu, tapi menurut ku Putra Mahkota sangat berpotensi dalam berpedang, hanya saja daya tahan tubuhnya lemah."
Nathanio hanya tertawa kecil, kemudian beberapa ksatria masuk ke tenda, wajah mereka dipenuhi rasa syukur. Salah satu dari mereka, seorang kapten muda, maju dan membungkuk dalam-dalam, "Duke Alaric, terima kasih karena telah memimpin kami menuju kemenangan. Kami semua merasa terhormat bisa bertarung di bawah pimpinan Anda."
Alaric hanya mengangguk, balasannya datar, "Kemenangan ini adalah hasil kerja keras semua orang. Tidak ada yang istimewa dariku."
Saat ksatria-ksatria itu pergi, tabib yang menangani Putra Mahkota Kerajaan Payton memasuki tenda dan mengumumkan bahwa Putra Mahkota Peyton sudah sadar.
Alaric mengangguk lalu masuk ke tenda sebelah. Pemuda berambut emas itu duduk di atas tempat tidur, matanya sedikit linglung, "Duke Alaric? Apa Anda yang telah menyelamatkan saya?" katanya pelan, "Terima kasih banyak, Duke."
Alaric mengangguk, lalu berbalik meninggalkan ruang itu tanpa banyak berkata.
...****************...
Beberapa hari kemudian, pasukan Kekaisaran Bulan kembali ke gerbang utama ibu kota. Sambutan meriah dari rakyat memenuhi jalanan, sorak-sorai kemenangan bergema di udara. Alaric tetap menunggangi kudanya dengan ekspresi dingin nan berwibawa nya, meski dalam hati ia merasa lega perang telah selesai. Dia tidak sabar untuk menemui gadis pujaannya. Dia sedang apa ya?
Di gerbang istana, Kaisar Bulan yang telah pulang terlebih dahulu tengah menunggu bersama para raja dan bangsawan dari sekutu mereka. Saat Alaric turun dari kudanya, Kaisar melangkah mendekat, menepuk bahunya dengan bangga, "Kau selalu saja membawa kehormatan bagi kekaisaran kita, Duke. Aku tidak bisa cukup berterima kasih atas kontribusimu."
Alaric hanya tersenyum tipis dan membungkuk, "Itu adalah tugasku, Yang Mulia."
Tiba-tiba, Putra Mahkota Payton muncul dari kerumunan, ditemani oleh seorang lelaki yang lebih tua tapi masih berwibawa yang tak lain adalah Raja Kerajaan Payton — Jasver. Raja itu menatap Alaric dengan penuh rasa syukur.
"Salam Duke Hexton, Saya mendengar bahwa Anda telah menyelamatkan putra saya," kata Jasver, "Sebagai tanda terima kasih, saya mengundang Anda untuk mengunjungi istana kami kapan saja."
Alaric, yang lebih suka menghindari keribetan, hanya mengangguk. "Saya akan mempertimbangkan undangan Anda, Yang Mulia."
Setelah perayaan selesai, Alaric kembali ke kediaman Hexton bersama pasukannya. Jalanan penuh dengan rakyat yang bersorak-sorai, melemparkan bunga ke arah mereka sebagai tanda penghormatan.
Saat sampai di gerbang kediaman, semua pelayan telah berkumpul untuk menyambutnya. Tapi yang menarik perhatian Alaric adalah Cassa, yang berdiri di depan dengan wajah penuh senyuman menyambutnya.
Tanpa berkata apa-apa, Alaric turun dari kudanya, berjalan langsung ke arah Cassa, dan memeluknya erat di hadapan semua orang.
Cassa terkejut, berusaha untuk melepaskan pelukannya. Pipinya memerah, sementara para pelayan saling berbisik di antara mereka, sebagian tersenyum melihat pemandangan itu.
"Lepaskan pelukannya, Duke sialan!," umpat Cassa agar bisa melupakan rasa malunya.
Alaric berbisik, "Biarkan seperti ini, Lavie," dia mengeratkan pelukannya seolah ingin memastikan bahwa ia benar-benar kembali ke rumah, ke tempat di mana ia merasa paling tenang.
"Selamat datang kembali, Duke. Akhirnya Anda pulang.."
"Kiw kiw" — tertanda Nathanio.
— Bersambung —