Demi melanjutkan hidup, Hanum terpaksa melarikan diri keluar kota untuk menghindari niat buruk ayah dan ibu tiri yang ingin menjualnya demi memperbanyak kekayaan. Namun siapa sangka kedatangannya ke kota itu justru mempertemukannya dengan cinta masa kecilnya yang kini telah menjadi dosen. Perjalanan hidup yang penuh lika-liku justru membawa mereka ke ranah pernikahan yang membuat hidup mereka rumit. Perbedaan usia, masalah keluarga, status, masa lalu Abyan, dan cinta segitiga pun turut menjadi bumbu dalam setiap bab kisah mereka. Lalu gimana rasanya menikah dengan dosen? Rasanya seperti kamu menjadi Lidya Hanum.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Izzmi yuwandira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eight
"Silahkan di minum Hanum" Wijaya menawarkan segelas wine pada Hanum.
"Maaf pak Wijaya, saya gak biasa minum yang seperti ini. Bisa minta air putih aja?" Tanya Hanum.
"Kamu ini kolot sekali sih Hanum, coba dulu biar tahu gimana rasanya. Kalau belum diminum ya kamu gak akan pernah tau gimana rasanya"
Wijaya menyodorkan gelas itu kehadapan Hanum.
"Maaf pak, tolong jangan paksa saya"
Hanum sekali lagi menolak, ia bahkan memalingkan wajahnya dari segelas wine yang di pegang oleh Wijaya.
Wijaya kesal dan meletakan gelas wine itu di samping gelas miliknya.
Hanum terus menjaga jarak dari Wijaya yang terus mendekatinya dengan paksa.
Hanum mulai tidak nyaman dengan tempat itu, musik yang keras, bau rokok, bau alkohol yang tidak ramah di indra penciumannya benar-benar membuat kepala nya pusing.
Bahkan beberapa kali ia melihat banyak pasang kekasih yang mengumbar kemesraan di tempat itu. Wijaya benar-benar brengsek karena telah membawanya ketempat kotor seperti itu.
Wijaya meninggalkan Hanum duduk sendirian di sofa berwarna merah, sedangkan pria itu tengah bermesraan dengan wanita lain di ujung sana.
Benar-benar menjijikkan. Hanum melihat jam di pergelangan tangannya, waktu menunjukkan pukul 23.00. Hanum harus segera pulang.
Hanum berusaha menghampiri Wijaya yang kini tengah bermesraan dengan tiga orang wanita di ujung sana. Ia bersusah payah melewati keramaian serta menghirup bau-bau yang amat menyengat melewati hidungnya.
"Ini udah larut malam pak, sebaiknya kita pulang" ucap Hanum.
Wijaya yang tengah asik membelai wanita malam itu tidak mendengar panggilan Hanum.
"Pak Wijaya!!!" Teriak Hanum.
Wijaya menotice Hanum yang sudah berada di belakangnya.
"Eh kenapa Hanum? Mau ikutan juga?" Tanya Wijaya.
"Enggak, saya mau pulang. Ini udah malam" teriak Hanum.
"Ah kenapa cepat banget??" Tanya Wijaya.
"Besok saya harus sekolah" jawab Hanum jujur.
Wanita di hadapan Wijaya terkekeh.
"Masih bocil? Ngapain kamu ajak kesini? Ntar di cariin mama nya loh" wanita itu tertawa kecil.
"Antarin saya pulang pak" ucap Hanum.
Wijaya sangat kesal, sebab Hanum terus merengek.
"Ini udah jam 11" ucap Hanum.
Wijaya menepisnya kasar.
"Pulang sendiri!! Jangan ganggu aku" ucap Wijaya.
"Pulang sendiri?? Bapak gila ya? Aku bahkan gak tau wilayah ini" ucap Hanum.
"Aku gak peduli, pulang sana sendiri kalau berani. Tapi kalau gak mau pulang..." Wijaya menggantung kalimatnya, ia mengeluarkan kunci kamar dan memperlihatkan nya pada Hanum.
"Kamu bisa tidur di kamar ini, nanti saya susul Hanum" sambung Wijaya, pria itu sudah mabuk berat. Bahkan ia sudah sempoyongan dan tidak sanggup berdiri.
"Ehh apaan sih??" Hanum kesal, ia menepis tangan Wijaya yang berusaha merangkul pundaknya.
"Ini kuncinya sayang" ucap Wijaya seraya menjatuhkan kunci kamar yang ia pegang.
"Ayo sayang" wanita itu mengajak Wijaya menjauh dari Hanum.
"Brengsek!!!" Maki Hanum seraya menginjak kunci kamar yang jatuh ke lantai.
Hanum pun segera pergi dari tempat itu. Ia berjalan kaki dengan maksud menuju halte. Namun sayang tempat itu amat terpencil, dan sulit menemukan halte.
Entah tempat seperti apa ini, bahkan ia tidak melihat mobil seperti taksi atau kendaraan lainnya berlalu lalang di jalanan itu.
Akhirnya Hanum memutuskan pulang dengan berjalan kaki.
***
Abyan sampai dirumah. Pria itu merebahkan dirinya di sofa.
Rumah warisan dari almarhum kakek nya adalah sebuah mahakarya arsitektur – modern yang memancarkan kemewahan dan keanggunan dari setiap sudutnya. Rumah tersebut berdiri diatas lahan seluas 10 hektar yang dipenuhi dengan taman yang dirancang dengan gaya eropa, lengkap dengan air mancur serta patung antik dan dalan setapak berbatu.
Rumah sebesar ini dan hanya ia sendiri yang tinggal didalamnya. Sebenarnya Abyan membuka kost dirumah itu dan pernah ada beberapa mahasiwa yang kost dirumahnya namun sekarang sudah jarang. Jadi pemasukan Abyan pun sedikit. Tadinya semua uang kost itu ia pergunakan untuk membayar tagihan rumah sakit oma nya.
Rumah yang ditinggalinya saat ini bukan hanya simbol kekayaan, melainkan juga menjadi pusat konlik keluarga. Karena sadam sangat mengincar rumah mewah ini, Sadam menganggap rumah ini adalah haknya, mengabaikan keinginan almarhum kakek yang mewariskannya secara langsung pada istri dan anaknya setelah mereka berpisah.
Sadam bahkan berkali – kali menawarkan Abyan untuk tinggal di kediaman Tirtayasa, namun berkali – kali juga abyan menolak tawaran itu. Bahkan sebelum menerima ajakan ayahnya untuk tinggal bersama, ia sudah bisa membayangkan bahwa rumah itu akan seperti neraka kehidupan baginya.
Rumah ini adalah satu-satunya pemberian dari ibunya sebelum meninggal. Bahkan semua surat rumah dan tanah ini sudah atas nama Abyan sendiri.
Tidak tahu kenapa rumah ini sudah lebih dari 3 kali di incar oleh beberapa rekan kerja ayahnya. Mungkin karena desain rumah nya yang tidak biasa, terlebih lagi suasana rumah ini sangat nyaman.
Abyan tidak tinggal seorang diri, ia ditemani oleh seekor kucing Persia berwarna putih dan kura-kura tua yang tinggal di dalam aquarium.
Baginya kedua hewan peliharaannya itu adalah teman rumah terbaiknya.
***
Hanum terbangun dari tidur singkatnya, ia mengerjapkan kedua matanya beberapa kali dan melihat jam dinding.
Ia merasakan pegal-pegal di sekujur tubuhnya, terutama kakinya. Ia sangat lelah karena berjalan semalaman menuju jalan pulang.
Ia memaksa dirinya sendiri agar bangun dan segera mandi.
Begitu keluar dari kamar, ia menemukan Mario tengah duduk bersantai diruang tamu.
"Gimana tadi malam? Seru kan?" Tanya Mario.
Hanum hanya diam, ia malas menanggapi pertanyaan ayahnya.
"Nggak ada yang seru, apa seru nya pergi ngedate sama kakek-kakek?"
"Jaga bicara mu itu Hanum!!" Bentak mario.
"Coba deh ayah pikir sendiri, siapa sih yang mau di jodohin sama seseorang yang umurnya beda jauh banget dari kita? Memangnya ayah mau menikah sama nenek-nenek? Ayah bayangin aja sendiri, ayah harus melayani nenek-nenek yang mungkin seumuran sama nenek nya july. Ayah mau?Nggak kan?"
"Hanumm!!!!" Mario menampar pipi Hanum.
"Kelewatan sekali bicara mu itu, bicara sekali lagi kayak gitu. Ayah gak akan segan-segan robek mulut mu"
"Robek aja, mungkin dengan aku cacat. Kakek itu hilang nafsu sama aku"
"Ayoo yah, pukul aku sekali lagi. Tampar sekal lagi, itu kan mau ayah?"
Mario menahan tangannya yang sudah ia kepal.
Hanum mengambil tas sekolah nya dan pergi.
Hanum pergi keluar rumah. Ia tidak peduli dengan darah segar yang mengalir di sudut bibirnya.
Semua mata mengarah padanya, mulai terdengar beberapa bisik-bisik tetangga yang sedang menggibah tentang ia dan keluarganya.
Namun Hanum tidak peduli, ia mengabaikan semua perkataan yang menurutnya tidak penting. Karena ia lebih tahu bagaimana kondisi keluarganya dibanding orang lain.
Disisi lain,Ia juga merasa lega karena telah berkata seperti itu pada ayahnya. Walau sebenarnya ia belum puas memaki pria tua bau tanah itu.
Ratna keluar dari kamar dan berjalan menghampiri Mario di ruang tamu.
"Kemana Hanum pergi tadi malam?" Tanya Ratna.
"Bukan urusanmu" elak Mario.
"Kamu jangan bohong!!!! Jawab!! Kemana Hanum pergi tadi malam?"
"Dia gak kemana-mana"
"Kamu benar-benar kelewatan yah mas, kamu bius aku supaya bisa nyerahin Hanum ke pria itu?? Bajingan kamu!"
Mario, kehilangan kesabaran. Ia lalu berdiri dan mencekik leher Ratna.
"Kalau ia kenapa??? Kenapa??? Kalau kamu masih mau hidup, jangan halangi jalan ku. Dasar istri pembawa sial!!"
Ratna berusaha melepaskan tangan Mario yang mencengkram lehernya. Terasa sangat sakit, dan rasanya ingin mual.
Mario lalu melepaskan kedua tangannya dari leher Ratna.
"Kalau kamu ikut campur, aku akan kasih yang lebih parah" ucap Mario.
Ratna memegang leher nya, ia kehabisan nafas.
Mario benar-benar jahat. Ratna sangat tidak sanggup menghadapi nya.
Memutuskan untuk pergi, Ratna tidak punya tempat tujuan. Ia hanyalah anak yatim piatu, ia tidak punya pekerjaan, dari kecil di besarkan di panti asuhan. Sedangkan mertuanya, sama saja dengan Mario yang gila harta.
***
Lanjut lee
gue bolak balik check mana cuman 1 bab lagi Thor 😭😭 tegaaaaaa banget...
Btw gue suka banget kak, sama pemeran pendukung nya, dimas sama Arumi semoga jadian yaaa 🤣🤣🤣🤣