GURUKU ADALAH CINTAKU, BIDADARI HATIKU, DAN CINTA PERTAMAKU.
******
"Anda mau kan jadi pacar saya?" Seorang pria muda berjongkok, menekuk satu kakinya ke belakang. Dia membawa sekuntum mawar, meraih tangan wanita di hadapannya.
Wanita itu, ehm Gurunya di sekolah hanya diam mematung, terkejut melihat pengungkapan cinta dari muridnya yang terkenal sebagai anak dari pemilik sekolah tempatnya bekerja, juga anak paling populer di sekolah dan di sukai banyak wanita. Pria di hadapannya ini adalah pria dingin, tidak punya teman dan pacar tapi tiba-tiba mengungkapkan cintanya ... sungguh mengejutkan.
"Saya suka sama anda, Bu. Anda mau kan menerima cinta saya?" lagi pria muda itu.
"Tapi saya gurumu, Kae. Saya sudah tua, apa kamu nggak malu punya pacar seperti saya?"
Sang pria pun berdiri, menatap tajam kearah wanita dewasa di hadapannya. "Apa perlu saya belikan anda satu buah pesawat agar anda menerima cinta saya? saya serius Bu, saya tidak main-main,"
"Tapi..."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Grace caroline, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 20. Aku Esa
"Aku nggak tau kenapa aku bisa suka sama kamu. Kamu guruku dan kita baru kenal. Rasanya waktu berjalan gitu aja, aku nggak bisa menahan perasaan aku. Awalnya aku ngira kalau aku cuma kagum aja sama kamu ...
Tapi ternyata ... hmm, aku beneran suka sama kamu, Dear. Aku cinta sama kamu. Setelah ketakutanku untuk berhubungan dengan lawan jenis akhirnya aku menemukanmu ...
Makasih ya udah menerimaku, walaupun itu butuh waktu yang lama," Senyum Kaesang merekah, jemarinya lembut mengelus pipi Tyas.
Awalnya, canggung memang, mengingat masa lalu mereka sebagai guru dan murid. Namun, seiring waktu, rasa nyaman dan cinta mengalahkan rasa canggung itu. Di dalam hatinya, benih cinta dan kasih sayang terus tumbuh, semakin mengukuhkan keyakinan bahwa Tyas adalah wanita yang benar-benar ia cintai.
Tyas membalas senyuman Kaesang dengan hangat, tangannya mengalung manja di leher Kaesang. Perasaan yang sama berbisik di hatinya, menggemakan cinta yang tumbuh subur di antara mereka.
"I'm just like you. Aku emang merasa nyaman sama kamu, sampai akhirnya aku sadar kalau aku mencintaimu. Maafin aku karena aku udah terlambat untuk menyadari perasaanku ...
Harusnya sejak lama aku menerima perasaanmu dan pacaran. Makasih ya karena kamu udah mau pacaran dengan perempuan tua sepertiku," Tyas berkata jujur, mengakui rasa nyamannya yang berujung pada cinta.
Kaesang langsung menempelkan jari telunjuknya di bibir Tyas, sambil berdesis, menyuruh Tyas untuk diam.
"Kamu masih dua lima, Dear. Kamu belum tua. Stop bilang kamu tua, kamu masih sangat cantik dimataku." puji Kaesang, membuat Tyas tersipu malu. Pipinya merona merah, jantungnya berdebar kencang.
Dia memukul pelan dada Kaesang, senyumnya mengembang. "Bisa aja kamu." balas Tyas, matanya berbinar.
"Eh, kamu mau kita publish hubungan kita atau tutupin aja?" tanya Kaesang sambil terkekeh pelan. "Kalau aku sih, pengen semua orang tau. Biar di sekolah atau di mana pun, nggak ada lagi yang deketin aku." Keinginannya sederhana: dia ingin dunia tahu bahwa Tyas adalah miliknya. Tapi Tyas? Apa maunya?
Tyas terdiam, seperti berpikir. Beberapa saat kemudian dia menjawab. "Kita tutupin aja ya, Sayang. Aku belum siap untuk semua orang tau hubungan kita. Aku nggak mau kamu di hujat gara-gara pacaran sama perempuan seperti aku," Suaranya sedikit bergetar, matanya berkaca-kaca, mengungkapkan rasa takut dan keraguannya.
Mendengar Tyas memanggilnya dengan sebutan sayang, Kaesang langsung merasa kikuk. Senang, sih, tapi ada sedikit rasa sedih juga mendengar nada Tyas. Dia nggak mau Tyas terus-terusan pesimis. Kaesang ingin Tyas memandang hubungan mereka dengan positif, tanpa rasa takut sedikit pun.
"Apapun yang kamu mau, Dear. Kita bisa merahasiakan hubungan ini, tapi jangan lupa ya, sekarang aku pacar kamu. Jangan sampai kamu lupa dan nggak ngabarin aku," ujar Kaesang dengan wajah cemberut. Lucu sekali, menggemaskan. Semenjak mereka pacaran beberapa waktu lalu, perubahan sikap dan ekspresi Kaesang sangat kentara.
Tyas membingkai wajah Kaesang, mengelus pipinya dengan lembut, seolah Kaesang adalah seorang bayi.
"Siapp, Sayang. Aku bakal ngabarin kamu setiap hari. Janji deh, nggak akan lupa. Aku juga akan selalu ngasih kamu pap kalo kamu mau," Tyas pun juga sama seperti Kaesang. Perubahan sikap dan gaya bicaranya pun terlihat jelas. Sangat hangat dan romantis.
Kaesang tidak bisa lagi menahan keinginannya untuk membawa Tyas dinner. Dia menarik tangan Tyas, mengajaknya berdiri, lalu menatap kearahnya.
"Kita dinner yuk, ngerayain hari jadian kita. Aku mau ajak kamu ke restoran milik Om aku, tempatnya romantis banget, kamu pasti suka. Kamu belum makan, kan?" Kaesang menatap Tyas dengan penuh cinta, dan Tyas membalasnya dengan senyuman yang sama hangat. Keduanya saling berbagi tatapan, menunjukkan rasa sayang yang terukir di hati mereka.
Tyas menggeleng. "Aku belum makan. Nggak tau tadi kenapa aku nggak mood gitu buat makan. Ehm, tapi kita pergi gini nggak bakal ada yang ngenalin kita, Yang?
Kamu kan anaknya pak Indra, pengusaha tersukses seasia tenggara," Tyas merasa takut jika akan ada yang mengenali mereka nanti saat dia pergi dengan Kaesang.
Melihat Tyas ketakutan, Kaesang segera mengajaknya menuju parkiran. Di sana, ia membukakan pintu mobil untuk Tyas dan segera menyusul masuk. Dengan perlahan, Kaesang memasangkan sabuk pengaman untuk Tyas, lalu untuk dirinya sendiri.
Mobil pun melaju, mengantar mereka menuju restoran romantis milik Paman Kaesang. Sebuah restoran bergaya Australia klasik yang selalu ramai dikunjungi anak muda.
"Tenang aja, di sana aman kok. Restorannya juga privasi banget, kayak rumah sendiri. Lagian, yang punya paman aku, jadi kamu nggak perlu khawatir." Kaesang menoleh sebentar ke arah Tyas, senyumnya mengembang. Dia meletakkan tangannya di atas tangan Tyas yang tergeletak di pahanya, lalu menggenggamnya erat.
Sesampainya di restoran, Kaesang memarkirkan mobilnya dan menggandeng tangan Tyas menuju pintu masuk. Keduanya memasuki ruangan, memesan sebuah meja yang cukup privasi untuk menikmati makan malam berdua.
Kaesang menarik kursi untuk Tyas, lalu duduk di hadapannya, meja kecil memisahkan mereka. Tak lama kemudian, seorang pelayan mendekat, membawa buku menu kosong di tangannya.
"Mau pesan apa, mas, mbak?" tanya pelayan itu ramah.
Kaesang menoleh kearah Tyas. "Kamu mau pesan apa, Dear?" tanyanya dengan nada lembut.
Tyas membuka buku menu, matanya terbelalak. Deretan hidangan mewah yang belum pernah ia temui di tempat lain, bahkan di rumahnya sendiri, terpampang di sana. Harganya pun tak kalah mengejutkan, seperti harga perhiasan saja makanan itu.
Melihat raut wajah Tyas yang ragu, Kaesang langsung berkata, "Kamu nggak usah ragu gitu. Kamu mau pesan apa, semua yang kamu mau bakal aku turutin." kata Kaesang.
Tyas pun mengangguk dan menoleh kearah pelayan. "Saya mau Italian style spaghetti bolognese sama minumannya matcha coffee," ujarnya. Wah, pilihan makanannya menarik juga! Selera Tyas cukup oke.
"Oke, terus masnya, mau pesan apa?" tanya pelayan itu kepada Kaesang setelah dia mencatat pesanan Tyas di kertas yang dibawanya.
"Saya mau makanannya disamain sama pacar saya aja, terus minumannya Espresso non gula sama oh iya, tambahin peach honey cake satu ya." jawab Kaesang.
Pelayan itu segera mencatat makanan dan minuman yang Kaesang pesan. "Baik, tunggu sebentar ya mas, mbak, pesanan akan segera siap." Kata pelayan itu, setelahnya dia membalikkan badannya dan pergi dari sana, menuju ke dapur restoran.
Setelah pelayan itu pergi Kaesang meraih dan mengusap lembut tangan Tyas. "Aku mau ngomong sesuatu sama kamu."
Rasa penasaran langsung menggerogoti hati Tyas. "Apa, Sayang?" tanyanya, matanya menyipit.
Pipi Kaesang langsung bersemu merah saat mendengar Tyas memanggilnya Sayang. Deg-degannya belum hilang. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri.
"Ehm, ini soal ... soal orang yang dulu pernah menjadi teman masa kecilku. Orang yang memberiku rasa nyaman dan cinta. Dia--" Ucapan Kaesang terpotong. Wajah Tyas mengerut, matanya tajam menusuk.
"Rasa nyaman dan cinta? Maksudmu apa?!" Tyas terdengar ketus. Kaesang bisa merasakan cemburu yang membara di mata Tyas. Tapi apa yang mau dia ceritakan juga berhubungan dengan Tyas. Lucu juga melihat Tyas cemburu begini.
"Jangan marah dulu, Dear. Dengerin aku dulu." ujar Kaesang, berusaha menenangkan Tyas yang terlihat sangat kesal. Tyas berdiri dari kursinya, hendak pergi. Kaesang ikut berdiri, meraih tangan Tyas dan menahannya.
"Aku mau pergi aja. Tiba-tiba aku jadi nggak mood buat makan!" Tyas melepas tangan Kaesang yang menggenggam lengannya. Dia beranjak hendak pergi, namun Kaesang berteriak lantang, membuat Tyas menghentikan langkahnya dan menoleh. Matanya tampak membulat karena terkejut.
"Aku Esa, Dear. Teman masa kecilmu. Kamu kak Zarina, kita pernah berteman waktu kecil. Orang yang aku maksud tadi kamu, kak Zarina." teriak Kaesang.
Tyas terdiam, matanya membulat seperti bola pingpong. "Hah? Apa?"
"Iya, aku Esa, teman masa kecil kamu. Kamu lupa ya? Kita dulu sering main bareng di taman, main petak umpet, main kejar-kejaran... eh, kamu masih inget nggak?" Kaesang berusaha meyakinkan Tyas.
Tyas masih mengerutkan kening, "Masa sih? Aku nggak ngerasa kalau kamu itu Esa. Kamu sama sekali nggak mirip dia. Jangan-jangan kamu bohong, ya?!" Mata Tyas melotot, suaranya meninggi. Dia mulai curiga, menganggap Kaesang sedang mengelabui dirinya.
Kaesang berjalan menghampiri Tyas, dia menghela napas panjang. Cukup sedih melihat Tyas tidak percaya padanya. "Kalau aku nunjukin ini apa kamu mau percaya sama aku, Dear?" Kaesang mengambil dompetnya, membukanya, dan mengeluarkan secarik foto usang masa kecilnya, lalu menunjukkannya kepada Tyas.
Tyas menerima foto itu dengan ragu, matanya menatap foto itu dengan saksama. Begitu matanya menangkap gambar di foto itu, matanya langsung membelalak kaget. Dia menoleh ke arah Kaesang, suaranya gemetar, "J-jadi kamu Esa? Kamu beneran Esa?"
Kaesang tersenyum, mengangguk pelan. "Iya, Dear."
Tanpa ragu, Tyas langsung memeluk Kaesang erat-erat. Air matanya perlahan mengalir, membasahi pipinya.
Kaesang membalas pelukan Tyas, erat dan hangat, lega karena akhirnya Tyas percaya padanya. Mereka berpelukan dalam diam, menikmati kehangatan tubuh dan debar jantung yang saling bersahutan, seperti bisikan cinta yang tak perlu kata.
Setelah beberapa saat, Tyas melepaskan pelukannya, matanya masih berkaca-kaca saat menatap Kaesang. "Maafkan aku, Sayang. Aku nggak nyangka kalau kamu itu Esa. Aku senang banget bisa bertemu denganmu lagi setelah sekian lama."
Kaesang tersenyum, jari-jarinya lembut mengusap pipi Tyas. "Nggak apa-apa, Dear. Yang penting sekarang kita udah ketemu lagi. Aku juga nggak nyangka kalau kamu itu Kak Zarina. Beneran deh, aku kaget banget."
Bersambung ...