Judul: Bunga yang Layu di Hati Sahabat
Sasa dan Caca adalah sahabat karib sejak SMA. Mereka selalu bersama, berbagi impian, tawa, dan bahkan tangis. Sasa, yang dikenal lembut dan penuh kasih, melanjutkan hidupnya dengan menikahi Arman setelah menyelesaikan kuliah nya, pria yang selama ini menjadi cinta sejatinya. Sementara itu, Caca, yang masih berjuang menemukan cinta sejati, sering merasa kesepian di tengah gemerlap kehidupannya yang tampak sempurna dari luar.
Namun, retakan mulai muncul dalam hubungan persahabatan mereka ketika Caca diam-diam menjalin hubungan terlarang dengan Arman. Perselingkuhan ini dimulai dari pertemuan yang tak disengaja dan berkembang menjadi ikatan penuh godaan yang sulit dipadamkan. Di sisi lain, Sasa merasa ada sesuatu yang berubah, tetapi ia tak pernah membayangkan bahwa sahabat yang paling dipercayainya adalah duri dalam rumah tangganya.
Ketika rahasia itu terungkap, Sasa harus menghadapi penghianatan...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon icha14, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
acara 4 bulanan
Pagi itu, rumah kecil Sasa dan Arman penuh dengan kesibukan. Sejak subuh, dapur sudah dipenuhi aroma masakan yang menguar ke seluruh ruangan. Salwa dan Rahayu bergantian mengaduk masakan di atas kompor, sementara Sasa sibuk memastikan semua dekorasi berjalan sesuai rencana. Hari ini adalah hari syukuran empat bulan kehamilan Sasa, momen spesial yang mereka persiapkan dengan penuh antusiasme.
Di kamar, Sasa berdiri di depan cermin, mengenakan gamis pastel yang elegan dengan detail renda halus di bagian lengannya. Hijabnya, yang juga bernuansa pastel, terpasang rapi, menyempurnakan penampilannya. Ia menatap bayangannya sesaat, menyentuh perutnya yang mulai terlihat sedikit membuncit. Ada rasa syukur yang mendalam, bercampur dengan harapan besar untuk bayi kecil yang tengah ia kandung.
"Sayang, kamu udah siap?" Suara Arman terdengar dari luar pintu.
"Iya, Mas. Sebentar lagi," jawab Sasa sambil merapikan kerudungnya sekali lagi.
Ketika pintu terbuka, Arman berdiri di sana dengan senyum hangat. Ia mengenakan baju koko putih bersih yang senada dengan ayahnya, Sofyan, ayah mertuanya, Arfan, dan Akbar. Penampilannya sederhana tapi tetap memancarkan wibawa seorang calon ayah yang penuh tanggung jawab.
"Kamu cantik banget, Sas," puji Arman, matanya berbinar.
Sasa tersipu, tersenyum kecil. "Mas juga kelihatan ganteng hari ini."
Mereka berdua tertawa kecil sebelum melangkah keluar menuju ruang tamu, tempat keluarga sudah berkumpul. Salwa dan Rahayu, yang juga mengenakan gamis seragam pastel dengan Sasa, sibuk memastikan makanan tersaji dengan rapi di atas meja.
Kehangatan Keluarga di Tengah Persiapan
"Masya Allah, Sasa. Kamu cantik sekali," puji Rahayu begitu melihat menantunya berjalan ke ruang tamu.
"Betul, warna pastel ini cocok banget sama kamu," tambah Salwa sambil tersenyum bangga.
"Terima kasih, Bu. Ini ide Ibu juga, kan, buat seragaman," jawab Sasa dengan nada riang.
Sementara itu, Arfan dan Sofyan sedang memeriksa dekorasi di teras depan. Mereka memastikan lampu-lampu hias yang Akbar pasang malam sebelumnya berfungsi dengan baik. Di sudut, Akbar sibuk memotret detail dekorasi dan suasana rumah dengan ponselnya.
"Eh, Kak Sasa, kalau acaranya selesai, fotonya aku cetak, ya. Biar bisa dipajang di rumah," katanya dengan semangat.
Sasa tertawa mendengar ucapan adiknya. "Iya, Bar. Nanti pilih fotonya yang bagus, ya."
Tamu mulai berdatangan satu per satu. Tetangga sekitar, teman-teman Arman dari kantor, serta beberapa kerabat dari keluarga besar kedua belah pihak memenuhi ruang tamu dan halaman. Anak-anak kecil berlarian di halaman depan, sementara para ibu sibuk mengobrol di sudut dapur.
Doa dan Harapan untuk Keluarga Kecil Sasa
Acara dimulai dengan lantunan ayat suci Al-Qur’an yang dibacakan oleh seorang ustaz. Semua tamu duduk dengan khidmat, mendengarkan doa yang dipanjatkan untuk keselamatan Sasa, bayi yang dikandungnya, dan juga keluarga kecil mereka.
Arman duduk di samping Sasa, menggenggam tangannya dengan lembut. Ia tahu bahwa momen ini sangat berarti, tidak hanya untuk mereka berdua, tapi juga untuk keluarga besar yang hadir memberikan doa dan dukungan.
Setelah doa selesai, ustaz memberikan sedikit tausiyah tentang pentingnya bersyukur dan menjaga amanah yang telah diberikan oleh Allah. Ucapannya menyentuh hati banyak orang, terutama Sasa, yang tak bisa menahan rasa harunya.
Sesi Potret Keluarga dan Kebahagiaan yang Terpancar
Setelah acara doa selesai, semua keluarga inti berkumpul untuk sesi foto bersama. Sasa berdiri di tengah dengan Arman di sampingnya, sementara Salwa, Rahayu, Arfan, Sofyan, dan Akbar berdiri mengelilingi mereka.
"Eh, senyum yang lebar, ya. Nanti fotonya buat dipajang di ruang tamu!" ujar Akbar sambil mengatur timer kamera ponselnya.
Mereka semua tertawa kecil, kemudian berdiri dengan pose terbaik mereka. Lampu kamera berkedip beberapa kali, mengabadikan momen penuh kebahagiaan itu.
Di sudut lain, para tamu sibuk menikmati hidangan yang telah disiapkan oleh Salwa dan Rahayu. Ada beragam makanan khas seperti opor ayam, sate lilit, dan kue tradisional yang menggugah selera. Semua tamu memuji rasa masakan yang lezat, dan Salwa dengan rendah hati menjelaskan bahwa sebagian besar hidangan merupakan hasil tangannya sendiri.
Percakapan Hangat di Tengah Acara
Di sela-sela acara, Arman berjalan ke arah Arfan yang tengah berbincang dengan Sofyan di sudut halaman.
"Pak, terima kasih banyak udah bantuin acara ini. Kalau nggak ada Bapak sama Pak Sofyan, kayaknya aku bakal kerepotan banget," ucap Arman dengan nada tulus.
Arfan menepuk bahu menantunya dengan bangga. "Sama-sama, Man. Kamu udah jadi suami dan calon ayah yang baik. Jangan pernah ragu untuk minta bantuan keluarga, ya."
Sofyan mengangguk setuju. "Betul, Man. Keluarga itu penopang kita. Kalau ada apa-apa, jangan sungkan."
Sementara itu, di dalam rumah, Sasa sedang berbincang dengan beberapa tetangga dan kerabat. Mereka semua memuji kecantikan dan kesederhanaannya.
"Sasa, kamu ini calon ibu yang hebat. Tetap sehat, ya, Nak," kata seorang tetangga yang lebih tua.
"Iya, Bu. Mohon doanya, ya," jawab Sasa sambil tersenyum.
Penutupan yang Penuh Makna
Menjelang sore, para tamu mulai berpamitan satu per satu. Rumah kecil Sasa dan Arman kembali sunyi, meski aroma makanan masih tercium di udara. Salwa dan Rahayu mulai membereskan sisa-sisa acara, sementara Arfan dan Sofyan membantu melepas dekorasi.
Sasa duduk di sofa bersama Arman, memegang tangan suaminya dengan erat. Wajahnya terlihat lelah, tapi senyumnya tak pernah hilang.
"Mas, makasih ya. Ini semua nggak akan mungkin terjadi tanpa bantuan kamu," ucapnya pelan.
Setelah doa bersama dan tausiyah dari ustaz selesai, suasana di rumah Sasa dan Arman mulai mencair. Para tamu dipersilakan untuk menikmati hidangan yang telah tersaji di meja panjang di ruang makan dan halaman belakang. Hidangan khas Nusantara yang lezat, seperti opor ayam, sate lilit, nasi kuning, dan aneka kue tradisional, memanjakan setiap tamu yang hadir. Suasana terasa hangat dan penuh canda tawa.
Sasa duduk di salah satu sudut ruang tamu, menikmati sepiring makanan yang telah diambilkan oleh Arman. Ia memilih duduk sedikit di belakang agar bisa beristirahat sejenak. Kehamilan yang kini memasuki bulan keempat memang membuatnya mudah lelah, tapi ia tetap merasa bahagia melihat acara berjalan lancar.
Tak lama kemudian, seorang wanita muda dengan senyum ramah mendekatinya. Wanita itu adalah Fitri, istri Agus, salah satu rekan kerja Arman. Fitri membawa sepiring makanan dan langsung menyapa hangat begitu sampai di hadapan Sasa.
"Assalamualaikum, Sasa. Gimana kabarnya?" Fitri membuka percakapan sambil duduk di kursi di sebelah Sasa.
"Waalaikumsalam, Mbak Fitri. Alhamdulillah baik. Mbak sendiri gimana?" Sasa membalas dengan senyum ramah.
"Alhamdulillah, baik juga. Wah, kamu kelihatan cantik banget, Sas. Auranya makin bersinar sejak hamil," puji Fitri sambil memandang Sasa dengan tulus.
Sasa tertawa kecil, merasa tersipu. "Makasih, Mbak. Tapi mungkin karena efek gamis pastel ini kali, ya, biar kelihatan beda."
Fitri ikut tertawa kecil sebelum melanjutkan, "Eh, ngomong-ngomong, aku dengar dari Agus, kamu lagi hamil anak kembar? Beneran, Sas?"
Sasa mengangguk, matanya berbinar. "Iya, Mbak. Alhamdulillah, dokter bilang aku hamil kembar. Awalnya aku nggak nyangka, tapi sekarang aku makin excited, meski ya capeknya dobel."
Fitri terkejut sekaligus kagum. "Masya Allah, luar biasa! Pasti rasanya campur aduk, ya? Senang, kaget, tapi juga harus ekstra hati-hati."
"Iya, Mbak. Apalagi ini kehamilan pertama aku, jadi kadang masih banyak belajar. Untungnya Arman selalu bantu, jadi aku nggak terlalu kewalahan," ujar Sasa sambil tersenyum, mengingat perhatian suaminya.
Fitri mengangguk paham, lalu melanjutkan dengan nada antusias. "Kalau aku jadi kamu, mungkin bakal panik, Sas. Tapi aku yakin kamu bisa handle semuanya. Eh, by the way, kamu udah tahu jenis kelaminnya belum?"
"Belum, Mbak. Kata dokter baru bisa ketahuan pas usia lima bulan nanti. Tapi aku dan Arman sih nggak terlalu mikirin cowok atau cewek, yang penting sehat," jawab Sasa.
Fitri mengangguk setuju. "Bener banget. Kesehatan bayi dan ibu yang paling penting. Aku doain semoga semuanya lancar sampai persalinan nanti, ya."
"Aamiin, makasih banyak, Mbak," balas Sasa tulus.
Saling Bertukar Cerita
Setelah berbicara soal kehamilan, Fitri mulai bercerita tentang kehidupannya. "Eh, Sas, aku juga lagi program hamil, lho. Udah setahun lebih nikah sama Agus, tapi belum dikasih rezeki. Kadang suka kepikiran, tapi aku berusaha sabar."
Sasa mendengar dengan penuh perhatian. Ia meraih tangan Fitri, menggenggamnya lembut. "Mbak, jangan putus asa, ya. Aku yakin Allah punya rencana terbaik buat Mbak dan Mas Agus. Kalau butuh teman cerita, aku selalu ada kok."
Fitri tersenyum haru mendengar kata-kata Sasa. "Makasih banget, Sas. Aku jadi lebih semangat. Melihat kamu, aku jadi percaya kalau doa dan usaha pasti akan membawa hasil yang indah."
Obrolan mereka terus berlanjut, diselingi canda tawa dan cerita ringan. Tidak terasa, waktu sudah berlalu hampir satu jam. Fitri akhirnya berpamitan untuk kembali bergabung dengan Agus, sementara Sasa tetap duduk di tempatnya, menikmati suasana.