"Tidak perlu Lautan dalam upaya menenggelamkanku. Cukup matamu."
-
Alice, gadis cantik dari keluarga kaya. Hidup dibawah bayang-bayang kakaknya. Tinggal di mansion mewah yang lebih terasa seperti sangkar emas.
Ia bahkan tidak bisa mengatakan apa yang benar-benar diinginkannya.
Bertanya-tanya kapankah kehidupan sesungguhnya dimulai?
Kehidupannya mulai berubah saat ia diam-diam menggantikan kakaknya disebuah kencan buta.
Ayo baca "Mind-blowing" by Nona Lavenderoof.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lavenderoof, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20 Tidak Punya Harga Diri
Alice merasakan perasaan terjebak di dalam situasi yang tidak ia inginkan. Setiap detik terasa seperti siksaan, dan ia merasa semakin kecil di bawah tatapan tajam pria itu.
Matanya tidak bisa lepas dari wajahnya, tetapi ia tahu bahwa pria itu tidak benar-benar melihatnya. Ia hanya melihatnya sebagai bagian dari permainan yang tidak ada tujuannya.
Suasana itu semakin mencekam saat pria itu tetap diam setelah memberikan jawaban yang dingin, seolah-olah tidak peduli dengan pertanyaan Alice. Hanya ada keheningan yang semakin menambah ketegangan di antara mereka, membuat Alice merasa semakin terasing.
Setelah beberapa detik hening yang terasa seperti berjam-jam, Alice mencoba menenangkan dirinya dengan memegang cangkir teh pahit itu, namun setiap tegukan terasa semakin berat di tenggorokan.
Teh itu terasa lebih pahit dari sebelumnya, seolah-olah mencerminkan perasaan yang terpendam dalam dirinya.
Pria itu, yang sejak awal tidak menunjukkan ketertarikan atau perhatian apapun, akhirnya membuka mulut. Suaranya dingin dan datar, seperti suara yang berasal dari seseorang yang tidak memiliki niat baik.
“Ini tak lebih dari sekedar pertemuan bisnis antara aku dan keluargamu,” ujarnya.
Ia mengalihkan pandangan ke arloji di pergelangan tangannya. Matanya sedikit menatap jam dengan penuh perhatian, seolah-olah percakapan ini sudah terlalu lama berlangsung.
Dengan gerakan yang begitu tenang, ia berdiri. “Waktunya sudah habis,” lanjutnya, suaranya seolah menandakan bahwa semua ini bukanlah pertemuan yang bernilai bagi dirinya.
Alice hanya bisa terdiam. Pria itu berkata seolah dia sudah memanajemen dan mengatur waktu dengan sangat detail. Seolah ia akan mengalami kerugian jika pertemuan ini lewat batas waktu yang ia ditentukan, padahal tidak lebih dari 20 menit.
Pria itu meluruskan dasinya. "Pastikan tidak ada kencan lagi setelah ini," ucapnya datar sebelum meninggalkan ruangan tanpa menunggu tanggapan.
Alice merasa tubuhnya seperti beku. Kata-kata itu bergema di kepalanya, terasa tajam dan menohok. Dia tidak tahu harus merespons apa.
Alice menatap punggungnya yang semakin menjauh, lalu menundukkan kepala. Ia tahu tujuan awalnya untuk membuat pria itu tidak tertarik berhasil, namun rasa sakit akibat penghinaan ini meninggalkan bekas yang dalam.
Dengan langkah lemas, ia meninggalkan restoran, berjanji pada dirinya sendiri untuk melupakan semua ini.
*
Di dalam mobil mewah yang diparkir di luar restoran, Cindy duduk dengan tenang, sementara Alice mencoba memulihkan diri dari kejadian malam itu.
Alice masih mengenakan pakaian ungu tua dengan motif floral kuning mencolok, makeup tebal, dan tahi lalat palsunya.
Alice menceritakan semuanya tanpa tertinggal dan Cindy mendengarnya dengan serius.
“Oh my goodness, Al! Jadi kita benar-benar berhasil?!” ucap Cindy hampir berteriak.
Alice melirik Cindy dengan mata menyipit, tapi senyum kecil terselip di wajahnya. “Aku benar-benar merasa tidak punya harga diri. Aku tidak pernah merasa serendah ini sebelumnya.”
“Dengar, jangan terlalu dipikirkan. Wajar jika dia memandangmu seperti itu, karena kau memang sedang berpenampilan seperti ini. Kau lupa kalau sedang menyamar? Itu artinya penampilanmu benar-benar berhasil.”
Cindy dengan wajah serius dan menepuk pundak adiknya. "Aku pastikan dia akan menyesal jika mengetahui dirimu yang asli!"
"Aku berharap tidak bertemu dengannya lagi."
Alice menunduk, mencoba menenangkan dirinya, tapi masih terlihat sedikit terguncang. Cindy menatapnya dengan rasa sayang yang tulus.
“Hei,” Cindy berkata sambil mengusap kepala Alice. “Aku akan mencarikanmu pria yang tampan, seseorang yang jauh lebih baik darinya. Kau menyukai Kevin, bukan? Aku akan mencarikanmu pria seperti kekasihku!”
“Kevin?” Tanya Alice, bingung.
Cindy tertawa kecil. “Ya! Tapi, maaf, Kevin tidak ada duanya! Meski begitu, aku akan usahakan kau mendapat seseorang yang satu tipe sepertinya.”
“What? Aku menyukainya karena dia bersamamu. Bukan berarti tipeku adalah pria sepertinya.”
"Hmm, are you really?" Cindy menyipitkan matanya, "Berarti kencan ini berakhir? Seharusnya aku tadi mengajak Kevin makan di restoran ini juga. Sayang sekali kita tidak sempat double date." Ucap Cindy menggoda adiknya.
Alice, yang tadinya sibuk melamun sambil mendengarkan, segera mengalihkan pandangannya dengan tatapan kesal. "Cindy!"
"Aku serius! Dari lama lebih tepatnya sejak aku bersama Kevin, aku sering kali berpikir kita akan kencan dan berjalan-jalan bersama. Aku dengan pasanganku dan kau dengan pasanganmu. Pasti sangat menyenangkan, bukan?!" Ucap Cindy dengan bersemangat.
“Aku tidak menginginkan pasangan. Kepalaku sudah cukup pusing dengan drama ini. Tolong berhenti membahas kencan.” Jawab Alice sambil memegang kepalanya.
Cindy tertawa kecil, lalu teringat sesuatu, "Oh ya, dibelakang ada sesuatu untukmu."
ig : lavenderoof