Malam itu langit dihiasi bintang-bintang yang gemerlap, seolah ikut merayakan pertemuan kami. Aku, yang biasanya memilih tenggelam dalam kesendirian, tak menyangka akan bertemu seseorang yang mampu membuat waktu seolah berhenti.
Di sudut sebuah kafe kecil di pinggir kota, tatapanku bertemu dengan matanya. Ia duduk di meja dekat jendela, menatap keluar seakan sedang menunggu sesuatu—atau mungkin seseorang. Rambutnya terurai, angin malam sesekali mengacaknya lembut. Ada sesuatu dalam dirinya yang memancarkan kehangatan, seperti nyala lilin dalam kegelapan.
"Apakah kursi ini kosong?" tanyanya tiba-tiba, suaranya selembut bayu malam. Aku hanya mengangguk, terlalu terpaku pada kehadirannya. Kami mulai berbicara, pertama-tama tentang hal-hal sederhana—cuaca, kopi, dan lagu yang sedang dimainkan di kafe itu. Namun, percakapan kami segera merambat ke hal-hal yang lebih dalam, seolah kami sudah saling mengenal sejak lama.
Waktu berjalan begitu cepat. Tawa, cerita, dan keheningan yang nyaman
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Achaa19, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perjalanan tak berujung
Bab 20: Perjalanan Tak Berujung
Waktu berlalu dengan cepat. Rumah Cahaya kini menjadi simbol kebangkitan komunitas di daerah itu. Kegiatan-kegiatan baru terus bertambah, dari pelatihan keterampilan, seminar kewirausahaan, hingga pameran seni hasil karya anak-anak. Namun, di balik semua kesuksesan ini, Arya dan Reina tahu bahwa perjalanan mereka masih panjang.
---
Suatu hari, seorang wanita tua bernama Bu Sari datang ke Rumah Cahaya. Ia membawa sebuah tas penuh dengan buku-buku tua dan meminta untuk bertemu dengan Arya dan Reina.
“Saya dengar banyak hal baik tentang tempat ini,” ujar Bu Sari dengan senyum ramah. “Buku-buku ini sudah lama saya simpan, tapi saya rasa sekarang waktunya untuk dibagikan kepada orang-orang yang lebih membutuhkan.”
Arya menerima tas itu dengan penuh rasa syukur. “Terima kasih, Bu. Ini akan sangat berarti bagi perpustakaan kecil kami.”
Namun, yang membuat Reina terkejut adalah cerita Bu Sari. Wanita tua itu dulunya adalah seorang pendidik yang sempat mengelola program literasi di daerah terpencil. Ia menawarkan pengalaman dan wawasannya untuk membantu mereka memperluas jangkauan program pendidikan di Rumah Cahaya.
“Kalau kalian mau, saya bisa membantu menyusun kurikulum sederhana. Kita bisa mulai dari pengajaran dasar, seperti membaca, menulis, dan berhitung,” kata Bu Sari dengan antusias.
Reina dan Arya sepakat. Kehadiran Bu Sari membuka babak baru bagi Rumah Cahaya.
---
Dengan meningkatnya minat masyarakat, Arya dan Reina memutuskan untuk memperluas program Rumah Cahaya ke daerah sekitar. Mereka mengadakan pelatihan di desa-desa terpencil, membawa sukarelawan untuk mengajar dan berbagi pengetahuan.
Namun, perjalanan ke daerah-daerah ini tidak selalu mudah. Infrastruktur yang minim dan akses yang sulit sering kali menjadi tantangan.
“Arya, apa kau yakin kita bisa melakukannya?” tanya Reina saat mereka terjebak di jalan berlumpur dalam perjalanan ke sebuah desa.
Arya tertawa kecil. “Reina, kita pernah menghadapi masalah yang lebih besar dari ini. Sedikit lumpur tidak akan menghentikan kita.”
Mereka pun melanjutkan perjalanan, membawa semangat yang sama seperti ketika mereka memulai Rumah Cahaya.
---
Salah satu momen paling berkesan terjadi saat mereka mengunjungi sebuah desa terpencil untuk pertama kalinya. Di sana, mereka bertemu dengan anak-anak yang belum pernah menginjakkan kaki di bangku sekolah. Melihat senyum dan semangat anak-anak itu, Arya dan Reina merasa bahwa setiap perjuangan mereka terbayar lunas.
“Apa kalian akan datang lagi?” tanya seorang anak kecil dengan mata berbinar-binar.
Reina berlutut dan menatap anak itu. “Tentu saja. Kami akan selalu ada untuk kalian.”
---
Di tengah kesibukan mereka, Arya dan Reina mulai membicarakan langkah baru dalam hubungan mereka. Suatu malam, Arya mengajak Reina berjalan-jalan di taman dekat rumah mereka.
“Aku tahu kita telah membangun banyak hal bersama,” ujar Arya sambil memandang Reina. “Tapi ada satu hal lagi yang ingin aku lakukan.”
Reina menatapnya dengan penuh tanda tanya. “Apa itu?”
Arya kemudian berlutut, mengeluarkan sebuah cincin sederhana dari sakunya. “Reina, kau bukan hanya partnerku dalam pekerjaan, tapi juga dalam hidup. Maukah kau menikah denganku?”
Air mata Reina mengalir tanpa bisa ditahan. Dengan suara bergetar, ia menjawab, “Ya, Arya. Aku mau.”
Malam itu menjadi awal dari babak baru dalam hidup mereka, bukan hanya sebagai mitra kerja, tetapi juga sebagai pasangan yang berkomitmen untuk saling mendukung dalam setiap aspek kehidupan.
---
Beberapa bulan setelah pernikahan mereka, Arya dan Reina berdiri di depan Rumah Cahaya, memandang bangunan itu dengan rasa bangga. Tempat itu kini bukan hanya simbol dari cinta mereka, tetapi juga bukti bahwa mimpi bisa terwujud jika dijalani dengan dedikasi dan keyakinan.
“Arya, apakah kau pikir kita sudah sampai di tujuan kita?” tanya Reina.
Arya menggeleng sambil tersenyum. “Tidak, Reina. Ini baru permulaan. Selama kita masih bermimpi, perjalanan kita tidak akan pernah berakhir.”
Di bawah sinar matahari pagi yang hangat, mereka tahu bahwa apa yang telah mereka bangun adalah lebih dari sekadar tempat. Rumah Cahaya adalah perwujudan cinta, harapan, dan keberanian untuk menghadapi dunia bersama-sama.
Setelah pernikahan mereka, Arya dan Reina merasa hubungan mereka semakin kuat. Perjalanan panjang mereka telah membawa mereka ke banyak tempat—baik secara fisik maupun dalam hati. Namun, perjalanan itu tidak pernah berhenti. Kini mereka mulai memikirkan bagaimana mereka bisa terus mengembangkan Rumah Cahaya sambil tetap menjaga hubungan mereka yang harmonis.
Mereka memutuskan untuk memperkenalkan kegiatan seni dan musik sebagai bagian dari program mereka, dengan harapan dapat membantu individu menemukan ruang ekspresi diri yang sehat dan membangun kebahagiaan melalui kreativitas.
---
Reina memiliki ketertarikan dengan dunia seni, terutama dengan musik. Di sisi lain, Arya memiliki pengalaman bermain gitar sejak kecil. Mereka memutuskan untuk menggabungkan kedua ketertarikan ini menjadi sebuah program bernama Melodi Harapan—sebuah proyek yang berfokus pada musik sebagai sarana penyembuhan dan sarana belajar untuk anak-anak dan remaja yang berkumpul di Rumah Cahaya.
Reina dan Arya mengadakan sesi musik setiap akhir pekan, mengajarkan anak-anak cara memainkan alat musik sederhana dan membuat lagu-lagu yang menceritakan pengalaman mereka. Melalui sesi ini, mereka tidak hanya belajar tentang keterampilan musik tetapi juga membangun rasa percaya diri dan membebaskan perasaan yang terpendam.
---
Suatu hari, mereka mengadakan acara musik yang melibatkan para peserta dan anak-anak. Taman yang ada di sekitar Rumah Cahaya diubah menjadi panggung kecil yang dipenuhi dekorasi sederhana. Anak-anak yang biasanya pendiam dan pemalu mulai bernyanyi dan memainkan alat musik yang mereka buat sendiri.
Reina berdiri di sisi panggung, melihat anak-anak yang sedang memainkan alunan nada mereka. “Kita semua memiliki melodi kita masing-masing, bukan?” ujarnya kepada Arya.
Arya memeluk Reina sambil memainkan nada lembut dari gitarnya. “Benar. Kadang kita hanya perlu mendengarkan diri kita sendiri dan membiarkan perasaan itu mengalir melalui musik.”
Malam itu, suasana taman dipenuhi nyanyian dan cahaya lampu kecil yang berkilauan. Melodi yang mereka mainkan bukan hanya sebuah lagu, tetapi simbol dari perjalanan, harapan, dan semangat yang mereka bagikan bersama.
---
Program Melodi Harapan menginspirasi banyak pihak, termasuk lembaga sosial lainnya. Melalui kegiatan ini, mereka bertemu dengan berbagai pihak yang memiliki kepedulian sama untuk mengedepankan kebahagiaan melalui kreativitas. Tak lama kemudian, Rumah Cahaya mulai menjalin kerjasama dengan berbagai organisasi untuk memperluas program musik dan seni ke berbagai desa lain di daerah tersebut.
Arya dan Reina menyadari bahwa tujuan mereka bukan hanya tentang membangun tempat dan program, tetapi tentang membangun koneksi, inspirasi, dan semangat bagi banyak orang.
---
Setelah hari yang penuh kegiatan, Arya dan Reina duduk di beranda rumah mereka sambil memandangi langit malam yang dipenuhi bintang. Musik masih terdengar samar dari dalam gedung Rumah Cahaya—nyanyian anak-anak yang baru saja mereka latih.
“Arya, kadang aku berpikir kita ini seperti bintang-bintang kecil yang mencoba memberikan cahaya,” ujar Reina sambil menatap langit.
Arya tersenyum sambil menggenggam tangan Reina. “Setiap tindakan kecil kita adalah seperti bintang kecil yang berpendar. Bersama, kita bisa menciptakan langit yang cerah.”
Reina memejamkan mata dan mendengarkan suara angin malam yang lembut. “Kau selalu membuatku yakin, Arya. Denganmu, aku tahu kita bisa melalui apa saja.”
Arya menatap wajah Reina dan membisikkan satu kalimat yang selalu ia yakini:
“Dan aku akan selalu ada untukmu, Reina.”
Mereka tersenyum satu sama lain, merasakan kedamaian yang hanya bisa ditemukan dalam keheningan malam dan alunan melodi yang mereka ciptakan bersama.
---
Dengan semangat yang tak pernah padam, Arya dan Reina terus menjalani perjalanan mereka—melalui program-program baru, kerjasama, dan cinta yang selalu menjadi inspirasi mereka. Setiap nada, setiap senyuman, dan setiap karya yang tercipta dari tangan anak-anak adalah melodi yang akan selalu mereka kenang.
Rumah Cahaya bukan hanya tempat belajar atau program sosial semata. Ia adalah ruang di mana semua mimpi bertemu, di mana setiap nada berakhir menjadi bagian dari cerita yang tak pernah berakhir.
Dan seperti bintang-bintang yang terus berkelip di malam hari, langkah mereka juga akan selalu berlanjut—tak berakhir, namun selalu penuh cahaya dan harapan.