Istri yang dimanfaatkan olehnya telah tiada, meninggal dalam pelukannya. Wanita berwajah rusak yang tidak pernah lelah menunggunya.
"Bangun Foline..." gumamnya, tidak pernah mengijinkan pemakaman sang istri. Memeluk jenazah yang berada dalam peti mati dalam kamarnya.
Pemuda keji, yang menampik rasa kasih dari istrinya. Menghancurkan keluarganya, hanya demi ambisinya untuk memiliki segalanya.
"Sayang...jika aku dapat mengulangi waktu, aku tidak akan membiarkanmu menangis, tidak akan membiarkan jarimu tergores..." gumamnya hendak mengakhiri hidupnya. Kala bahkan tidak ada lagi rasa kasih dari keluarganya.
*
Namun, ada yang aneh. Otto Celdric tidak meninggal. Matanya terbuka mengamati ruangan, dirinya kembali ke masa 12 tahun lalu.
Mencari keberadaan istrinya, melindungi keluarganya, itulah yang akan dilakukan psikopat itu kali ini.
Menginjak tubuh orang-orang yang akan menghancurkan keluarganya.
"Kalian tidak ingin bermain lagi denganku?"
"Aaggh!"
"Adios!"
Dor!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KOHAPU, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Teman Ketiga
"Gledo Igrone..." Gumam Eric menatap ke arah koran, yang menampakkan kasus dimana rekening beberapa orang mengalami pembobolan.
"Siapa?" Tanya Ryu Dean.
"Ini teman baruku." Gumam Eric dengan nada ceria, menunjuk ke arah artikel di koran yang bahkan tidak menampakkan nama pelaku. Hanya kasus pembobolan rekening dengan tersangka yang belum tertangkap.
"Paman mau merekrut reporter?" Kembali Ryu mengambil kesimpulan yang salah.
"Bukan! Dia Gledo Igrone..." Gumam Eric tersenyum antusias. Mengingat seseorang yang ditemuinya di kehidupan sebelumnya. Pemuda berkacamata, memiliki obsesi yang aneh, konsultan bisnis yang selalu ada di belakang Alex.
"Paman, carilah teman yang normal. Setidaknya pacar yang normal. Paman bahkan pernah mengatakan Foline, pacar imajinasimu memiliki wajah yang rusak." Ryu menggeleng-gelengkan kepalanya heran.
"Jika diumpamakan, bunga teratai dan bunga liar pinggir jalan yang sering diinjak. Itulah perbandingan Foline dengan Almira." Eric menghela napas, mulai bangkit.
"Almira memang secantik teratai." Ryu menghela napas, menatap foto tunangannya yang dijadikan wallpaper handphone olehnya.
"Almira bunga liar yang dilangkahi dan diinjak banyak pria. Tidak selevel dengan Foline-ku." Ucap Eric kabur.
"Paman!" Teriak Ryu Dean murka.
Namun memang benar bukan? Eric tidak pernah mengetahui wajah mendiang istrinya sebelum tersiram air keras. Kecuali kala berlibur beberapa bulan lalu. Foline, bagaimana pun rupa istrinya, bagaikan telah menjadi bagian dari tubuh Eric.
*
Seorang pemuda melangkah meninggalkan bank, tempatnya bekerja sebagai cleaning service. Virus yang harus di update dalam kurun waktu tertentu. Tidak banyak memang, karena dirinya selalu membuka rekening dengan menggunakan identitas palsu.
Pintar, tidak mudah terlacak, itulah dirinya. Memasuki area rumah mewah miliknya. Wajahnya tersenyum, inilah yang didapatkan olehnya dari hasil menguras rekening nasabah.
Memasuki bagian dalam rumah. Lampu menyala secara otomatis, menghidupkan lagu Gangnam style. Pemuda itu menari, sembari membawa sebotol Vodka ke lantai dua.
Menekan kode akses dan sidik jari. Pada akhirnya pintu terbuka. Namun, Gledo membulatkan matanya.
"Ka...kamu siapa?" Tanyanya tergagap.
"Aku? Namaku Alex. Tempat ini sudah terkepung oleh orang-orangku." Alex tersenyum menertawakannya.
"Ke... kenapa? Aku tidak pernah membuat masalah dengan kelompok ayahmu." Gledo menelan ludahnya. Pria berusia 26 tahun yang memang hanya berprofesi sebagai penipu. Namun memiliki beberapa saham. Lebih mengetahui seluk-beluk investasi.
"Memang...tapi aku memerlukan anj*ng sepertimu." Alex menarik kerah pakaiannya.
"Apa yang bisa aku bantu?" Gledo berusaha untuk tenang. Bagaimana pun ini adalah anak dari bos mafia.
"Hancurkan Secret Prince Restauran, buat pemiliknya mengalami kerugian besar, kuras seluruh uangnya. Setelah itu, biar aku sendiri yang akan bermain-main dengan pemiliknya." Alex mendorong tubuh Gledo dengan kasar hingga membentur dinding.
"Hanya itu!? Aku akan menghancurkan semuanya." Ucap Gledo tersenyum karier, menunjukkan giginya ala bintang iklan close up.
"Baik! Jika kamu tidak berhasil---" Dengan sengaja pemuda itu menggantung kata-katanya.
Tak!
Tak!
Dor!
Prang!
Suara tembakan terdengar, menghancurkan kaca cermin yang memperlihatkan bayangan mereka.
Jujur, saat ini Gledo Igrone benar-benar ketakutan. Sekali terlibat dengan mafia, maka tidak akan dapat lepas dengan mudah. Jikapun lepas, maka nyawa juga ikut lepas.
Alex hanya tersenyum, menepuk-nepuk pipi Gledo menggunakan senjata api. Sedangkan beberapa orang yang ternyata telah mengepung tempat ini pergi mengikutinya.
Kala Alex telah pergi. Tangan Gledo Igrone gemetar. Apa yang salah? Impiannya hanya hidup tenang dengan banyak uang. Tidak terlibat dengan mafia seperti ini.
Pemuda yang membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur, menatap ke arah langit-langit kamar. Bagaimana dengan masa depan, itulah yang ada di benaknya.
Menghancurkan sebuah restauran bukan hal besar untuknya. Tapi yang jadi masalah bagaimana jika Alex mulai terus-menerus memerintah dirinya.
*
Pada akhirnya ini dilakukan juga olehnya. Menelan ludah, memakai setelan jas memasuki restauran bergaya eropa. Menyelidiki tempat yang akan dihancurkan olehnya, itulah yang akan dilakukannya.
Matanya menelisik, mungkin puluhan juta dollar biaya yang dihabiskan untuk membangun restauran ini.
"Aku ingin private room..." pemuda yang menelan ludahnya, mengamati area sekitar. Berusaha terlihat biasa-biasa saja.
"Baik, pelayan kami yang akan---" Kalimat sang kasir terhenti.
"Biar saya yang antar. Mohon tuan ikuti saya." Ucap sang pelayan tersenyum penuh keramahan, secerah matahari pagi. Tidak seperti setahun lalu, bagaikan orang sembelit.
Perlahan Gledo Igrone mengikuti langkah sang pelayan. Menelan ludah, matanya menelisik, semakin ke belakang, area restauran semakin luas.
Tidak! Bukan puluhan juta dollar. Mungkin ratusan juta dollar untuk membangun semua fasilitas yang ada di restauran ini. Kolam ikan koi, terdapat jalan setapak, bahkan ada lapisan kaca, dimana dapat melihat ikan koi berenang di bawah kaki kita. Hingga sampai pada sebuah gazebo, suasana gaya makanan ala eropa. Tapi nuansa China kuno terasa.
Pantas saja sebagian besar pengunjung restauran ini adalah wisatawan. Ini bukan restauran tapi objek wisata.
Perlahan dirinya duduk, setelah T-rex. Eh salah! Maksudnya pelayan baik hati tidak bersalah menarikkan kursi untuknya.
"Mau pesan apa?" Tanya sang pelayan, memberikan daftar menu.
"Aku ingin Rose steak, tomato soup dan tiramisu, minumannya mix juice." Ucap Gledo. Kala itulah tangan sang pelayan mencatat pesanan. Pelayan yang melangkah pergi, setelah membacakan ulang pesanan pelanggan.
Tidak lama kemudian, sang pelayan kembali, membawa pot berisikan teh hijau, serta welcome bread. Perlahan menuangkan teh ke dalam cangkir. Mungkin ini adalah minimuman dan makanan selamat datang, menunggu pesanan datang.
Menelan ludah, mata Gledo Igrone menatap ke arah pelayan yang bagaikan anak baik-baik. Untuk menghancurkan sebuah restauran tentu saja kelemahannya harus dipegang.
Karena itu.
"Sambil menunggu makanan datang, kenapa kamu tidak duduk di sini saja. Aku tidak punya teman bicara." Gledo tersenyum ramah.
Dengan cepat T-rex, eh salah lagi sang pelayan baik-baik duduk.
"Namamu siapa?" Tanya Gledo memulai pembicaraan santai.
"Namaku Otto Celdric panggil saja Eric. Mau jadi temanku?" Tanya Eric penuh harap.
"Bu...bukan itu intinya. Aku ingin bertanya, atau curhat denganmu, tentang pekerjaan kita masing-masing." Gledo berusaha tersenyum benar-benar berusaha. Dua kata yang melambangkan pelayan ini, sok akrab.
"Pekerjaanmu apa?" Malah Eric yang bertanya padanya.
"Dokter." Jawab Gledo asal.
"Ayahku juga seorang dokter bedah. Aku masih ingat saat dia membawaku ke rumah sakit. Saat itu aku melihat korban kecelakaan dengan tulang kaki orang itu terlihat. Ditambah dengan---" Kalimat Eric disela.
"Su...sudah kita tidak seharusnya membicarakan itu di meja makan." Gledo menelan ludah merasa mual.
"Lalu membicarakan apa?" Tanya Eric.
"Kita mulai dari mana ya? Bagaimana dengan bos mu? Apa pemilik restauran ini orang yang baik?" Gledo bicara pelan, menggali sedikit informasi.
"Pemilik restauran ini, cukup menyukai tikus. Tapi jika tikus itu mengigit tangannya. Maka sang tikus akan dihidangkan olehnya di atas piring."
😁😁😁😁😁