Bagaimana jika orang yang kamu cintai meninggalkan dirimu untuk selamanya?
Lalu dicintai oleh seseorang yang juga mengharapkan dirinya selama bertahun-tahun.
Akhirnya dia bersedia dinikahi oleh pria bernama Fairuz yang dengan menemani dan menerima dirinya yang tak bisa melupakan almarhum suaminya.
Tapi, seseorang yang baru saja hadir dalam keluarga almarhum suaminya itu malah merusak segalanya.
Hanya karena Adrian begitu mirip dengan almarhum suaminya itu dia jadi bimbang.
Dan yang paling tak di duga, pria itu berusaha untuk membatalkan pernikahan Hana dengan segala macam cara.
"Maaf, pernikahan ini di batalkan saja."
Jangan lupa baca...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dayang Rindu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20
"Tak! Hana nak tahu apakah urusan Abah mas Fairuz sudah selesai?" tanya Hana, ia menilik wajah pria yang ingin menjadi suaminya itu lebih lama.
"Abah masih sibuk dengan pekerjaannya. Tapi jangan memikirkan hal itu, karena aku anak laki-laki yang pasti bisa mengurus semuanya sendiri. Nanti Abah tinggal terima beresnya saja." ucap Fairuz dengan senyum manis menghiasi wajahnya.
Lama-lama, Hana terbiasa dengan Fairuz. Walaupun pertemuan mereka terbilang jarang, mengingat jarak rumah mereka tak begitu jauh, tapi kedekatan terus terjalin dengan berkirim pesan setiap hari.
Pria itu sering kali membuat Hana tersenyum dengan godaan kecil, rayuan manis dan sedikit bercanda.
Dan yang paling penting, Fairuz tidak pernah mempermasalahkan apapun yang bersangkutan dengan Rayan, almarhum suami yang menjadi saingan abadinya. Dengan lapang dada ia bisa menahan rasa cemburu yang terkadang menggebu.
Itu tentang Rayan, berbeda jika tentang Adrian. Fairuz merasa kesal dengan pria tampan dan kaya itu sering meminta perhatian terhadap Hana. Hatinya marah dan takut, tapi tak bisa meluapkannya. Tentu sebab-sebab itu pula dia tidak ingin menunda niatnya untuk menikahi Hana.
"Jawab aja kak, kalau sudah yakin. Tapi kalau belum ya mikir dulu." sahut Rosa, gadis itu meletakkan minuman untuk Fairuz, juga untuk Yusuf.
"Emangnya Kak Hana mau mikir apalagi?" Yusuf pun menyela.
"Ya mikir tentang perasaannya lah! Menikah itu bukan untuk sebentar doang." kata Rosa, duduk di depan televisi, sehingga mereka berjauh-jauhan dalam satu ruangan.
"Hal yang baik itu mesti di percepat. Bukan malah di tunda nanti jadi dosa, maksiat." ucapan Yusuf terdengar ketus.
"Emang ngapain aja sampai jadi dosa dan maksiat?" Rosa mendebat ustadz muda itu, entah mengapa dia merasa Yusuf sedang menyindir dirinya.
"Ya banyak, bisa jadi nanti Kak Hana kangen dan nyamperin mas Fairuz ke rumahnya." jawab Yusuf, membuat semua orang tercengang.
Ros yang peka, langsung berdiri mendekati Yusuf.
"Kamu nyindir aku?" tanya Rosa, memandangi Yusuf yang mendelik salah tingkah.
"Enggak!" sangkalnya.
"Nggak usah ngelak! Aku tahu kamu lagi nyindir aku, gara-gara malam itu kamu mergokin aku di rumahnya Dokter Adrian kan?"
Yusuf terdiam, sedikit tercengang dengan tebakan Ros yang memang benar adanya.
"Kamu tersindir to?" goda Yusuf, tahu pembicaraan ini sudah memancing emosi perempuan yang dulu mengejar dirinya, tapi sekarang sepertinya tidak. Yusuf jadi penasaran mengapa Ros berhenti mengaguminya. Curiga dengan Adrian? Sudah pasti karena ia memergoki kedekatan Ros dan sang dokter hingga beberapa kali.
"Bukan urusan kamu juga aku mau nyamperin siapa? Gak ada hubungannya sama kamu." Rosa sambil tersenyum sinis.
Yusuf tersenyum kaku, tapi sebagai pendakwah yang cerdas, tentu dia tahu cara menyembunyikan kecanggungan.
"Ya bukan. Tapi aku takut kamu kenapa-kenapa Ros yang cantik." pujinya. Sementara yang di puji langsung mencebik kesal.
Dan kedua orang di sampingnya terkekeh melihat pertengkaran kecil diantara dua orang yang saling menyimpan rasa.
"Serius ini cuma kopi? Nggak ada pisang goreng dan Ubi?" Kata Yusuf, menilik kopi panas yang mengepul, mengalihkan pembicaraan.
"Nggak ada. Kalau mau ambil sendiri itu di pohon."
Rosa meninggalkan Yusuf dengan langkah kasar.
"Perlu bantuan Cup?" ucap Fairuz menggoda adiknya.
"Angel Mas!" (Angel/susah dalam bahasa Jawa) jawab Yusuf menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Sedangkan Hana nampak berpikir akan ucapan Yusuf, kapankah adiknya datang ke rumah Adrian?
"Percayalah, Ros tak akan macam-macam." ucap Hana kemudian, meyakinkan Yusuf yang sepertinya cemburu kepada Adrian.
"Lalu, bagaimana dengan pernikahan kita Hana?" tanya Fairuz, tak ingin membuang waktu untuk mendapatkan jawaban Hana.
"Ya, Hana setuju."
Pria itu tersenyum lega, tangannya sampai mengelus dada karena mendapatkan jawaban yang sesuai harapan.
"Kamu bahagia Mas?" tanya Yusuf, mereka sengaja berjalan kaki karena akan langsung menuju mesjid.
"Tentu Cup." jawab Fairuz, dia tersenyum-senyum sambil berjalan melihat kiri kanan nampak indah karena suasana hatinya yang sedang berbunga-bunga.
"Doakan aku juga, semoga di terima di perusahaan energi itu. Biar jauh asal gajinya besar, aku juga ingin melamar Rosa." ucap Yusuf.
"Lha! Tak kira kamu Ndak berminat sama Rosa. Selama ini kamu mengacuhkan dia." kata Fairuz memandangi adiknya yang ganteng itu.
"Kata siapa aku Ndak berminat, aku malah seneng dia memperlihatkan rasa sukanya sama aku. Cuma, aku merasa Ndak pantas buat dia, aku tidak punya pekerjaan yang tetap. Mau makan apa dia nanti kalu jadi istri ku."
"Rezeki itu dimana saja Cup. Kamu juga bisa mengolah sebagian perkebunan ibu." usul Fairuz.
"Ya itu buat sampean Mas, aku Ndak mau ganggu milikmu." kata Yusuf, membuat Fairuz terdiam.
"Kamu nggak mau mengajar di pesantren Cup?" tanya Fairuz.
"Enggak Mas." jawab Yusuf, dia menatap lurus jalanan, seperti menutupi kekecewaan.
"Trus siap yang ngurus pesantren?" gumam Fairuz.
"Mas udah yakin sama keputusan ini?" tanya Yusuf, kali ini ia berhenti dan menoleh Fairuz dengan serius.
"Aku yakin Cup, aku tidak akan melepaskan Hana." ucapnya dengan wajah serius pula. Lalu memandangi jalanan berdebu itu dengan kecewa. "Aku akan tinggal di sini, dan akan pulang beberapa waktu saja untuk membantu Abah." ucapnya.
"Tapi nggak mungkin bisa di rahasiakan selamanya." kata Yusuf.
"Aku akan mencari cara untuk menyelesaikannya."
Fairuz berjalan masuk menuju mesjid, anak-anak sudah berdatangan dan bermain di dalamnya.
Yusuf tertegun dengan banyak pikiran, kemudian mendesah berat menyimpan bebannya sendiri.
Sedangkan di rumah Rosa, gadis itu terdiam menatap ponsel di tangannya. Baru saja dia menerima kabar dari Adrian kalau ibunya sudah meninggal.
"Adik?" Hana menilik wajah adiknya yang menegang.
"Kita akan ke kota. Ibunya Adrian meninggal." kata Rosa, kemudian berlari masuk ke kamar ibunya, memberi tahu bahwa Adrian membutuhkan mereka.
"Lho! Bukannya tadi kamu bilang ibunya udah sadar?" tanya Bapak yang tampak bingung dengan kehebohan Rosa.
"Kita siap-siap Pak. Dia bilang sangat membutuhkan kita." ucap Rosa, meraih charger dan mengemasnya di dalam tas.
"Apakah Ndak masalah kita datang ke sana Bu?" tanya bapak kepada istrinya.
"Nggak Pak. Ibu yakin kalau Adrian ke sini itu bukan suatu kebetulan. Tapi dia mencari kita." ucap ibu sambil menangis, ia beranjak mengemas pakaiannya.
Tak berapa lama kemudian, sebuah mobil yang cukup di kenali Rosa sudah datang di halaman rumahnya.
"Tuh, asistennya Adrian sudah menjemput." ucap Rosa.
Bu Susi dan suaminya pun mengangguk yakin kalau Adrian benar-benar membutuhkan mereka.
"Biar Hana dan Ros pakai mobil sendiri." Ucap Hana.
Kedua mobil itu pun melaju beriringan menuju rumah duka, dimana Adrian sedang terpuruk sendirian menangisi jenazah ibunya yang terbaring kaku.
💞💞💞💞
#quoteoftheday..