Di sebuah taman kecil di sudut kota, Sierra dan Arka pertama kali bertemu. Dari obrolan sederhana, tumbuhlah persahabatan yang hangat. Setiap momen di taman itu menjadi kenangan, mempererat hubungan mereka seiring waktu berjalan. Namun, saat mereka beranjak remaja, Sierra mulai merasakan sesuatu yang berbeda. Perasaan cemburu tak terduga muncul setiap kali Arka terlihat akrab dengan gadis lain. Akankah persahabatan mereka tetap utuh, ataukah perasaan yang tumbuh diam-diam akan mengubah segalanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon winsmoon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20
Arka memulai harinya dengan semangat baru, sebuah perasaan yang terasa asing tetapi menyenangkan. Kini, ia tidak lagi terbebani oleh rasa bersalah atas masa lalu. Sebaliknya, ia dipenuhi keyakinan bahwa setiap langkah kecil yang diambilnya hari ini adalah bagian dari upayanya untuk memperbaiki hubungan dengan Siera. Perjalanan ini mungkin tidak akan mudah, tetapi untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, ia merasa optimis.
Di kantor, suasana hati cerah Arka segera menarik perhatian. Tangannya cekatan menyelesaikan pekerjaan, sesekali bibirnya melengkungkan senyum tipis. Hal ini membuat rekan-rekannya mengerutkan kening penuh rasa ingin tahu, terutama Jevian.
“Senyum-senyum terus lo, Ka. Ngeri gue, jangan-jangan lo kesambet, nih,” celetuk Jevian sambil menyerahkan beberapa dokumen ke tangan Arka.
“Nggak usah ganggu mood gue. Urusin kerjaan lo sendiri, gih,” balas Arka tanpa mengalihkan pandangannya dari layar laptop.
“Yee, santai, kerjaan gue aman,” sahut Jevian, tidak mau kalah. “Eh, ngomong-ngomong, makan siang nanti take away di Craft & Chill Hub lagi, nggak?”
Arka menutup laptopnya perlahan, lalu menatap Jevian. “Nggak.”
“Lah, tumben banget,” Jevian mengangkat alis, setengah bercanda, setengah penasaran.
“Biasanya juga lo nyuruh gue mantau di sana. Kenapa? Jangan-jangan…”
Arka memotong dengan senyum penuh arti. “Kali ini lunch-nya langsung di sana aja.”
“What the—” Jevian menatap Arka seperti baru saja mendengar sesuatu yang tidak masuk akal. “Serius nih? Udah mulai berani terang-terangan, ya?”
Arka hanya mengangkat bahu sambil bersandar di kursi. Senyumnya jelas menggoda Jevian untuk bertanya lebih lanjut, tetapi ia membiarkan rasa penasaran itu menggantung di udara.
“Lo belum cerita apa-apa, Ka. Ada yang lo sembunyiin, kan? Apa ini ada hubungannya sama makan malam keluarga lo kemarin?” Jevian menggantungkan kalimatnya, menatap Arka dengan mata menyipit.
Arka hanya tersenyum kecil, lalu melirik jam tangannya. Sebentar lagi waktu makan siang. Ia mulai merapikan jasnya dan berdiri. “Mau ikut nggak?” tanyanya santai, dengan senyum tipis tetap menghiasi wajahnya.
"Mau lah, jelas gue ikut," balas Jevian dan segera mengikuti langkah kaki Arka.
Di sisi lain, seorang wanita dengan pesona alami tengah sibuk melayani pelanggan di kasir. Senyum ramah selalu menghiasi wajahnya, membuat siapa pun yang datang merasa disambut dengan hangat. Di tengah kesibukannya, suara dentingan pintu kafe terdengar, membuatnya otomatis menoleh untuk menyapa pelanggan baru yang masuk.
“Selamat datang di Craft & Chill Hub...” suara Siera perlahan mengecil. Tatapannya terpaku, dan matanya membulat saat menyadari siapa yang baru saja memasuki Cafe. Pria yang selama ini hanya datang untuk take-away makan siang kini berdiri di sana, bersama seseorang yang sangat ia kenal.
“Hai, kali ini kita makan di sini, ya!” sapa Jevian dengan riang, memecah keheningan yang terasa berat.
Siera tetap mematung di tempatnya, tak mampu mengucapkan sepatah kata pun. Namun, yang lebih mengejutkan adalah ketika Arka ikut menyapanya.
“Hai, Sie,” ujar Arka dengan nada tenang, membuat jantung Siera berdetak lebih cepat.
Sapaan itu tak hanya membuat Siera semakin terkejut, tetapi juga berhasil menarik perhatian Jevian. Ia menoleh cepat ke arah Arka, wajahnya penuh keheranan. Beberapa hari yang lalu, Arka masih enggan untuk datang langsung ke kafe ini, apalagi berbicara dengan Siera. Tapi sekarang, pria itu tampak begitu santai dan percaya diri. Dari mana keberanian ini tiba-tiba muncul? pikir Jevian.
Siera hanya mampu menatap Arka tanpa kata. Memang, mereka sempat berbicara beberapa waktu lalu, tetapi setelah itu ia sengaja mengabaikan semua pesan pria itu. Dan kini, orang yang selama ini berusaha ia hindari berdiri di hadapannya, bahkan menyapanya dengan santai seolah tidak ada apa-apa.
Melihat Siera yang tampak terdiam dan bingung, Tiwi segera melangkah maju dengan sigap. Dengan senyum ramah dan sikap profesional, ia mengambil alih situasi yang canggung.
“Silakan, Kak, duduk di sini,” ujar Tiwi, mengarahkan Jevian dan Arka ke meja dekat pintu.
Arka hanya tersenyum tipis sebelum mengikuti Tiwi menuju meja yang telah disiapkan. Jevian, yang masih bingung dengan perubahan mendadak sahabatnya, menggeleng pelan sambil menyusul di belakang. Di balik meja kasir, Siera tetap berdiri di tempatnya, tangannya mencengkeram pinggiran meja, berusaha mengendalikan debaran di dadanya yang tak menentu.
Sesampainya di meja, Jevian mendadak membuka mulut dengan nada heran, “Wah, lu udah gila kayaknya.”
Arka hanya menaikkan alis, seolah tidak peduli. “Lah, salah kalau gue nyapa?”
“Ya enggak sih,” jawab Jevian sambil mencondongkan tubuhnya ke arah Arka. “Tapi gue masih inget banget, lo itu kemarin-kemarin nyuruh gue ke sini cuma buat take-away makan siang sambil mantau Mbak Kasir cantik. Sekarang malah langsung nongol sendiri. Kok bisa?”
Arka hanya tersenyum santai sambil menyandarkan tubuhnya di kursi. “Terus kenapa kalau sekarang gue datang langsung?”
“Wah, wah, jelas banget gue ngelewatin sesuatu di sini!” Jevian menatap Arka dengan mata menyipit, mencoba membaca ekspresi temannya. “Cerita nggak lo!”
Namun, seperti biasa, Arka memilih bungkam. Ia hanya menanggapi desakan Jevian dengan senyum penuh arti, membiarkan sahabatnya semakin penasaran.
Pintu Craft & Chill Hub kembali berdenting, dan seorang wanita cantik yang ceria muncul. Begitu ia melangkah masuk, beberapa pegawai di sana langsung menyapa dengan ramah.
“Selamat datang di Craft & Chill Hub!” sapa pelayan yang menyambutnya.
“Halo!” balas wanita itu, tetapi senyumnya menghilang seketika ketika matanya menangkap sosok pria tampan yang duduk di meja dekat pintu. “OH MY GOSH!” matanya membulat, terkejut melihat Arka di sana. Bagaimana bisa pria itu muncul di café sahabatnya?
Gerakan cepat kakinya membawa wanita itu menuju meja kasir, tak sabar untuk bertanya lebih jauh.
“Sie, kok bisa dia di sini?” tanyanya pelan, mencoba menahan suaranya agar tidak terdengar oleh orang lain. Sesekali, matanya menoleh ke arah Arka, yang masih duduk dengan tenang.
“Nggak usah berisik yah, ganggu pelanggan yang lain,” jawab Siera dengan nada tegas, meski matanya sedikit berkedip.
Namun, Cindy tak menggubris peringatan itu. “Ya, kok bisa Sie? Dia ngapain Sie?”
Siera menarik napas panjang, berusaha menenangkan dirinya. “Gue nggak tau, Cin. Makan siang doang kali. Ini kan tempat umum juga. Kita nggak bisa kontrol siapa yang datang,” jawabnya, sedikit kesal namun tetap menjaga sikap.
Cindy merenung sejenak, menatap Siera dengan ekspresi yang sulit terbaca. “Tapi, lo nggak merasa aneh?”
Siera menggigit bibir, berpikir sejenak. “Gue nggak tahu, Cin. Mungkin ini hanya kebetulan.”
Cindy mendekat sedikit, lalu berbisik, “Hmmm... Mencurigakan.”
Siera menatap sahabatnya dengan tatapan tajam. “Cin, mending lu duduk dulu deh.”
Dengan ragu, Cindy akhirnya mengangguk. “Oke, tapi gue nggak akan berhenti nanya, Sie.”
Cindy yang sudah beranjak, tiba-tiba menoleh lagi. “Eh, terus yang mau lo ceritain kemarin apaan?”
Siera menghela napas, menahan rasa bingung. “Duduk dulu aja Cin, ceritanya bisa kapan-kapan.”
“Serius lo?” Cindy mengerutkan kening, tapi akhirnya mengalah dan duduk di kursi dekat meja kasir.
Siera merapikan beberapa slip transaksi di atas meja dengan gerakan pelan, berusaha menyembunyikan kecemasan yang muncul begitu saja. Tidak mungkin ia menceritakan apa yang terjadi kemarin di sini, sementara Arka juga ada di café ini. Itu terlalu rawan, dan Siera masih belum siap untuk membuka semua itu, terutama di depan Cindy yang pasti akan banyak bertanya, dan mungkin saja akan mengorek lebih dalam dari yang ia inginkan.