Vivian Lian di hidupkan kembali setelah mendapatkan pengkhianatan dari suaminya dan adik tirinya. Di kehidupan lalu, dia mempercayai ibu tirinya dan adik tirinya hingga berakhir mengenaskan. Dia pun melakukan cinta semalam dengan calon tunangan adik tirinya hingga mengandung anak sang CEO demi membalaskan rasa sakit hatinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sayonk, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Vivian
Setelah kepergian Anderson, Elina terbangun. Dia menuruni ranjangnya tanpa menggunakan alas kaki dan memanggil nama Anderson. Mencarinya seperti orang kesetanan.
"Anderson!"
"Anderson!"
Teriakannya menggelagar di seluruh ruangan Apartement. Seorang pria dengan santai memakan makan siangnya di meja dapur. Dia hanya melihat sekilas dan tidak bermaksud untuk menghampirinya, hatinya tidak menyukai Elina.
"Dimana Anderson? Katakan, dimana Anderson?" Elina berteriak murka pada pria yang sedang duduk santai itu. Dia sangat marah karena tidak mendapati Anderson di sampingnya. Entah menghilang kemana pria itu.
"Sebaiknya nyonya tenangkan diri dulu. Tuan ada urusan di luar," ujarnya. Memangnya ia tidak sibuk? Pekerjaannya menumpuk, tuannya cuti karena menjaga istrinya, tapi satu lagi menjaga mantan.
"Aku sudah mengatakan Anderson tidak boleh meninggalkan ku. Cepat panggil Anderson!"
Seketika ada yang aneh, ia seperti berbicara dengan wanita yang tidak memiliki pikiran. "Apa nyonya sudah lupa? Tuan memiliki istri dan istrinya sedang berada di rumah sakit."
Elina tak percaya dengan Anderson yang meninggalkannya seorang diri. Tangannya gemetar, hatinya terluka. Anderson tidak pernah mengabaikannya. "Panggil Anderson!"
"Nyonya Elina yang terhormat. Tuan lagi sibuk."
"Panggil Anderson!" teriaknya sambil mengeraskan rahangnya. Elina langsung berlari keluar tanpa memperdulikan Daniel.
Daniel mendengus, wanita itu menambah masalahnya. Tuannya pasti marah karena di anggap lalai menjaga Elina. "Sial! Wanita itu menambah masalah ku." gerutunya. Ia berlari menuju pintu lift yang terbuka, namun sialnya pintu lift itu sudah tertutup rapat.
Saking kesalnya, Daniel meninju pintu lift itu dan merasakan tangannya sakit. "Sialan!" makinya yang merasakan jari-jarinya berdenyut.
....
Sedangkan di tempat lain.
Vivian ngotot ingin pulang, ia tidak betah berada di rumah sakit dan akhirnya Anderson pun menurutinya. Vivian di antar oleh ayahnya dan nenek Amel ke mansion Anderason.
Anderson merasa lega melihat Vivian yang sudah pulih. Ia menarik selimut menutupi kaki Vivian. Kini Vivian tengah bersandar di ranjangnya.
"Kau ingin makan apa?" tanya Anderson.
"Aku tidak ingin makan apapun. Kau tidak sibuk? Tadi kau sibuk." Vivian merasa Anderson sangat sibuk dengan pekerjaannya. Ia tidak ingin mengganggu suaminya yang sedang sibuk itu dan menjadi pengganggunya. "Selesaikanlah pekerjaan mu. Aku baik-baik saja."
Anderson menggelengkan kepalanya, ia lebih sibuk menjaga dan mengkhawatirkan Vivian. "Aku akan menemani mu."
"Vivian, Daddy pulang dulu." Daddy Elmar tidak ingin mengganggu anak dan menantunya itu. Bagi sepasang suami istri yang baru menikah, dunia terasa milik mereka berdua, hubungan mereka masih hangat-hangatnya.
"Nenek juga pulang, Anderson Nenek titip Vivian."
"Iya Nek."
Nenek Amel dan Daddy Elmar keluar sambil senyam senyum.
Anderson memegang tangan Vivian dan mengusapnya. "Cepatlah sembuh, aku merindukan teriakan mu itu. Anderson .... Anderson ... Kau tidak menaruh handuk mu dengan benar."
Vivian terkekeh, Anderson meniru gaya bicaranya. Keduanya pun ngobrol hangat dan di selangi canda tawa. Hingga pada malam harinya, Anderson tidak beranjak dari kamar Vivian, mereka bertukar cerita.
Anderson hanya beranjak ketika mengambil makan malam untuk Vivian. Dia menyuapi Vivian dengan telaten hingga suapan terakhir. Kemudian membantu Vivian meminum segelas air putih.
Anderson menaruh air itu dan mengusap bibir Vivian. Bagaikan ada sengatan listrik di jari jempolnya. Ia seperti ingin melahap Vivian. Kedua matanya dan mata Vivian saling terpaku satu sama lainnya. Anderson mendekat, ia mencium bibir Vivian dengan lembut, lidahnya menari-nari di dalam mulut Vivian.
Anderson menghentikan lidahnya. "Bolehkah?" tanya Anderson dengan nada serak, nafasnya terasa panas. Ia meminta ijin pada Vivian karena ia takut Vivian belum ingin karena dia baru saja keluar rumah sakit.
"Dari dulu kau tidak pernah meminta izin ku kan?"
Anderson tersenyum, ia kembali menyerang Vivian dan membaringkannya dengan lembut. Pria itu mencium setiap inci bibir ranum Vivian. Sebelah tangannya membuka satu ikatan yang melekat di pinggang Vivian.
Dalam sekejap Vivian tidak memakai busana apapun sama halnya dengan Anderson.
Vivian selalu tersihir dengan wajah tampan suaminya yang tak bisa ia tolak, sentuhannya bagaikan benang yang menjeratnya dan tidak ingin menghentikannya.
Euum
Vivian merasakan geli, namun nyaman di area milknya. Anderson bermain dengan rakus di pucuk gunung kembarnya. Kedua tangan Vivian mengelus rambut hitam Anderson.
Anderson mencium tubuh Vivian dan menuruninya, memberikan beberapa jejaknya. Ia tidak ingin melewati setiap inci tubuh Vivian. Hingga sampailah yang terakhir, ia mengangkat kaki Vivian dan mencium serta menjilatnya.
Anderson memejamkan kedua matanya, ia merasakan milik Vivian masih saja sempit setelah ia merasakan milim Vivian.
Anderson kembali menyerbu bibir Vivian dengan lembut sambil menggoyangkan miliknya. Kedua kaki Vivian melingkar di pinggang tubuh Anderson.
Anderson melajukan miliknya dengan lambat kemudian melajukannya dengan cepat, hingga terdengar bunyi seperti kecapan yang indah.
Vivian begitu terbuai dengan permainan nikmat Anderson, dia bagaikan berada di atas surga dunia.
Seperti halnya dengan Anderason, milim Vivian seperti menghempit, menggigit dan hangat.
Bibirnya mulai mengeluarkan suara merduanya. Ia tidak bisa menahanya lagi. Hingga batang miliknya mengeluarkan sebuah cairan. Ia menghentikan miliknya menumpahkan cairan kental putih itu.