Aku hidup kembali dengan kemampuan tangan Dewa. Kemampuan yang bisa mewujudkan segala hal yang ada di dalam kepalaku.
Bukan hanya itu, banyak hal yang terjadi kepadaku di dunia lain yang penuh dengan fantasi itu.
Hingga akhirnya aku memiliki banyak wanita, dan menjadi Raja Harem yang membuat semua pria di dunia ini merasa iri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Karma-Kun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Obat Sihir
“Baris lah yang rapi, aku akan membagikan obatnya,” titahku kepada semua warga begitu antibiotik alami selesai kuracik hingga bentuknya mirip-mirip seperti obat.
Meski aku ragu antibiotik bisa melawan virus, karena setahuku antibiotik hanya ampuh untuk membunuh bakteri. Namun, aku masih ingin mencobanya untuk mencegah penyebaran penyakit mematikan yang sedang melanda kota River.
Aku percaya dengan kemampuan tangan sakti ini, terlebih aku memiliki banyak kekuatan sihir yang sudah tersimpan sangat banyak di dalam cincin sakti.
Singkatnya, aku berhasil membuat obat berbentuk pil dari semua bahan alami itu, sungguh aneh dan di luar nalar memang, tapi semuanya bisa dilakukan oleh tangan sakti ini. Hanya saja, aku benar-benar kelelahan setelah membuat lebih dari 100 pil sekaligus.
"Minum dulu, Brian. Jangan terlalu memaksakan diri," ucap Catrine sembari menyodorkan segelas air segar kepadaku.
"Terima kasih, Catrine." Sahutku, lalu kuteguk habis air yang bisa menyegarkan tenggorokan itu.
"Tolong dimakan anggur ini, Brian. Aku sudah membersihkannya pakai air rebusan tadi biar tidak ada bakteri yang menempel," sambung Helena, tangannya terulur untuk menyuapiku.
"Kerja bagus, Helena." ujarku sembari mengusap lembut rambut Helena.
Catrine langsung cemberut saat melihatku sedang bermesraan dengan Helena, ia tampak tak senang ketika ada wanita lain yang bersikap baik padaku.
Mungkin Catrine cemburu karena karakter Helena sama persis seperti karakter dirinya, yang terkesan lembut dan sangat hati-hati. Hanya saja Helena bisa melakukan segala sesuatu dengan mudah, pekerjaannya bahkan jauh lebih baik dari Carine.
"Omong-omong, kenapa bentuk obatnya seperti ini? Obat buatan Tuan Muda tampak berbeda dengan obat buatan dokter kerajaan," tanya Leon membuyarkan kegiatanku.
"Karena obat itu memiliki kekuatan sihir untuk mencegah penyakit kematian," jelasku sekenanya.
"Oh, Tuan Muda ternyata sudah membuat obat sihir, pantas saja obat itu terlihat sangat hebat," ujar pria paruh baya dari kerumunan warga.
"Hahaha, semua obat sudah pasti hebat karena bisa menyembuhkan penyakit," balasku dengan senyum puas.
Aku lalu menelan obati itu ke dalam mulutku untuk membuktikan kepada semua orang, bahwa tidak ada kandung racun atau bahan berbahaya lain di dalamnya, juga ingin membuktikan kalau obat itu memiliki kekuatan sihir.
Benar saja, tubuhku seketika bercahaya usai menelan habis obat itu, rasanya ada kekuatan besar yang terus mengalir di semua organ dalamku.
"Hueeek."
Aku tiba-tiba memuntahkan seteguk darah kotor dari mulutnya, sepertinya darah itu mengandung penyakit atau zat racun yang sudah mengendap lama di dalam tubuhku.
"Kamu baik-baik saja, Brian? Apa kau terluka?" tanya Catrine sangat khawatir.
"Aku tak apa, Catrine. Justru ini sangat bagus karena obat barusan benar-benar berfungsi di dalam tubuhku," jelasku sembari tersenyum.
"Bagus, sangat bagus sekali. Tuan Muda memang luar biasa!" Leon tiba-tiba berseru dengan suara lantang, sontak menarik semangat dari semua warga yang sedang berkerumun.
Pria paruh baya buru-buru mengambil obat itu, kemudian memasukan ke dalam mulutnya tanpa ragu sama sekali.
"Hueek."
Dia juga memuntahkan darah kotor setelahnya, darah kotor yang keluar bahkan jauh lebih banyak dari punyaku sebelumnya.
"I-Ini memang obat sihir, kekuatannya benar-benar sakti hingga tubuhku terasa jauh lebih ringan dari sebelumnya. Nafasku juga terasa lebih nyaman sekarang," ujar pria paruh baya itu.
Semua warga bergegas mengambil obat itu satu demi satu, mereka langsung memakannya dalam satu nafas.
Glup!
Kudengar mereka menelan ludah serempak, menandakan obat itu sudah ditelan habis oleh mulut masing-masing.
"Hueeek."
Mereka memuntahkan darah kotor bersamaan, tapi beberapa dari mereka ada yang memuntahkan cairan berwarna hijau tua seperti warna kotoran kuda.
"Lihat ini, Tuan Muda. Mungkinkah orang ini sudah terkena penyakit itu," tebak Leon sembari menunjuk orang yang dimaksud.
"Kau benar, Leon. Dia sudah pasti terkena penyakit itu," sahutku setuju akan tebakan Leon.
Beberapa penjaga bergegas menghampiri warga itu dengan pedang terhunus ke depan, mereka memiliki wajah sangat jelek seakan ingin melakukan pembunuhan di sini.
"Hentikan, kalian tak boleh membunuhnya," cegahku seraya berlari menghadang penjaga.
"Kenapa kami tak boleh membunuhnya? Bukankah dia sudah terkena penyakit mematikan?" tanya seorang penjaga.
"Dia memang sudah terkena penyakit itu, tapi kondisinya masih belum parah dan masih bisa disembuhkan. Kalian jangan main bunuh saja kayak gitu," jelasku.
"Tapi, pemilik kota sudah menugaskan kami untuk membunuh siapa saja yang terkena penyakit mematikan. Takutnya orang itu akan menyebarkan penyakitnya ke warga yang masih sehat," ujar penjaga.
"Aku yang akan bertanggung jawab atas kondisi orang-orang di sini, dan aku yang akan menjamin kesehatan semua orang dengan kemampuanku sendiri. Jadi kalian tak usah khawatir lagi tentang penyakit mematikan itu," balasku tampak sangat yakin.
Bagaimanapun, obat sihir buatanku mengandung kekuatan alami yang bisa mengeluarkan racun, dan berbagai jenis penyakit lainnya. Hal tersebut sudah terbukti dengan keluarnya darah kotor barusan, kini aku hanya perlu memisahkan orang-orang yang sudah terkena penyakit dari orang-orang yang masih sehat.
"Lalu apa yang akan Tuan Muda lakukan sekarang? Soalnya kita masih belum bisa membiarkan orang-orang ini masuk ke kota meski mereka sudah minum obat sihir," tanya penjaga itu.
"Kalian patuhi saja aturan pemilik kota hingga aku benar-benar menyembuhkan mereka di sini. Tapi, aku minta bantuan supaya kalian bersedia menyiapkan tenda darurat untuk orang-orang ini beristirahat malam ini," ujarku.
Para penjaga kota sontak saling tatap usai mendengarnya, mereka lalu mengangguk bersamaan tanda setuju akan permintaanku.
"Kami akan segera menyiapkannya, tapi kami juga akan melaporkan permintaan Tuan Muda kepada pemilik kota. Tuan Muda tidak keberatan, kan?" penjaga itu memastikan.
"Tak masalah, lakukan saja semuanya sesuai prosedur," tanggapku seraya berajalan ke arah kerumunan warga.
Aku berniat memisahkan warga yang terkena penyakit dengan membuat tempat karantina, terutama untuk warga yang memiliki penyakit paling serius.
Catrine, Helena, dan Leon bergegas datang membantuku, mereka menjelaskan situasinya kepada semua warga dengan hati-hati agar tidak menimbulkan kepanikan.
Untung saja para warga bersedia mengikuti arahan kami dengan patuh, mereka pun segera memisahkan diri dari orang-orang yang terkena penyakit tanpa mengeluarkan banyak suara yang tidak penting.
Ruang karantina langsung terbentuk tak lama setelahnya, kemudian penjaga kota datang kembali membawa tenda darurat.
"Oke, tempat untuk istirahat sudah ada, sekarang kita tinggal membuat tempat untuk membersihkan diri dan buang air serta kotoran," ucapku sembari berjalan ke depan sungai yang letaknya tak jauh dari gerbang kota.
Aku pun langsung memikirkan cara untuk mengatur kebersihan dari setiap warga yang ingin menggunakan sungai ini, jangan sampai mereka malah menyebarkan penyakit ke tempat lain ketika selesai membuang kotoran.
'Atau aku harus membuat lubang saja ya? Biar tanah yang akan mengurai kotoran mereka nanti,' pikirku.
Tepat seperti itu, seorang gadis cantik tiba-tiba muncul dari arah pintu gerbang dengan menaiki kuda putih. Ia pun bergegas menghampiriku dengan raut wajah sangat kesal.
Plak!
Sebuah tamparan mendarat di wajahku, diikuti teriakan penuh kemarahan dari mulut gadis itu.
"Kamu sungguh berani sekali, Brian. Apa kamu sudah lupa dengan kesepakatan yang telah kita buat tahun lalu?" tanya gadis itu, ia adalah putri satu-satunya dari pemilik kota bernama Gabriel Von Randal.
"Kesepakatan apa yang kamu maksud, Gabriel? Terus, kenapa kamu tiba-tiba menamparku?" Aku bertanya balik karena bingung.
"Kenapa kamu membawa wanita kucing sangat imut ini ke kota ku? Bukankah kamu sudah berjanji tak akan pernah pamer wanita kucing di depanku?"
"Hah? Memangnya aku pernah berjanji seperti itu?"
"Tentu saja, kamu berjanji padaku saat kamu hendak pergi sekolah di kerajaan Gideon, kamu bilang tak akan pernah pamer teman-teman manusia hewan di depanku kecuali kita pergi bersama ke sana. Lalu, apa yang kamu lakukan sekarang? Tidakkah kamu sudah ingkar janji?"
Gabriel mencercaku dengan sebuah janji sangat, tapi sayangnya aku tak ingat janji itu karena tak ada di buku harian si Brian. Aku pun hanya bisa nyengir bagai kuda di depan Gabriel, tak tahu harus menjelaskan dengan cara apa untuk janji yang telah ia buat bersama Brian.
...