"Untukmu Haikal Mahendra, lelaki hebat yang tertawa tanpa harus merasa bahagia." - Rumah Tanpa Jendela.
"Gue nggak boleh nyerah sebelum denger kata sayang dari mama papa." - Haikal Mahendra.
Instagram : @wp.definasyafa
@haikal.mhdr
TikTok : @wp.definasyafa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon definasyafa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
⋆˚𝜗 Good boy 𝜚˚⋆
Diluar masih terlalu pagi, tapi Haikal di dalam apartemen sudah siap dengan seragam sekolahnya. Mungkin ini sudah terlalu pagi untuk seorang Haikal yang terkenal selalu keluar masuk BK. Tapi sebenarnya, Haikal tidak ingin langsung berangkat ke sekolah. Dia bersiap sepagi ini sebab ingin ke rumah gadis yang tanpa sengaja dia kenal sebab insiden roti yang tertukar kemarin.
Entahlah dari semalam Haikal selalu kepikiran keadaan gadis itu, dia khawatir jika sepulangnya Haikal dari rumah nya semalam gadis itu akan di siksa lagi oleh orangtuanya. Haikal tidak tau apa masalahnya, mengapa Papa gadis itu menyiksanya. Lantas dimana Mama gadis itu berada, mengapa dia tidak menolongnya.
Haikal menghembuskan nafas beratnya, tidak mau memikirkan hal itu lebih lanjut. Dia segera mengikat tali sepatunya, kemudian kaki jenjang itu melangkah keluar unit apartemen dengan gerakan pelan. Kepalanya menoleh ke unit apartemen sampingnya, memastikan Rey tidak keluar juga dari apartemen pagi ini. Hal ini juga menjadi salah satu alasan bagi Haikal untuk berangkat sepagi ini, dia tidak mau di pergoki oleh Rey saat ingin berkunjung ke rumah gadis yang baru saja dia kenal. Haikal tidak mau anggota Peaceable salah faham dan menganggap dirinya menyukai murid baru itu.
Haikal hanya merasa tersentuh saat melihat gadis itu disiksa oleh orang tuanya tanpa ada yang melindunginya. Entahlah di dalam lubuk hati Haikal yang paling dalam, ada sedikit keinginan untuk menjadi pelindung gadis itu.
Haikal menghembuskan nafasnya lega saat apartemen milik Rey sudah tertutup rapat, bahkan sepertinya lelaki itu masih asyik berjelajah dalam mimpinya. Iya, Rey memang tinggal di apartemen samping apartemen milik Haikal. Sudah satu tahun ini Rey tinggal bersebelahan bersamanya, dengan alasan kedua orang tuanya yang berpisah dan memutuskan untuk menikah lagi. Sebenarnya Rey disuruh memilih tinggal bersama Mama atau Papa-nya, tapi lelaki itu lebih memilih membeli apartemen dan tinggal di apartemen itu seorang diri.
Rey memilih membeli apartemen di sebelah apartemen milik Haikal, sebab dia akan lebih mudah untuk meminta makan pada Haikal. Namun, Rey juga terkadang lebih sering menginap di rumah orangtuanya. Orang tua sambungnya bahkan juga sudah menerimanya layaknya anak kandungnya sendiri.
Haikal terus melangkah hingga tanpa dia sadari sekarang sudah berada di basement untuk mengambil motornya, menaiki motor itu sebelum benar-benar menancap gasnya Haikal lebih dulu memakai jaket kulit kebanggaannya. Memasang helm full face-nya untuk menutupi wajah tampannya, baru setelahnya dia menancap gas motornya membelah jalanan pagi ini.
Brak!
Pintu kamar itu tiba-tiba di tendang dengan sangat kasar, seorang gadis yang sekolah meringkuk dengan balutan selimut tebal itu seketika telunjuk dengan gerakan cepat ya bangun dari baringannya. berdiri dengan badan teman serta wajah yang terlihat begitu pucat bintik-bintik kemerahan sebab alergi tak lupa memar yang terlihat begitu jelas dari semalam.
Bagaimana tidak terlihat jelas, gadis itu kembali mendapat pukulan serta tamparan saat tanpa sengaja keluar dalam keadaan banyak lebam. Pria yang menyiksanya semalam tidak ingin ada yang mengetahui perbuatannya oleh sebab itu gadis itu kembali disiksa saat kedua orang tua begitu saja.
Wanita setengah baya dengan dress feminimnya itu melangkah mendekat, berdiri di hadapan gadis berbalut piyama tidurnya, mencengkram kedua pipi gadis itu agar mendongak menatapnya.
"Bodoh." desis wanita setengah baya itu, cengkeramannya pun semakin kuat dari cengkraman sebelumnya.
Ella, gadis itu meringis pelan merasakan cengkraman dari kuku-kuku panjang Mama tirinya yang semakin lama semakin kuat. Kedua tangannya terangkat menggenggam pergelangan tangan Mama tirinya, berusaha menurunkan tangan itu agar melepas cengkraman nya.
"Tetap diam di rumah, jangan sampai semua orang tau jika gadis sepertimu itu penyakitan." Windy, Mama tiri Ella menatap nyalang gadis itu. Sebenarnya dia sudah sangat muak merawat gadis penyakitan sepertinya, namun ini semua demi perkembangan perusahaannya.
Gila memang, Windy dan Tama sepasang suami istri yang hanya terobsesi dengan keuntungan besar jika bekerja sama dengan perusahaan utama milik keluarga Ephraim yang ada di Kanada. Hingga membuat mereka mengadopsi seorang anak perempuan yang mereka beri nama Grabiella Queenie. Bahkan identitas asli Ella telah di sabotase oleh Tama, bukan hanya itu mereka juga sering kali menyiksa Ella tanpa sebab. Alergi yang Ella miliki mereka anggap sebagai penyakit sehingga mereka menyebut Ella dengan sebutan gadis penyakitan, namun perlakuan bejat mereka itu akan berubah 1000 kali lipat jika di depan banyak orang terutama keluarga Ephraim.
"Asal kau tau gadis bodoh, saya muak jika harus melihat gadis penyakitan seperti mu setiap saat. Saya harap kau segera menikah dengan Arkan dan membuat perusahaan suami saya berada di ambang kejayaan. Jika kau tidak mampu menikah dengan Arkan, jauh lebih baik jika kau mati!" Windy melepas cengkraman nya dengan kasar.
Badan mungil Ella terdorong beberapa langkah ke belakang, dia meringis pelan sebab sepertinya kembali memar sebab cengkraman dari Mama tirinya yang begitu kuat.
Windy menatap Ella sekilas sebelum kaki itu kembali melangkah keluar kamar, dia dan Tama akan pergi keluar kota untuk pekerjaannya dan menyegarkan otaknya yang terlalu muak jika harus bertemu dengan Ella setiap harinya.
"Bu, Ella ingin ikut ibu." badan mungil yang sudah pucat pasi itu luruh, memeluk kedua lututnya sambil terisak pelan.
Kenapa?
Kalian ingin mengatakan jika Ella lemah?
Tidak masalah katakan saja, Ella akan menerima semuanya. Namun kalian harus tau, Ella sudah berusaha untuk lepas dari orang tiri seperti mereka, tapi lagi-lagi Tama dan Windy dapat menemukannya dengan sangat mudah. bahkan Ella juga sempat pernah ingin melaporkan kejahatan mereka padanya kepada orang tua Arkan selaku keluarga Ephraim, namun bukannya berhasil Windy dan Tama justru menyiksanya di dalam gudang selama 2 hari tanpa di beri makan dan minum. Ella tidak memiliki siapapun di dunia ini, dia hanya hidup seorang diri. Kedua orang tuanya meninggal saat masih kecil dan berujung dia harus tinggal di panti asuhan.
***
"Nih gue bawain lo bubur ayam." Haikal meletakkan satu sterofom berisi bubur ayam itu di pangkuan Ella.
Gadis itu menunduk menatap sterofom itu dan menggenggamnya erat, kemudian dia sedikit mendongak menatap Haikal yang duduk di sampingnya.
"Makasih kak."
"Hmm."
Haikal berdehem singkat sebelum fokus membuka sterofom miliknya dan mengeluarkan sendok plastik itu dari dalam plastiknya. Kemudian Haikal menatap bubur ayam miliknya sebentar sebelum menoleh menatap bubur ayam milik gadis di sampingnya. Tangannya terulur untuk kembali mengambil bubur ayam itu dari pangkuan Ella. Sementara gadis yang masih berbalut piyama tidur namun dilapisi dengan cardigan lengan panjangnya itu sontak menatap Haikal dengan dahi yang sedikit menyergit. Bukankah bubur ayam itu untuknya, lantas sekarang kenapa dia mengambilnya kembali.
Haikal mengambil kacang yang berada di bubur ayam milik Ella satu persatu, dipindahkan ke dalam sterofom bubur ayam miliknya. Setelah dirasa bubur ayam milik Ella benar-benar tidak ada kacangnya sama sekali, barulah Haikal kembali menyodorkan bubur ayam itu di pangkuan Ella.
Haikal menoleh menatap Ella sebentar, "kenapa, lo mikir kalo buburnya gue ambil balik?"
Ella yang semula menatap Haikal lekat pun mengerjap pelan, dia terdiam sebentar mencerna apa yang lelaki di depannya ini lakukan tadi. Mengambil kacang-kacang yang berada di bubur ayam miliknya?
Ella menggeleng pelan setelah sadar Haikal bertanya padanya, "i-iya, eh nggak kok kak."
Haikal terkekeh pelan, dia kembali menunduk fokus pada bubur ayamnya menyantap bubur ayam itu satu suapan lalu menelannya dengan santai.
"gue pisahin kacang-kacang dari bubur lo, takutnya nggak sadar ke makan, kan lo alergi kacang." Haikal berucap tanpa menatap Ella, dia hanya fokus menyantap bubur ayam miliknya.
Sementara Ella yang sedari tadi menatap Haikal pun mengerjap, seulas senyuman tipis terbit di bibir pucat nya. "terimakasih kak."
Haikal mengangguk singkat sambil melepas jaket kulitnya, menyampirkan jaket itu di sandaran kursi tanpa berniat menatap gadis di sampingnya yang bahkan masih terlihat cantik meski wajahnya pucat dan di penuhi memar-memar kemerahan.
Entah apa yang Haikal pikirkan tadi hingga membawanya menuju kerumah Ella saat ini. Dia tidak pernah dekat dengan seorang perempuan. Jangankan dekat, mengenal saja tidak penah, bahkan nama teman perempuan sekelasnya saja Haikal sering lupa. Selama ini hidupnya hanya dipenuhi dengan bekerja, bekerja dan bekerja agar dia dapat mengadopsi dan menyekolahkan Devan.
Ella, gadis pertama yang dapat berbicara sedekat ini dengannya, duduk bersebelahan dengannya. Dan ini juga kali pertama Haikal membelikan seorang gadis makanan. Seumur hidupnya dia tidak pernah bersangkutan dengan seorang perempuan, namun entah kenapa sekarang dia justru ingin melindungi Ella apalagi saat melihat kedua pipi gadis itu yang terdapat bekas cangkraman kuku-kuku tajam yang sepertinya baru tadi pagi diperbuat.
Haikal menyuap bubur ayam terakhir miliknya kemudian dia mengambil satu gelas air yang dibawakan oleh asisten rumah tangga Ela wanita baru bayar yang Haikal temui saat pertama kali dia datang ke rumah ini kemarin malam. setelah menunggu air itu hingga tandas Haikal menoleh menatap gadis sebelahnya yang ternyata juga sudah menghabiskan bubur ayamnya.
Tangan Haikal terulur mengambil bungkus bubur ayam milik Ella, gadis itu hendak mencegah namun gerakan tangannya kalah cepat dengan gerakan tangan Haikal. Lelaki itu berdiri dari duduknya melangkah membuang dua bungkus bubur ayamnya dan milik Ella. Setelahnya kaki itu kembali melangkah ke kursi yang dia dan Ella duduki tadi, menyambar jaket kulitnya dan segera memakainya kembali.
"gue pulang."
Ella berdiri dari duduknya, sedikit mendongak menatap Haikal yang lebih tinggi darinya, "makasih kak."
Haikal menyergit sedikit menundukkan pandangannya menatap gadis yang berdiri di sampingnya, "lo nggak punya kata-kata selain makasih ya, makasih mulu perasaan."
Ella tersenyum tipis, "kakak baik makanya Ella selalu bilang makasih."
"Lo nganggep gue baik karena udah bawain lo bubur ayam, itu bukan baik tapi karena gue ngerasa bersalah udah buat alergi lo kambuh. Ya meskipun sebenarnya bukan sepenuhnya salah gue."
Ella menggeleng keras, menyangkal ucapan Haikal. "nggak kok, bukan kakak penyebab alergi Ella kambuh, itu karena kecerobohan Ella sendiri. Ella bilang kakak baik karena udah peduli sama Ella, bukan karena rasa bersalah yang kakak maksud."
Haikal berdecak pelan, "jangan mudah nganggep orang baik, belum tentu gue baik kayak yang ada di pikiran lo."
Ella mengerjap pelan dnegan kedua mata yang fokus menatap Haikal, "tapi Ella yakin kok kalo kakak beneran baik."
"hmm terserah lo." Haikal mengambil tas dan kunci motornya yang ada di kursi itu kemudian kakinya hendak melangkah pulang namun suara Ella membuat Haikal menghentikan kakinya.
"Kita belum kenalan, Ella belum tau nama kakak."
Ella menatap punggung Haikal lekat, berharap lelaki itu mau membalikkan badan dan berkenalan dengannya. Namun harapan nya sirna sebab lelaki itu malah mengabaikannya.
Haikal melangkah tanpa mau memberi tahu siapa namanya.
"Ella harus bisa tau siapa nama kakak baik itu, dia tipe Ella banget, udah baik, keren, ganteng lagi, xixixi."