Vino Bimantara bertemu dengan seorang wanita yang mirip sekali dengan orang yang ia cintai dulu. Wanita itu adalah tetangganya di apartemennya yang baru.
Renata Geraldine, nama wanita itu. Seorang ibu rumah tangga dengan suami yang cukup mapan dan seorang anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar.
Entah bagaimana Vino begitu menarik perhatian Renata. Di tengah-tengah kehidupannya yang monoton sebagai istri sekaligus ibu rumah tangga yang kesehariannya hanya berkutat dengan pekerjaan rumah dan mengurus anak, tanpa sadar Renata membiarkan Vino masuk ke dalam ke sehariannya hingga hidupnya kini lebih berwarna.
Renata kini mengerti dengan ucapan sahabatnya, selingkuh itu indah. Namun akankah keindahannya bertahan lama? Atau justru berubah menjadi petaka suatu hari nanti?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lalalati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20: Perjodohan
Marsha tak seterkejut Vino. Ia sudah tahu tentang ini dari sebelumnya. Namun sama dengan Vino, ia menentang pertemuan yang ternyata bertujuan untuk menjodohkan mereka berdua ini.
Kelima orang itu kini duduk di meja makan yang terletak di gazebo yang dikelilingi tanaman bonsai milik Bimantara. Mereka menyantap makanannya sambil bercengkerama hal-hal sehari-hari. Tidak kelimanya memang, karena Marsha dan Vino sama sekali tidak berbicara.
Setelah makan siang itu, mereka pindah ke ruang tamu sambil menikmati dessert yang disediakan koki keluarga Bimantara.
"Jadi sekarang langsung saja kita bicarakan pertunangan anak-anak kita, Pak Bima," ujar Bara akhirnya setelah obrolan-obrolan ringan mereka saling lontarkan.
"Saya setuju, saya setuju," angguk Bimantara setuju. "Vino baru tahu tentang ini, Pak Bara. Dia pasti masih kaget. Iya 'kan, Nak?"
Vino tak menjawab hanya menghela nafas berharap kesalnya berkurang.
"Marsha juga masih belum menerima," ujar Ambar. "Mungkin kita beri waktu pada mereka buat ngobrol, bagaimana Pak Bima?"
"Iya, pasti mereka masih syok. Jadi begini, Vino, Marsha. Kalian sudah dewasa sekarang. Vino akan segera mengambil alih bisnis-bisnis Opa. Marsha juga akan segera bergabung ke firma hukum ayahnya. Satu hal yang selanjutnya harus kalian lakukan adalah menikah. Opa tahu kalian ketemu saat berada di Singapura. Opa melihat kalian begitu serasi. Kalian juga udah saling mengenal sejak SMA. Jadi kenapa kalian gak menikah saja?" terang Bimantara.
"Bilang aja ini ada kaitannya sama bisnis-bisnis Opa sama Om Bara," celetuk Vino. Ia memang kesal tapi masih terlihat santai.
"Tidak selalu semuanya tentang bisnis, Vino," sanggah Bara. "Kami melihat kamu adalah seorang pria yang baik. Sebagai orang tua, kami ingin Marsha menikah dengan pria yang baik. Kami tidak berharap kamu akan langsung menyetujui perjodohan ini. Kalian bisa saling mengobrol, saling mengenal lebih dalam. Tidak perlu terburu-buru."
Walaupun kata-kata Bara terdengar begitu diplomatis, namun Vino sangat tahu maksud dari perjodohan ini, terutama maksud sang kakek.
Jika ia menikahi Marsha, Vino dipastikan akan kembali ke keluarga Bimantara dan mengelola salah satu bisnis keluarga besarnya. Vino tidak melihat ada keuntungan untuknya pada perjodohan ini.
Setelah itu Marsha dan Vino diberikan waktu berdua untuk mengobrol. Mereka kini berada di beranda belakang lagi.
"Lo yang minta ketemu hari ini?" tebak Marsha dengan kesal.
"Iya. Weekend gue gak bisa."
"Gara-gara lo gue jadi gak bisa ketemu sama cowok gue," gerutu Marsha.
"Bukannya kalau weekend justru waktunya orang pacaran ketemu ya? Lo kok malah ketemuan di weekday sama cowok lo?" sindir Vino.
"Lo gak perlu banyak nanya," Marsha sedikit gelagapan. "Sekarang gimana caranya biar perjodohan ini batal. Gue gak mau nikah sama lo!"
Vino mengeluarkan sebatang rokok dan menyalakannya. Dihisapnya dan dihembuskan asap putihnya memalui hidung. Pikirannya sedang sibuk memikirkan jalan keluar dari masalah ini.
Marsha langsung terbatuk dan mengipas-ngipaskan tangannya di depan hidungnya. "Gue gak suka cowok ngerokok."
"Ya udah jauh-jauh lo sana," usir Vino tersinggung.
"Lo gimana sih? Kita ini harus cari cara supaya kita gak dinikahin!"
Vino kembali termenung. Ia tahu tak mungkin ia menghindar dari perjodohan ini. Sang kakek memiliki seribu cara untuk membuatnya menikah dengan Marsha. Jika tidak bisa membatalkan, maka Vino bisa menghindarinya.
Kemudian Vino menemukan satu-satunya cara. "Kita tunangan aja," ajak Vino tanpa melihat ke arah Marsha dan masih sibuk menikmati rokoknya.
Marsha sontak menatap heran pada Vino. "Lo udah gila?! Gue gak mau!"
"Jadi lo maunya kita nikah langsung? Lo mau pindah dari Bali?"
"Ya enggaklah. Gue gak mau nikah sama lo. Gue cinta banget sama cowok gue. Gue gak bisa tunangan sama lo apalagi nikah."
"Justru itu. Kita tunangan dan kita bilang sama orang tua kita, kita bakal tetep ada di Bali."
"Tapi gue..." meski berkata demikian Marsha mulai berpikir ide Vino memang ada benarnya.
"Lo punya cara lain? Kalau kita gak nyoba buat deket, mereka bakal terus maksa kita. Kita bakal gak bisa balik ke Bali."
Marsha kini sepenuhnya setuju.
"Sekarang kita ke dalem lagi. Lo diem aja. Biar gue yang ngomong."
Vino buang rokok yang sedang dihisapnya dan kembali ke dalam bersama Marsha. Mereka disambut orang orang tua mereka yang menatap mereka dengan penuh harap.
"Om, Tante, Opa, aku sama Marsha udah memutuskan. Kami bakal nyoba buat deket. Gak ada salahnya kita nyoba buat saling kenal lebih jauh. Berhubung kita berdua sama-sama di Bali juga, jadi kita bisa sering ketemu," ucapan Vino disambut dengan wajah sumringah ketiganya.
"Benar. Kalian bisa sering bertemu di Bali. Keputusan yang bagus, Vino," puji Bara. "Lalu bagaimana dengan pekerjaan kamu? Kamu sudah memutuskan untuk melanjutkan bisnis Kakek kamu?"
"Belum, Om. Aku masih terikat kontrak sama pekerjaan aku yang sekarang. Mungkin setelah semua selesai, aku baru akan memikirkannya."
Bara mengangguk enggan. Ia ingin jika Vino bersedia melanjutkan perjodohan ini, maka Vino harus meneruskan salah satu bisnis Bimantara dengan posisi paling rendah sebagai direktur.
"Tenang Pak Bara. Vino pasti akan mengambil alih salah satu bisnis saya. Ia hanya masih memikirkannya," ujar Bimantara menenangkan.
"Ah tidak, Pak Bima. Kami tidak masalah dengan itu," dusta Bara. "Mau bagaimana pun Vino tetaplah cucu anda, itu yang terpenting."
Semua terdiam.
"Maksud saya..." Bara gelagapan. "Keturunan dari seorang Bimantara pasti merupakan keturunan terbaik. Lihatlah cucu anda sangat tampan, dia juga berkepribadian baik, dan bijaksana. Buktinya ia bisa menerima perjodohan ini dan mencoba untuk menjalaninya," terang Bara mencari alasan. Ia tak ingin terlihat berambisi untuk menguasai salah satu bisnis gurita keluarga besar Bimantara melalui pernikahan sang putri dengan pewaris utama generasi ketiga keluarga konglomerat itu.
"Baik kalau begitu, hari ini aku dan Marsha akan nyoba buat kencan dan setelah itu kami akan kembali ke Bali." Vino meraih lengan Marsha. "Kami permisi."
Ketiganya melihat pemandangan itu dengan lega. "Benar kata saya kan, Papi, Pak Bima. Vino pasti suka pada Marsha. Sulit untuk menolak pesona Marsha," ujar Ambar membangga-banggakan sang putri.
Bimantara tak langsung menyahut.
Bara menegur sang istri dengan tatapannya. "Yang sopan, Mi," bisik Bara menegur sang istri.
Muncul sedikit ragu di hati Bimantara melihat sikap kedua calon besannya ini. Apa perjodohan ini adalah langkah yang tepat?
terimakasih Thor karena akhirnya Rania berjodoh dengan Logan.