Mencintainya adalah sebuah keputusan..
Sifat perhatian padaku menutupi pengalihannya...
Yang dia kira...dia yang paling disayang, menjadi prioritas utama, dan menjadi wanita paling beruntung didunia.
Ternyata semua hanya kebohongan. Bukan, bukan kebohongan tapi hanya sebuah tanggung jawab
.
.
.
Semua tak akan terjadi andai saja Arthur tetap pada pendiriannya, cukup hanya dengan satu wanita, istrinya.
langkah yang dia ambil membawanya dalam penyesalan seumur hidupnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lupy_Art, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 20
Setelah menyelesaikan makan malam, mereka kembali kekamar.
Ceklek...
Arthur yang sedang duduk dipinggir ranjang sambil mengecek ipadnya menoleh pada pintu kamar mandi yang menampakan istrinya dengan balutan bathrobe ditubuhnya, sepertinya tadi Livia mandi.
meletakkan ipad nya lalu menghampiri istrinya, "duduklah, aku akan mengeringkan rambutmu"...Livia menurut saja
Livia POV......
'kenapa tidak peka sih, apa dia sengaja membuatku berpikir yang macam². Aku ingin menangis rasanya, tidak aku tidak boleh lemah. Aku akan diam sampai Arthur bicara'
'tapi siapa ya wanita yang menelepon suamiku tadi?'
POV End......
Lamunannya buyar saat suara bariton suaminya terdengar
"apa yang kamu pikirkan? Kamu ingin sesuatu?"
Inilah alasan Livia selalu berpikir dua kali kalau mau marah dengan suaminya, sifat perhatiannya selalu membuatnya luluh
Livia menggeleng sebagai jawabannya, kemudian melangkah pergi untuk memakai bajunya
Arthur yang melihat itu tak ambil pusing, ia lebih memilih berbaring ditempat tidur.
Setelah 5 menit Livia selasai dari rutinitas sebelum tidur, melangkah naik ke ranjang lalu berbaring membelakangi suaminya
Sudah 1 jam Livia berusaha untuk terlelap namun tidak bisa, menoleh kebelakang rupanya suaminya sudah nyenyak.
Mungkin aku harus jalan² sebentar, pikirnya.
Perlahan Livia menutup pintu kamarnya, "Nyonya anda mau kemana malam² begini, seharusnya anda tidur" kata Kei tiba²
Suara itu mengagetkan Livia, "kamu mengagetkanku"
"maaf"...
"aku mau jalan sebentar, aku tidak bisa tidur"
"saya akan menjaga anda dari belakang" Livia mengangguk..
Kei mengikuti Livia dari belakang, ia memperhatikan punggung mulus itu, inisiatif membuka jaketnya lalu memakaikannya dibahu Livia
"eh...Terimakasih"...
"Kei..jangan berjalan dibelakangku.. jalan disampingku"
mereka berjalan pelan sambil membicarakan sesuatu yang random
"oh iya Kei... Aku ingin memberi tahu kakek soal kehamilan ku" raut bahagia terpancar diwajah Livia
"tentu... Kita ke taman belakang saja"
Lalu mereka sekarang duduk digazebo dengan meja sebagai jarak diantara mereka, Livia menelepon kakeknya.."Aku sangat senang mendengarnya, jangan banyak pikiran dan selalu mengkonsumsi buah sayuran" kata kakek Ryuu
"iya kek, aku akan menjaga kandunganku, disini ada banyak orang yang menjagaku"
"Nak, berikan ponselnya pada Niky" Kei mendekatkan ponselnya ke telinganya
"jika terjadi sesuatu segera hubungi aku, apapun itu mengenai cucuku"
"baik kek"
Setelah itu mereka berbincang hal² lainnya.. "Kei...Aku ingin kue labu"
"Aku akan mengambilkan untukmu, sebentar" kei pergi meninggalkan Livia sendiri digazebo itu, Livia merasakan cuaca malam ini sangat dingin, kelihatannya malam ini akan hujan awannya mendung sekali tidak ada bintang satupun yang nampak.
"ini kue mu" kei meletakkan kue itu didepan Livia
"makanlah..." Livia memberikan beberapa potong kuenya
"terimakasih" Kei sebenarnya segan tapi demi Livia merasa nyaman dia menerima pemberiannya
...
Sementara didalam kamar, Arthur meraba kasur disebelahnya kosong, "Sayang..." panggilnya.
tak ada jawaban satupun Arthur beranjak dari kasur menuju kamar mandi, mengetuk pintunya "Sayang, kamu didalam?" lagi² tak ada jawaban... Akhirnya Arthur membuka pintu itu yang didalamnya kosong tak ada siapapun
Raut khawatir tertera diwajahnya namun ia berusaha tenang.. Mengecek CCTV yang terhubung diponselnya, terlihat Livia keluar kamar dengan baju tipisnya
Mematikan ponselnya lalu keluar untuk mencari keberadaan sang istri...
Arthur berpikir mungkin Livia kelaparan maka dia pergi kedapur untuk menemuinya. Sesampainya di ruang dapur, Arthur tidak melihat siapapun namun ia mendengar suara seseorang tertawa samar².
Mengikuti instingnya Arthur berjalan ke halaman belakang... Terlihat olehnya dua orang sedang duduk di gazebo sambil tertawa, ia sangat mengenali pakaian tidur istrinya yang di pakai..
Dan jaket siapa yang menyelimuti tubuh istrinya? harusnya Livia bisa menggunakan kardigan atau hal lain semacamnya, tapi apa yang dia lihat sekarang livia memilih menggunakan jaket orang lain daripada mencari kehangatan dengannya...pikir Arthur
Dengan penuh keyakinan dan sorot mata tajam yang menusuk pada dua orang itu seakan ingin mengenyahkan seseorang yang sedang tertawa bersama istrinya
"Ekhemm..." Livia dan Kei menoleh pada suara itu, Livia terkejut kenapa suaminya bisa ada disini...
"apakah cerita kalian se lucu dan se menarik itu, sampai² kalian tidak tahu kehadiranku ?" Arthur memasukkan kedua tangannya disaku celananya
kedua orang itu tetap diam seakan² mereka terciduk berselingkuh
Livia beranjak dari gazebo itu, " terimakasih sudah menemaniku Kei, aku kembali kekamar" ucapnya lalu melepaskan jaket yang ia pakai untuk dikembalikan pada bodyguardnya
"sama² nyonya" ucapnya santai tanpa memperdulikan tatapan tajam Arthur yang tertuju padanya
Livia meraih tangan suaminya agar pergi dari sana, Arthur pun hanya diam saja mengikuti langkah istrinya.
Didalam kamar Livia segera berbaring dikasur tanpa memperdulikan tatapan tajam Arthur kepadanya
"kenapa tidak membangunkanku ?" tanya Arthur dengan suara berat
Livia yang masih sadar menjawab, "kamu pulas sekali tidurnya, aku tak mau mengganggumu.. Kamu besok harus kerja kan"
" Aku suamimu.. Sudah seharusnya aku melaksanakan tugasku untuk menjagamu, Daddy akan berkata apa jika aku tidak menjaga putrinya dengan baik" setelah itu Arthur berbaring membelakangi istrinya
Livia masih mendengar ucapan itu, hatinya terasa diremas... Apa selama ini suaminya tidak benar² menjaganya dengan tulus? Apakah dia menjadi beban? Atau sebenarnya Arthur tidak pernah menginginkannya? Batinnya
Air mata itu mulai mengalir seiring bergetarnya tubuh Livia.. Arthur merasakan getaran dan juga mendengar isakan kecil disampingnya lantas membuka mata
"Sayang... Apa ada yang sakit? Katakan padaku..." Arthur begitu khawatir sekarang, kedua tangannya berusaha meraih tubuh istrinya kedalam dekapannya namun Livia menepis tangannya
"....hiks....hiks.." air mata itu keluar semakin deras
Livia merasakan keram diperutnya.."ah...awh...ssssh, perutku sakit... Tidak, anakku..anakku" tangannya terus menekan perut yang terasa sakit itu
"sayang jangan ditekan, nanti tambah sakit. kemarilah biar aku usap perutmu" lagi² Livia menepis tangan suaminya
Livia semakin takut sekarang namun dia juga tidak berhenti menangis...
Tuhan... kumohon jangan ambil anakku sekarang.. Dia bahkan belum keluar melihat dunia..Livia terus merapalkan do'a untuk keselamatan kandungannya
Arthur yang tak tahan melihatnya langsung saja menggendong istrinya menuju ke bawah..
"pengawal...siapkan mobil!" perintah Arthur dengan suara menggelegar memenuhi ruang tengah itu
Para pengawal dengan sigap menyiapkan kendaraan
"cepat jalan! Sekarang!" sopir itu berusaha menambah kecepatan, ia juga memikirkan nasib keselamatan mereka bertiga.
Mobil itu melaju menembus kesunyian kawasan hutan...
"Tenanglah sayang, kita akan segera sampai, lebih cepat!" bentak Arthur pada sopir
"Ar...sakit... anakku, selamatkan anakku...hiks...hiks"
Arthur terus menenangkan istri yang duduk dipangkuannya. Mengusap keringat yang bercucuran di dahi istrinya
Akhirnya mereka sampai dirumah sakit terdekat..
"Suster...cepat tolong istriku...dia sedang mengandung" Arthur membaringkan istrinya di brangkar... Suster itu segera mendorong brangkar itu menuju ruang IGD...
Arthur menatap pintu IGD yang tertutup itu, barharap istri dan anaknya baik² saja didalam sana.
mengusap wajahnya kasar, tangannya mengepal kuat sampai urat² muncul ditangan kekarnya...
.
.
.
.
.
.
...----------------...
.
.
.
.
.