Berada di dunia yang mana dipenuhi banyak aura yang menjadi bakat umat manusia, selain itu kekuatan fisik yang didapatkan dari kultivasi melambangkan betapa kuatnya seseorang. Namun, lain hal dengan Aegle, gadis belia yang terasingkan karena tidak dapat melakukan kultivasi seperti kebanyakan orang bahkan aura di dalam dirinya tidak dapat terdeteksi. Walaupun tidak memiliki jiwa kultivasi dan aura, Aegle sangat pandai dalam ilmu alkemi, ia mampu meracik segala macam ramuan yang dapat digunakan untuk pengobatan dan lainnya. Ilmu meraciknya didapatkan dari seorang Kakek tua Misterius yang mengajarkan cara meramu ramuan. Karena suatu kejadian, Sang Kakek hilang secara misterius. Aegle pun melakukan petualang untuk mencari Sang Kakek. Dalam petualang itu, Aegle bertemu makhluk mitologi yang pernah Kakek ceritakan kepadanya. Ia juga bertemu hantu kecil misterius, mereka membantu Aegle dalam mengasah kemampuannya. Bersama mereka berjuang menaklukan tantangan dunia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chu-Chan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 20
Burung Rock raksasa memekik, suaranya mengguncang tanah dan udara, membuat nyala api semakin berkobar. Aegle berusaha tetap tegak meskipun hawa panas membuatnya hampir tak bisa bernapas. Burung kecil itu mencoba mendekati sang raja burung dengan suara kicauan khasnya, tapi burung Rock tampaknya tak bisa mendengar apa-apa selain amarahnya.
“Ini gila!” seru Aegle panik, mencoba menghindari semburan api yang hampir mengenainya.
“Dia bahkan tak mengenalmu, burung kecil!”
Burung kecil itu menoleh, suaranya tenang meskipun situasinya genting. “Raja tidak akan mengenal siapa pun dalam kondisi ini. Amarahnya telah melampaui batas. Tapi ada cara lain…”
“Apa caranya?” tanya Aegle cepat.
“Kau harus menyerahkan energi aura milikmu padaku,” ujar burung kecil itu, matanya memandang Aegle dengan tegas.
Aegle membelalak. “Tapi aku tidak punya aura!”
Burung kecil itu menggeleng. “Kau salah. Aura milikmu telah disegel sejak lama. Tapi aku bisa membukanya untuk sementara waktu. Energi itu bisa memulihkan akal raja dan menghentikan amukannya.”
Aegle terdiam, mencoba mencerna kata-kata burung kecil itu. “Tapi bagaimana kalau itu membuatku... mati?”
“Aku tidak akan membiarkan itu terjadi,” ujar burung kecil itu dengan keyakinan. “Tapi kita tidak punya banyak waktu. Hutan ini akan musnah, dan kita juga. Kau harus memutuskan sekarang.”
Aegle mengepalkan tangannya, menatap burung kecil itu dengan ragu, lalu beralih pada burung Rock yang masih mengamuk. Api berkobar semakin besar, dan hutan yang dulunya penuh kehidupan kini tampak seperti neraka. Dia menarik napas dalam-dalam, lalu mengangguk.
“Baiklah. Lakukan apa yang harus kau lakukan.”
Burung kecil itu terbang ke arah Aegle, melayang di depan dadanya. “Buka hatimu, dan biarkan aku mengakses energimu.”
Aegle memejamkan matanya, mencoba fokus meskipun hawa panas membakar kulitnya. Dia merasakan sesuatu yang aneh di dadanya, seperti pintu yang lama terkunci kini mulai terbuka.
Dalam sekejap, tubuhnya dipenuhi cahaya terang, dan aura hijau keemasan memancar darinya.
Burung kecil itu menyerap energi itu dengan cepat. Tubuhnya yang sebelumnya mungil kini tumbuh besar, bulu-bulunya bersinar merah menyala dengan kilau keemasan di ujungnya. Dalam sekejap, burung kecil itu telah berubah menjadi burung besar yang hampir seukuran burung Rock, meskipun tampak lebih bersahaja.
Burung Rock yang sedang mengamuk berhenti sejenak, tatapannya terarah pada burung besar yang baru saja muncul. Mereka saling menatap, dan suasana di sekitar mereka tiba-tiba menjadi hening.
Burung besar itu berkicau keras, suaranya menggema di udara seperti nyanyian yang magis. Burung Rock, yang tadinya mengamuk tanpa kendali, mulai melunak. Api yang menyelubunginya perlahan padam, dan mata merahnya kembali menjadi hitam pekat, penuh kedamaian.
Aegle yang menyaksikan itu terjatuh ke tanah, tubuhnya lemah karena energi yang terkuras. Burung besar itu menoleh padanya, matanya penuh rasa terima kasih. Ia menundukkan kepalanya pada Aegle, lalu kembali menatap burung Rock.
“Akhirnya dia tenang,” gumam burung besar itu. “Raja telah kembali ke akalnya.”
Burung Rock mendekati Aegle perlahan, menundukkan kepalanya ke arah gadis itu. Aegle yang masih setengah sadar hanya bisa menatap dengan mata berkaca-kaca. Burung Rock mengeluarkan suara rendah, seperti bentuk permintaan maaf.
Burung besar itu kembali bicara, kali ini kepada burung Rock. “Dia adalah penyelamat kami. Hutan ini tidak akan musnah karenanya.”
Aegle tersenyum tipis sebelum akhirnya pingsan. Burung besar itu mengecil kembali menjadi burung mungil dan hinggap di sampingnya.