Ada cowok yang pikirannya masih di zaman batu, yang menganggap seks cuma sekedar kompetisi. Semakin banyak cewek yang ditiduri, maka semakin jantan dia.
Terus ada juga yang menganggap ini cuma sebagai salah satu ajang seleksi. Kalau goyangannya enak, maka mereka bakal jadian.
Ada lagi yang melihat ini cuma buat kesenangan, tanpa perlu ada keterikatan. Ya, melakukannya cuma karena suka. Sudah, begitu saja.
Dan ada juga cowok yang menganggap seks itu sesuatu yang sakral. Sesuatu yang cuma bisa mereka lakukan sama orang yang benar-benar mereka sayangi.
Nah, kalau gue sendiri?
Jujur, gue juga nggak mengerti. Gue bahkan nggak tahu apa arti seks buat gue.
Terus, sekarang gue ada di sini sama Carolline?
Gue baru kenal dia, jadi gue nggak ada niatan buat tidur sama dia. Tapi kalau soal bikin dia puas?
Itu cerita lain.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DityaR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cinta Lama Belum Kelar
...Asta...
...✦•┈๑⋅⋯ ⋯⋅๑┈•✦...
Tiba-tiba Bessie nongol di samping gue, senyumnya lebar, rambutnya dikuncir tinggi. Beberapa helai rambutnya yang bergelombang, bikin mukanya kelihatan makin manis.
"Gimana, nih? First event kampus lo?"
Gue ngeluh pelan. "Burgernya laku sih…"
"Bakal lebih laku lagi kalau lo senyum dikit." Bessie nepuk pundak gue sambil nyengir. "Gunain dong pesona lo, Asta. Kira-kira kenapa gue kasih job ini ke lo?"
"Karena gue jago bakar daging?"
Dia langsung melotot.
"Coba senyum dulu." Tiba-tiba dia megang muka gue pake dua tangan. "Ayo, lo pasti bisa."
Gue pura-pura senyum, ujung bibir naik dikit. Bessie malah nyengir geli.
"Udahlah, lo kelihatan kayak psikopat."
Dia bantu gue balik daging di atas grill.
"Lo kenapa sih?" tanyanya tiba-tiba. "Kayaknya pikiran lo melayang ke tempat lain."
"Gue baik-baik aja."
Dia mengangkat sebelah alis, jelas nggak percaya. Gue taruh penjepit daging, terus bersihin tangan pake tisu sebelum duduk di salah satu meja piknik.
"Oke…" Gue buang napas panjang. Satu hal yang gue pelajari dari Bessie, nggak usah basa-basi. "Gimana ya… ada sesuatu yang terjadi… sama seseorang. Terus gue udah kirim chat, tapi dia nggak bales."
Bessie menyilangkan tangan di dada.
"Sesuatu itu maksudnya lo tidur bareng?"
"Bessie!"
"Santai, lo udah gede. Ngapain pake muter-muter?"
"Nggak sampai tidur bareng sih, tapi… ya, ada sentuhan lah. Gue kira momen itu spesial buat kita berdua, tapi sekarang dia nggak bales chat gue. Jadi, gue mulai mikir… apa ini cuma keren di kepala gue doang?"
"Ini soal Selma, ya?"
Gue diam saja.
"Mungkin dia masih mengolah semuanya, Asta. Terakhir kali lo cerita, kalian masih sebatas teman yang flirting doang, kan? Sekarang tiba-tiba jadi gini. Bisa aja dia cuma butuh waktu."
"Atau mungkin dia nyesel… atau ternyata nggak suka… makanya sekarang ngejauh dari gue."
"Kenapa gue nggak kaget lo sepesimis ini, bahkan soal cinta sekalipun?"
Gue buka mulut buat membantah, tapi tiba-tiba Bessie pucat. Tatapannya fokus ke sesuatu di belakang gue. Gue langsung noleh dan, oh… Dino.
Dia lagi jalan ke arah kita sambil menyapa orang-orang, hampir separuh kampus, ya jelas, semua orang kenal dia. Senyum lebar, bercanda sama tiap orang yang dilewatinya. Pas gue balik lihat Bessie, dia udah berubah total. Nggak ada lagi cewek bawel dan hangat tadi. Sekarang dia cuma duduk di situ, badannya tegang, ekspresinya dingin banget.
"Lo harus cerita ke gue, nih, ada apa di antara kalian."
"Dia mantan gue, itu aja." Nada suaranya pun berubah.
"Asta!" Dino sampai di depan kita, masih dengan senyum lebarnya. Terus dia melihat Bessie. "Bessie."
"Dino." Bessie cuma ngangguk singkat.
"Lo jadi koki sekarang? Berarti gue dapet burger gratis, dong?"
Gue ngeluh pelan, terus berdiri. "Jangan pelit, lima puluh ribu buat burger. Tujuh puluh kalau lo mau sekalian paket lengkap."
"Buat dia, seratus ribu." Bessie mengelak sebelum Dino bisa jawab. Gue sama Dino langsung saling lirik. "Barusan dia kasih seratus ribu ke anak-anak yang jualan limun, dan dia bahkan nggak minum sama sekali."
Dino menjilat bibirnya terus gigit bawahnya, kelihatan geli. "Ada yang ngamatin gue, nih. Padahal katanya lo udah nggak mau tahu apa-apa soal gue?"
"Gue pebisnis, Dino. Udah tugas gue buat mantau calon pelanggan dan ngitung seberapa banyak duit yang bisa gue ambil dari mereka."
Dino ketawa kecil. "Oke, gue kasih dua ratus, asal lo nemenin gue makan." Dia nunjuk ke meja piknik.
"Gue bukan barang dagangan."
"Gue nggak bilang lo barang dagangan, gue cuma minta lo nemenin gue makan."
Bessie ketawa sinis.
"Orang seperti lo nggak bakal kekurangan teman buat nemenin makan."
"Ah, lo cemburu ya, Bestiee?"
Bessie langsung merah padam, entah karena marah atau malu. "Jangan panggil gue gitu.
"Kenapa? Bikin lo ingat sesuatu?"
Makin merah.
"Gue… bakal ngecek dagingnya." Gue ngomong ke udara, soalnya dua-duanya udah sibuk sendiri dalam dunia mereka.
Tegang banget, sumpah. Dan bikin gue makin penasaran, kenapa sih mereka putus?
Tapi gue fokus lagi ke grill, balik-balik daging, sampai akhirnya gue angkat kepala… dan melihat kilauan rambut biru itu dari jauh.
Phyton.
cobalah utk hidup normal phyton
𝚜𝚊𝚕𝚞𝚝 𝚜𝚊𝚖𝚊 𝚜𝚎𝚕𝚖𝚊,𝚠𝚊𝚕𝚊𝚞𝚙𝚞𝚗 𝚖𝚊𝚕𝚟𝚒𝚗 𝚔𝚊𝚔𝚊𝚔𝚗𝚢𝚊 𝚝𝚊𝚙𝚒 𝚍𝚒𝚊 𝚝𝚍𝚔 𝚋𝚎𝚕𝚊𝚒𝚗 𝚔𝚊𝚔𝚊𝚔𝚗𝚢𝚊,𝚜𝚎𝚕𝚖𝚊 𝚖𝚊𝚕𝚊𝚑 𝚗𝚐𝚎𝚍𝚞𝚔𝚞𝚗𝚐 𝚙𝚑𝚢𝚝𝚘𝚗