Ayla tidak pernah menyangka bahwa hidupnya akan berubah karena sebuah kalung tua yang dilihatnya di etalase toko barang antik di ujung kota. Kalung itu berpendar samar, seolah memancarkan sinar dari dalam. Mata Ayla tertarik pada kilauannya, dan tanpa sadar ia merapatkan tubuhnya ke kaca etalase, tangannya terulur dengan jari-jari menyentuh permukaan kaca yang dingin.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Worldnamic, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20: Pertarungan Tak Terelakkan
Ayla merasakan jantungnya berdegup lebih cepat, darahnya mengalir deras di tubuhnya, seiring dengan cahaya yang semakin terang di ujung jemarinya. Cahaya itu menyelimuti dirinya, memantulkan bayang-bayang di sekitar mereka dan memberikan rasa aman yang mengusir sedikit kegelapan dari dalam dirinya. Namun, keberanian yang ia rasakan hanya sebagian dari apa yang mereka butuhkan untuk mengalahkan Noir. Di depannya, sosok kegelapan itu semakin mendekat, wajahnya yang penuh kebencian terlihat jelas.
"Kael, Arlen, kita harus bekerja sama," Ayla berkata, suaranya tegas meski ada sedikit gemetar.
Kael mengangguk, matanya tidak pernah lepas dari Noir yang masih berdiri di tengah kegelapan. "Kita akan menghadapinya bersama," katanya, suara tegas dan penuh tekad.
Arlen yang berdiri di samping mereka, menatap Noir dengan penuh kebencian, kemudian mengarahkan pandangannya pada Ayla. "Ayla, kekuatanmu bisa mengubah semuanya. Jangan biarkan ketakutan menguasaimu."
Ayla menggenggam tangan Kael dan Arlen, merasakan keteguhan dalam setiap sentuhan mereka. Cahaya yang semakin terang di tubuhnya semakin menambah kekuatan dalam dirinya, seolah-olah dunia ini mengalirkan kekuatan yang lebih besar padanya. Namun, kegelapan itu tetap mengintai, tetap ada, dan Noir masih berdiri dengan senyum penuh penghinaan.
"Ini tidak akan berakhir seperti yang kalian harapkan," Noir berkata, suaranya berubah lebih dalam dan lebih menakutkan. "Kalian tidak tahu betapa jauh aku sudah pergi untuk meraih kekuatan ini."
Tangan Noir terangkat, dan kabut gelap semakin tebal, membungkus seluruh lorong dengan kegelapan pekat. "Sekarang, saatnya kalian merasakan keputusasaan yang sesungguhnya."
Dengan kekuatan yang luar biasa, Noir mengirimkan gelombang energi gelap ke arah mereka. Ayla merasakan kekuatan itu, rasa dingin yang hampir mematikan merayap ke tubuhnya, mencoba menggerogoti tekadnya. Namun, ia menggenggam tangan Kael lebih erat, merasakan cahaya dalam dirinya semakin kuat. Ia tahu inilah saatnya—saat untuk menghadapi kegelapan sepenuhnya.
"Ayla, sekarang!" Kael berteriak, suara penuh perintah.
Ayla menatapnya, menatap Arlen di sebelahnya. Mereka saling bertukar pandang, dan dalam momen itu, mereka tahu apa yang harus dilakukan. Dengan kekuatan batin yang luar biasa, Ayla melepaskan cahaya dari dalam dirinya, memancar bagaikan pelita yang menembus kegelapan.
Cahaya itu bersinar begitu terang, melawan gelombang kegelapan yang dihasilkan oleh Noir. Sosok Noir berteriak kesakitan saat cahaya itu menyentuhnya, merobek kegelapan yang ada di sekelilingnya. Namun, Noir tidak menyerah. Dia mengumpulkan energi gelapnya dengan cepat, melawan cahaya yang terus berusaha menekannya.
"Ini belum berakhir, Ayla," Noir berkata, suara itu dipenuhi kebencian. "Aku tidak akan kalah begitu saja."
Kael maju ke depan, pedangnya terangkat, siap untuk menghadapi Noir dalam pertempuran fisik. "Kau sudah terjebak dalam bayanganmu sendiri, Noir," katanya dengan tegas. "Tidak ada tempat bagi kegelapanmu di sini."
Arlen juga bersiap, membangun kekuatannya dengan penuh konsentrasi. "Kita akan menghentikanmu, Noir. Ini adalah akhir dari permainanmu."
Ayla, di tengah kekuatan dan cahaya yang ia keluarkan, tahu bahwa pertempuran ini lebih dari sekadar fisik. Ini adalah pertarungan batin—pertarungan untuk menemukan keberanian sejati dan menghadapi ketakutan yang selama ini menghantui mereka.
"Dengan cahaya dan cinta, kami akan menghentikanmu," Ayla berkata, suaranya penuh kekuatan.
Tiba-tiba, sebuah ledakan terang menggetarkan seluruh lorong, menekan kegelapan yang menyelimuti tempat itu. Noir berteriak kesakitan, kegelapan yang dipancarkannya mulai terkikis oleh cahaya Ayla yang semakin kuat.
Namun, sebelum mereka bisa merayakan kemenangan mereka, sebuah suara dari kegelapan memecah keheningan.
"Aku belum selesai."
Sosok Noir yang terluka berdiri kembali, matanya berkilauan dengan kemarahan yang lebih besar, lebih dalam. Dengan sebuah gerakan tangan, gelombang kegelapan yang lebih besar dari sebelumnya muncul dan meluncur cepat ke arah mereka.
Ayla merasa kekuatan dalam dirinya mulai melemah, namun di saat itu juga, Kael dan Arlen maju ke depan, membentuk perisai pelindung di sekitar dirinya. Mereka bertiga berdiri teguh, bersama-sama menghadapi kekuatan kegelapan yang datang dengan penuh amarah.
Ayla merasakan tubuhnya semakin lelah, dan setiap hembusan napasnya terasa lebih berat. Kekuatan yang ia keluarkan mulai meredup, namun tekadnya tetap membara. Bayangan Noir yang semakin kuat kembali mengancam, mengubah lorong tempat mereka berdiri menjadi ruang yang penuh dengan kegelapan pekat.
"Noir, jangan pernah berpikir bahwa kegelapan ini akan menguasai kami!" Kael berteriak, suara penuh amarah, tetapi juga penuh keyakinan. Pedangnya bersinar terang, memantulkan cahaya dari Ayla yang masih menyebar di sekeliling mereka.
Ayla merasakan dukungan dari Kael dan Arlen, meskipun tubuhnya lemah, semangatnya tidak mudah padam. Arlen berdiri tegak di sampingnya, matanya penuh determinasi. "Kami tidak akan membiarkanmu menang, Noir. Apa pun yang terjadi, kami akan melindungi Eradel, dan lebih penting lagi... kami akan melindungi Ayla."
Mendengar kata-kata itu, Ayla menatap Arlen dengan penuh rasa terima kasih. Meskipun ia tahu Arlen berjuang untuknya, hatinya tetap milik Kael. Namun, ia tahu bahwa Arlen memainkan peran yang sangat besar dalam pertempuran ini. Mereka bertiga adalah satu kesatuan yang tak terpisahkan, dan itu memberi kekuatan luar biasa pada Ayla.
Noir, yang kini sepertinya semakin gelap dan penuh dengan energi destruktif, mengangkat tangannya ke udara. "Kalian tidak mengerti," katanya dengan tawa penuh kebencian. "Kegelapan ini tidak akan pernah berakhir. Aku sudah terlalu jauh, dan kekuatan ini takkan bisa kalian hancurkan."
Namun, sebelum Noir bisa meluncurkan serangan berikutnya, Ayla menatapnya dengan mata yang penuh tekad. Cahaya yang ada di tubuhnya bersinar lebih terang, lebih murni dari sebelumnya. "Tidak, Noir. Kegelapanmu hanya bisa menang jika kita membiarkanmu menguasai kami. Kami tidak akan pernah membiarkan itu terjadi."
Satu langkah maju, dan Ayla membuka kedua tangannya. Cahaya dari tubuhnya memancar lebih kuat, membentuk perisai yang mengelilingi mereka. Noir terhentak mundur, terkejut oleh besarnya kekuatan yang ia hadapi.
"Ini adalah pertempuran batin, Noir," kata Ayla dengan suara penuh kekuatan. "Dan kali ini, aku yang menang."
Dengan sekuat tenaga, Ayla mengumpulkan seluruh kekuatan batinnya dan melepaskan sebuah ledakan cahaya yang sangat besar. Cahaya itu menyinari seluruh lorong, mengusir kegelapan dari setiap sudut. Noir berteriak kesakitan, tubuhnya mulai terbakar oleh cahaya yang tak bisa ia lawan.
Tiba-tiba, sosok Noir terhenti, tubuhnya terhuyung ke belakang sebelum akhirnya jatuh ke tanah. Kegelapan yang menyelimutinya memudar, dan keheningan yang mencekam menggantikan pertarungan yang memanas. Ayla, Kael, dan Arlen saling berpandangan, tidak bisa sepenuhnya percaya bahwa mereka akhirnya bisa mengalahkan Noir.
Namun, meski tubuh Noir terjatuh, perasaan Ayla masih penuh ketegangan. Sesuatu dalam dirinya masih meragukan kemenangan ini. Meskipun kegelapan itu tampak surut, ia tahu bahwa tidak ada yang benar-benar aman. Ketakutan akan ancaman yang masih mungkin muncul menggelayuti pikirannya.
"Ini belum berakhir," kata Kael pelan, matanya penuh perhatian saat memandang Ayla. "Kita harus tetap waspada."
Ayla mengangguk pelan. "Aku tahu. Tapi setidaknya... untuk saat ini, kita bisa beristirahat."
Arlen menatap Noir yang sudah jatuh dan terdiam, matanya waspada. "Aku rasa kita harus mengawasi dia. Kegelapan ini bisa muncul kapan saja."
Dengan hati-hati, mereka mundur, memastikan bahwa Noir benar-benar tidak bisa bangkit lagi. Cahaya Ayla masih memancar, melindungi mereka semua. Mereka saling bertukar pandang, tahu bahwa meskipun ini adalah kemenangan, perjuangan mereka belum berakhir.
"Untuk sekarang," Ayla berbisik, "kita telah mengalahkan kegelapan."
Namun di dalam hatinya, ia merasa masih ada sesuatu yang belum terungkap, suatu ancaman yang mungkin lebih besar dari apa pun yang mereka bayangkan.