Nandana Panesthi, seorang istri yang sempurna di mata orang-orang, terjebak dalam pernikahan tanpa cinta dengan Dimas Larung Mahdiva, pria ambisius yang lebih mencintai kekuasaan daripada dirinya. Kehidupan rumah tangga mereka yang tampak harmonis hanyalah topeng dari kebekuan yang semakin menusuk hati Nanda.
Hingga suatu hari, Sanjana Binar Rimbawa hadir seperti badai di tengah gurun kehidupan Nanda. Seorang pria dengan tatapan yang dalam dan kata-kata yang mampu menghidupkan kembali jiwa yang hampir mati. Sanjana bukan sekadar selingkuhan dia adalah pria yang menempatkan Nanda di singgasana yang seharusnya, memperlakukannya bak ratu yang selama ini diabaikan oleh suaminya.
Namun, cinta terlarang ini tak semudah kelihatannya. Di balik kelembutan Sanjana, tersimpan rahasia yang mengancam segalanya. Sementara Dimas mulai mencurigai perubahan sikap Nanda dan bertekad untuk mengungkap siapa pria yang berani merebut perhatian istrinya.
Akankah Nanda menemukan kebahagiaan sejati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NinLugas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berita Heboh
Keesokan paginya, media TV dan portal berita online heboh dengan beredarnya video kekerasan yang dilakukan Dimas Larung Mahdiva terhadap istrinya, Nanda. Video itu dengan cepat menjadi viral, memperlihatkan tindakan kekerasan yang selama ini dilakukan Dimas di balik pintu rumah tangga mereka yang seolah sempurna. Nanda, yang selama ini menanggung penderitaan dalam diam, akhirnya mengumpulkan keberanian untuk merekam aksi suaminya tersebut sebagai bukti. Video itu menjadi senjata yang sangat berharga, sebuah bukti yang akan mendukung keputusan Nanda untuk mengakhiri pernikahannya dengan Dimas.
Sementara itu, di rumah Dimas, suasana semakin tegang. Ibu mertuanya, Ny. Hutami, yang merasa malu dan marah atas video yang tersebar, datang untuk menegur Dimas. Namun, ketika Ny. Hutami memasuki kamar anaknya, ia terkejut menemukan Dimas tidur terkapar bersama Shelma, wanita yang sudah lama dikenal Nanda sebagai model dan yang sering bergaul dengan Dimas. Pemandangan itu membuat Ny. Hutami semakin geram. Bukan hanya karena video kekerasan yang kini menjadi pembicaraan publik, tetapi juga karena kelakuan anaknya yang tidak tahu malu, tidur dengan wanita lain di rumah yang seharusnya menjadi tempat peristirahatan keluarganya.
Ny. Hutami merasa sangat kecewa dan marah. Selama ini dia selalu menutupi keburukan anaknya dari pandangan orang lain, berharap Dimas bisa berubah, namun kenyataannya jauh lebih buruk dari yang dia duga. Dia tidak pernah membayangkan bahwa Dimas, yang dia harap bisa menjadi suami yang baik bagi Nanda, malah memperlakukannya dengan begitu kejam dan tanpa rasa hormat. Dalam hati, Ny. Hutami mulai meragukan segala keputusan yang dia ambil untuk menyatukan mereka berdua dalam ikatan pernikahan.
Dengan perasaan campur aduk, Ny. Hutami bergegas keluar dari kamar, menahan amarahnya. Dia tahu, dengan adanya video tersebut, Dimas tidak akan bisa lepas dari cengkeraman hukum. Namun, dia juga tahu bahwa menghadapi kenyataan seperti ini sangat berat, terlebih dengan nama baik keluarga mereka yang telah tercoreng. Sebagai seorang ibu, Ny. Hutami harus menerima kenyataan pahit ini, meski tidak tahu bagaimana cara keluarganya akan bangkit kembali dari semua kekacauan ini.
Tanpa aba-aba, Ny. Hutami yang sudah tidak bisa lagi menahan amarahnya, dengan cepat mengambil vas bunga yang ada di meja samping tempat tidur. Tanpa ragu, dia menyiramkan air yang ada dalam vas itu ke tubuh Dimas dan Shelma yang masih terlelap dalam keadaan mabuk. Air bunga yang dingin itu membuat mereka terbangun dalam kaget dan kebingungan.
Dimas terbangun dengan tubuh basah kuyup, matanya masih samar-samar, kebingungannya segera berubah menjadi kemarahan saat melihat ibunya berdiri di depan mereka. "Apa yang kamu lakukan, Nan?! Kenapa kamu…?" Dimas hampir berteriak, namun suaranya tertahan oleh rasa terkejut dan amarah yang menyelimutinya.
Shelma, yang juga terbangun dengan kondisi tubuh yang basah, langsung terduduk dengan mata terbelalak. "Dimas, siapa ini?" tanyanya dengan nada bingung, melihat sosok wanita yang tidak dikenal di dekat tempat tidur mereka.
Ny. Hutami tidak peduli dengan pertanyaan Shelma. Matanya tajam menatap Dimas dengan tatapan penuh kemarahan. "Ini yang kamu sebut pernikahan, Dimas? Ini yang kamu sebut rumah tangga? Tidur dengan wanita lain di tempat tidurmu sendiri sementara istrimu teraniaya?" suara Ny. Hutami bergetar dengan emosi yang terpendam lama. "Kamu sudah sangat mengecewakan kami semua, dan sekarang semuanya sudah terbongkar. Kamu pikir semua ini bisa ditutup-tutupi begitu saja?"
Dimas mencoba bangkit dan mengusap wajahnya yang basah, masih berusaha mengendalikan dirinya. "Bu, ini tidak seperti yang Ibu pikirkan…" jawab Dimas dengan suara yang tidak begitu meyakinkan.
Namun Ny. Hutami sudah tidak bisa menahan amarahnya lagi. "Jangan coba berpura-pura, Dimas. Semua orang sudah tahu! Video kekerasan yang kamu lakukan pada Nanda sudah tersebar luas di media. Kamu pikir itu hanya akan hilang begitu saja?" Suaranya semakin keras, menciptakan ketegangan yang kian memuncak. "Kamu sudah merusak hidup Nanda dan kamu sendiri, dan sekarang kamu membawa wanita lain ke dalam rumah ini. Kamu benar-benar tak tahu malu!"
Mendengar ucapan ibunya, Dimas hanya bisa terdiam. Wajahnya merah karena malu dan marah, tapi dia tahu, saat ini, tidak ada yang bisa dia lakukan untuk membela diri. Semua keburukannya telah terungkap dan kini dia harus menghadapi konsekuensinya. Sementara Shelma hanya bisa terdiam, tidak tahu apa yang harus dilakukan dalam situasi yang semakin rumit ini.
Dimas tertegun sejenak saat Ny. Hutami memperlihatkan video yang membuatnya tercengang. Di layar ponsel ibunya, tampak jelas rekaman yang merekam setiap momen kekerasan yang dia lakukan terhadap Nanda. Setiap tamparan, setiap dorongan, bahkan saat dia menjambak rambut Nanda dan memukul tubuhnya dengan kasar. Video itu begitu jelas, memperlihatkan betapa brutalnya perlakuan Dimas terhadap istrinya sendiri.
Wajah Dimas memucat, dan pandangannya mulai kabur. Dia berusaha menahan emosi yang muncul, tapi ada rasa cemas yang mulai menguasai dirinya. Apa yang terlihat di video itu tidak bisa lagi dibantah. Ny. Hutami menatap Dimas dengan mata yang penuh kebencian dan kekecewaan. "Lihat itu, Dimas. Lihat apa yang telah kamu lakukan. Kamu meninggalkan bekas luka yang tak akan pernah hilang. Bukan hanya di tubuh Nanda, tapi juga di hatinya," ujar Ny. Hutami dengan suara yang bergetar.
Dimas mencoba untuk berbicara, namun kata-kata tak mampu keluar dari mulutnya. Rasa malu dan penyesalan mulai merayapi dirinya, namun itu tidak bisa menghapus kenyataan pahit yang sudah terungkap. "Itu... bukan seperti yang kamu pikirkan, Bu," ujar Dimas, suara serak, mencoba mencari alasan. Namun, dia tahu itu sia-sia. Tidak ada pembenaran yang bisa memperbaiki semua yang sudah terjadi.
Ny. Hutami melangkah lebih dekat, matanya tidak pernah lepas dari Dimas. "Jangan coba memutarbalikkan kenyataan. Semua orang sudah tahu sekarang, Dimas. Semua orang tahu bagaimana kau memperlakukan Nanda. Bagaimana kamu menghancurkan hidupnya. Kamu mungkin berpikir kamu bisa menyembunyikan semua ini, tapi sekarang semuanya sudah terbuka," kata Ny. Hutami dengan tegas.
Dimas hanya bisa terdiam, merasa hancur di dalam. Tidak hanya karena video itu, tapi juga karena kenyataan bahwa dia telah mengecewakan semua orang yang pernah mempercayainya, termasuk orang tuanya sendiri. Sementara itu, Shelma yang awalnya terlihat bingung dan takut, kini hanya bisa diam dan memandangi Dimas dengan tatapan kosong. Keadaan ini jelas bukan yang dia harapkan.
***
Dayu yang melihat video itu melalui media online langsung merasa panik. Wajah kakaknya, Nanda, terlihat jelas di video tersebut, dengan segala penderitaan yang dia alami. Tangannya gemetar saat dia menekan layar ponsel, mencoba menatap setiap detil dari kekerasan yang dilakukan oleh Dimas. Hati Dayu terasa hancur, marah, dan kecewa. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana kakaknya bisa bertahan selama ini dalam pernikahan yang penuh dengan penderitaan.
Tanpa berpikir panjang, Dayu berlari menuju rumah ibunya, Saraswati. Setibanya di rumah, dia langsung memasuki ruang tamu dengan wajah merah penuh amarah. Saraswati yang sedang duduk di sofa terkejut melihat kedatangan putrinya dengan ekspresi yang begitu tegang.
"Bu, kenapa kamu diam saja? Kenapa kamu tidak melakukan apa-apa untuk membantu kak Nanda?!" teriak Dayu dengan suara yang memanas. Saraswati terdiam, memandang putrinya yang penuh emosi.
Dayu melemparkan ponsel ke meja, memperlihatkan video itu dengan marah. "Lihat ini! Ini semua karena kamu! Kamu malah diam saja, sibuk dengan uang dan harta, sementara kakakku diperlakukan seperti ini! Apa yang kamu pikirkan, Bu?!"
Saraswati tampak terkejut dan merasa terbebani oleh tuduhan putrinya. Namun, ada keraguan yang muncul di dalam dirinya. Sementara itu, Dayu semakin merasa kesal. "Kenapa kamu tidak peduli, Bu? Kenapa uang lebih penting dari kebahagiaan kakakku? Kak Nanda sudah lama menderita, dan kamu tidak pernah peduli, bahkan sampai hari ini. Apa kamu tidak bisa melihat betapa hancurnya hidupnya?!"
Saraswati terdiam, merasa tertampar dengan kata-kata putrinya. Dia tahu bahwa selama ini, dia telah terbuai oleh keinginan akan kekayaan dan kenyamanan yang diberikan oleh pernikahan Nanda dengan Dimas. Uang, kemewahan, dan status sosial yang dihadirkan oleh Dimas membuatnya melupakan kebahagiaan anaknya sendiri. Namun, melihat perasaan marah dan kecewa di mata Dayu, Saraswati mulai merasa bersalah.
"Aku tidak tahu harus berkata apa, Dayu. Tapi, sekarang semuanya sudah terjadi. Aku… aku hanya ingin yang terbaik untuk kalian, meskipun itu salah," ujar Saraswati dengan suara serak. Dayu menatapnya dengan tajam, merasa kecewa dengan penjelasan yang tidak cukup memadai.
"Tapi kamu tahu, Bu, bahwa uang bukan segalanya. Kak Nanda pantas mendapatkan lebih dari itu. Dia pantas untuk bebas dari semua penderitaan ini," kata Dayu dengan penuh keyakinan. "Aku akan melakukan apapun untuk mendukung kakakku, meskipun kamu tidak peduli."
Dayu berbalik dan berjalan menuju pintu, meninggalkan Saraswati yang kini merasa terhimpit oleh rasa bersalah. Sebelum keluar, Dayu berbalik sejenak dan berkata dengan suara yang lebih lembut, "Aku harap suatu saat kamu sadar, Bu. Kak Nanda tidak butuh harta, dia hanya butuh cinta dan kebahagiaan."
Dengan langkah cepat, Dayu pergi, meninggalkan ibunya yang kini duduk terdiam, merenungi kata-kata putrinya yang sangat menusuk hati.